Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air terus mempercepat pembangunan Bendungan Ameroro di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dalam pengerjaannya, proyek Bendungan Ameroro diisukan mengalami longsor. Namun, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono membantah kabar itu dan mengatakan bahwa progres Bendungan Ameroro masih sesuai target, serta akan segera dilakukan pengisian (impounding).
Advertisement
"Jadi bukan bendungannya roboh, tetapi itu bekas galian struktur sebelumnya. Nanti pada akhir November, Bendungan Ameroro akan diisi (impounding), supaya pada Desember bisa diresmikan," jelas Menteri Basuki dalam keterangan tertulis, Selasa (24/10/2023).
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari Kementerian PUPR, Agus Safari juga membenarkan bahwa isu longsornya Bendungan Ameroro tersebut adalah kesalahan informasi.
"Memang itu bukan longsor, tetapi itu galian dinding kiri struktur spillway. Jadi timbunan tanah yang dianggap longsor tersebut digunakan sebagai metode kerja untuk jalan akses alat berat agar dapat melindungi permukaan beton yang telah ada serta sebagai dudukan alat berat," terangnya.
Bisa Buat Pembangkit Listrik
Agus juga membenarkan, bahwa Bendungan Ameroro akan segera melaksanakan impounding. Sebab saat ini progress fisiknya telah mencapai 87,15 persen.
"Bendungan Ameroro diproyeksikan akan meningkatkan pemanfaatan irigasi seluas 3,363 Ha, melayani air baku di Kabupaten Konawe sebesar 511 liter per detik, dan mereduksi banjir hingga 443,34 m3 per detik," kata Agus.
Memiliki kapasitas tampungan sebesar 98,81 juta m3, Bendungan Ameroro dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik dengan kapasitas 1,3 MW. Selain itu, Bendungan Ameroro juga menjadi salah satu potensi pariwisata di Kabupaten Konawe karena keindahannya.
Bendungan Ameroro mulai dikerjakan pada Desember 2020 dengan biaya APBN sebesar Rp 1,6 triliun. Pembangunannya dilaksanakan dalam 2 paket pekerjaan, yakni Paket I oleh kontraktor PT Wijaya Karya-PT Sumber Cahaya Agung-PT Basuki Rahmanta Putra (KSO), dan Paket II PT Hutama Karya-PT Adhi Karya (KSO).
Indonesia Butuh 300 Bendungan Baru Atasi Perubahan Iklim
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melaporkan Indonesia membutuhkan sebanyak 300 bendungan baru untuk mengantisipasi bencana alam seperti krisis air dampak perubahan iklim.
"Jumlah bendungan ini sudah berdasarkan perhitungan batas aman untuk menghadapi krisis air di dalam negeri yang sedang berlangsung saat ini," kata Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja dikutip dari Antara, Senin (16/10/2023).
Endra mengatakan, dalam 10 tahun terakhir Kementerian PUPR telah membangun sebanyak 60 bendungan untuk mencapai 100 persen ketahanan air.
Namun, berdasarkan kajian tim ahli Kementerian PUPR di lapangan jumlah tersebut masih jauh dari cukup sehingga menilai perlu membangun setidaknya sebanyak 300 bendungan baru.
Menurutnya, perubahan iklim dan aktifnya fenomena badai El-Nino di samudera pasifik menyebabkan sebagian besar wilayah di Indonesia saat ini mengalami kekeringan yang lebih panjang dan ekstrem.
Hal ini tentu pula berdampak pada ketahanan pangan yang perlu diantisipasi karena jangan sampai petani kehilangan momentum menanam padi, jagung, dan tanaman pangan lainnya.
Advertisement
Sudah Masuk di Rencana Strategis
Oleh sebab itu, Endra menyebutkan, rencana pembangunan bendungan telah masuk dalam rencana strategis yang dicanangkan oleh Kementerian PUPR sebagai bentuk mitigasi atas kondisi krisis iklim.
"Semakin banyak bendungan yang dimiliki, semakin baik kemampuan negara untuk menyimpan air dan menggunakannya untuk menyiram lahan pertanian pada musim kemarau,” kata dia.
Penyelesaian pembangunan beberapa bendungan vital akan dipercepat mengingat durasi musim kering tanpa air Indonesia yang sangat panjang dan belum pernah terjadi pada periode sebelumnya.