Liputan6.com, Banyumas - Mubaligh muda NU Muhammad Iqdam Khoid atau Gus Iqdam menjelaskan bahwa menjadi santri itu banyak berkahnya dan juga tidak mustahil menjadi orang sukses dan kaya.
Baca Juga
Advertisement
Faktanya, banyak santri yang hidupnya sukses bahkan menjadi pejabat penting. Sebagai contoh Gus Dur yang latar belakangnya santri pernah menjabat sebagai Presiden. Demikian halnya dengan Mahfud MD, Gus Yaqut dan lain sebagainya juga menjadi menteri.
Bagi Gus Iqdam, santri harusnya sukses, termasuk soal materi. Jika sampai ada santri yang tidak sukses menurut Gus Iqdam, ada sesuatu yang menyebabkannya.
Namun tak bisa kita pungkiri memang ada beberapa santri yang hidupnya tidak sukses dan tidak kaya. Hal ini karena banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Lantas apa penyebab santri tidak sukses dan kaya?
Simak Video Pilihan Ini:
Tidak Yakin kepada Gurunya
Gus Iqdam melempar pertanyaan kepada jemaah perihal kenapa santri tidak bisa sukses dan kaya.
"Ternyata memang benar, jangan khawatir jadi santri. Yang ikhlas yang mantep. Tahu kenapa santri tidak sukses dan tidak kaya?" tanya Gus Iqdam TikTok @garanganst dikutip Selasa (24/10).
Menurut Gus Iqdam santri tidak bisa sukses sebab tidak yakin terhadap gurunya. Selain itu mencari ilmu tujuannya semata-mata untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Demikian juga seorang santri harus memiliki rasa percaya diri.
"Kalau sudah punya guru, yang mantap!! Barang siapa punya bersungguh-sungguh memiliki tujuan akhirat. Seperti orang yang memiliki tujuan mencari ilmu karena akhirat, hidup pasti dijadikan kaya, tatag, percaya diri, tidak takut miskin. Hatimu akan kaya," jelasnya.
Mengenai perihal yakin kepada guru ini, para ulama generasi salaf telah mempraktikannya. Mereka sangat mengagungkan dan yakin terhadap gurunya. Aspek yakin kepada gurunya merupakan salah satu dari sekian banyak adab murid terhadap guru.
Salah satu ulama tersohor yang berjuluk 'hujjatul islam', yakni Imam Al-Ghazali dalam beberapa karyanya menerangkan perihal adab murid kepada gurunya.
Advertisement
Adab Murid kepada Guru menurut Al-Ghazali
Mengutip kanal Islami Liputan6.com, dalam kitab Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 431), Imam al-Ghazali memberikan nasihat dalam risalahnya dengan judul al-Adab fid Din sebagai terkait adab murid kepada guru, yang artinya, sebagai berikut:
“Adab murid terhadap guru, yakni: mendahului beruluk salam, tidak banyak berbicara di depan guru, berdiri ketika guru berdiri, tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda”, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya ketika guru di dalam majelis, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah.”
Dari nasehat tersebut, dapat diuraikan ada sepuluh adab murid terhadap guru sebagai berikut:
Pertama, mendahului beruluk salam. Seorang murid hendaknya mendahului beruluk salam kepada guru. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwa yang kecil memberi salam kepada yang besar.
Kedua, tidak banyak berbicara di depan guru. Banyak berbicara bisa berarti merasa lebih tahu dari pada orang-orang di sekitarnya. Apa bila hal ini dilakukan di depan guru, maka bisa menimbulkan kesan seolah-seolah murid lebih tahu dari pada gurunya. Hal ini tidak baik dilakukan kecuali atas perintah guru.
Ketiga, berdiri ketika guru berdiri. Bila guru berdiri, murid sebaiknya lekas berdiri juga. Hal ini tidak hanya penting kalau-kalau guru memerlukan bantuan sewaktu-waktu, misalnya uluran tangan agar segera bisa tegak berdiri, tetapi juga merupakan sopan santun yang terpuji. Demikian pula jika guru duduk sebaiknya murid juga duduk.
Adab Keempat-Ketujuh
Keempat, tidak mengatakan kepada guru, “Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda.” Ketika guru memberikan suatu penjelasan yang berbeda dengan apa yang pernah dijelaskan oleh orang lain, sebaiknya murid tidak langsung menyangkal penjelasan guru. Sebaiknya murid meminta izin terlebih dahulu untuk menyampaikan pendapat orang lain yang berbeda. Jika guru berkenan, murid tentu boleh menyampaikan hal itu.
Kelima, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya sewaktu guru di dalam majelis. Dalam majlis ta’lim atau kegiatan belajar mengajar di kelas, murid hendaknya bertanya kepada guru ketika ada hal yang belum jelas. Hal ini tentu lebih baik daripada bertanya kepada teman di sebelahnya. Lebih memilih bertanya kepada teman dan bukannya langsung kepada guru bisa membuat perasaan guru kurang nyaman.
Keenam, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru. Guru tidak sama dengan teman, dan oleh karenanya tidak bisa disetarakan dengan teman. Seorang murid harus memosisikan guru lebih tinggi dari teman sendiri sehingga ketika berbicara dengan guru tidak boleh sambil tertawa atau bersenyum yang berlebihan.
Ketujuh, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru. Bisa saja seorang murid memiliki pendapat yang berbeda dengan guru. Jika ini memang terjadi, murid tidak perlu mengungkapkannya secara terbuka sehingga diketahui orang banyak. Lebih baik murid meminta komentar sang guru tentang pendapatnya yang berbeda. Cara ini lebih sopan dari pada menunjukkan sikap kontra dengan guru di depan teman-teman.
Kedelapan, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri. Ketika guru hendak berdiri dari posisi duduk mungkin ia membutuhkan bantuan karena kondisinya yang sudah agak lemah. Dalam keadaan seperti ini, murid jangan sekali-kali menarik baju guru dalam rangka memberikan bantuan tenaga. Ia bisa berjongkok untuk menawarkan pundaknya sebagai tumpuan untuk berdiri; atau sesuai arahan guru.
Advertisement
Adab Kesembilan-Kesepuluh
Kesembilan, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah. Jika ada suatu hal yang ingin ditanyakan kepada guru, terlebih jika itu menyangkut pribadi guru, tanyakan masalah itu ketika telah sampai di rumah. Tentu saja ini berlaku terutama kalau perjalanan dengan menaiki kendaraan umum.
Kesepuluh, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah. Dalam keadaan guru sedang lelah, seorang murid hendaknya tidak mengajukan banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban pelik, misalnya. Dalam hal ini dikhawatirkan guru kurang berkenan menjawabnya sebab memang sedang lelah sehingga membutuhkan istirahat untuk memulihkan stamina.
Demikian sepuluh adab murid kepada guru yang dilansir dari jabar.nu.or.id sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali. Jika diringkas, maka pada intinya adalah seorang murid hendaknya berlaku hormat kepada guru baik dengan sikap-sikap tertentu maupun dengan pandai-pandai menjaga lisan. Ia hendaknya tahu kapan dan bagaimana sebaiknya ia berbicara kepada guru termasuk ketika hendak mengajukan pertanyaan.
Penulis: Nugroho Purbo-Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul