Remaja Iran Armita Geravand Alami Mati Batang Otak Pasca Diduga Diserang Polisi Moral Karena Tidak Pakai Jilbab

Ada kekhawatiran bahwa Armita Geravand mungkin menghadapi nasib sama seperti Mahsa Amini, yang kematiannya saat ditahan polisi moral tahun lalu memicu protes anti-pemerintah selama berbulan-bulan di seluruh negeri.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 23 Okt 2023, 08:02 WIB
Ilustrasi perempuan Iran. (Dok. mostafa_meraji/Pixabay)

Liputan6.com, Teheran - Seorang remaja Iran yang koma pada awal bulan ini setelah diduga diserang polisi moral karena tidak mengenakan jilbab, kini dilaporkan mengalami mati batang otak. Hal tersebut disampaikan oleh kantor berita Iran pada Minggu (22/10/2023).

Kelompok sayap kanan Hengaw adalah yang pertama mengabarkan kabar Armita Geravand (16) kepada publik. Mereka merilis foto-foto, yang menunjukkan remaja itu dirawat dalam kondisi tidak sadarkan diri dengan selang pernapasan, perban di kepala, dan alat bantu hidup.

"Tindak lanjut terhadap kondisi kesehatan terkini Armita Geravand menunjukkan bahwa mati batang otak tampaknya pasti terjadi meski ada upaya dari staf medis," sebut laporan media pemerintah Iran, seperti dilansir Reuters, Senin (23/10).

Ada kekhawatiran dari para pembela hak asasi manusia bahwa Armita Geravand mungkin menghadapi nasib sama seperti Mahsa Amini, yang kematiannya saat ditahan polisi moral tahun lalu memicu protes anti-pemerintah selama berbulan-bulan di seluruh negeri. Kondisi tersebut merupakan salah satu tantangan paling signifikan bagi penguasa Iran.


Bantahan Iran

Ilustrasi bendera Iran (pixabay)

Iran membantah bahwa Armita Geravand terluka setelah konfrontasi pada 1 Oktober dengan petugas yang menerapkan aturan wajib berpakaian Islami di metro Teheran.

Pemerintahan teokratis Iran telah memberlakukan pembatasan terhadap pakaian perempuan sejak revolusi rakyat menggulingkan Shah yang sekuler dan didukung Barat pada tahun 1979. Undang-undang kemudian mewajibkan perempuan menutupi rambut mereka dan mengenakan pakaian panjang dan longgar.

Pelanggar akan menghadapi teguran publik, denda atau penangkapan. Menentang aturan berpakaian Islam yang ketat, semakin banyak perempuan yang tampil tanpa busana di tempat-tempat umum seperti mal, restoran, dan toko di seluruh negeri sejak kematian Mahsa Amini.


Kata Ibu Armita Geravand

orang perempuan berdoa pada malam Ramadan di Teheran, Iran (16/6). Mereka percaya bahwa malam Lailatul Qadar jatuh pada tanggal 19, 21 atau 23 Ramadan. (AP Photo/Vahid Salemi)

Orang tua Armita Geravand sempat menuturkan bahwa kondisi putri mereka mengalami penurunan tekanan darah, kehilangan keseimbangan, sebelum akhirnya kepalanya terbentur di dalam kabin metro. Pernyataan mereka dimuat dalam video yang diunggah kantor berita IRNA.

"Saya telah melihat rekaman CCTV seutuhnya, saya melihat bagaimana dia jatuh dan bagaimana temannya menarik dia keluar. Tidak ada sesuatu yang luar biasa yang harus diributkan. Saya akan mengapresiasi bila mereka mendoakan kesehatan putri saya," kata ibunya.

Dia menambahkan, tidak ada gunanya menimbulkan kontroversi.

Merespons peristiwa yang menimpa Armita Geravand, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menulis di X alias Twitter, "Sekali lagi seorang wanita muda di #Iran berjuang untuk hidupnya. Hanya karena dia memperlihatkan rambutnya di subway. Ini sungguh tidak tertahankan. Orang tua dari #ArmitaGarawand tidak seharusnya tampil di depan kamera, namun hak mereka berada di samping tempat tidur putri mereka."

Infografis Perempuan Arab Saudi Bebas dari Belenggu (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya