Liputan6.com, Jakarta - Selama berjuta-juta tahun Bulan telah bersinar bahkan di zaman dinosaurus, cahayanya mengilhami karya-karya hebat penyair, dan menjadi sumber penjelajahan menantang bagi para astronot. Meskipun Bulan telah ada sangat lama, kapan Bulan terbentuk masih menjadi topik perdebatan.
Sekarang, para peneliti telah menemukan jawabannya. Mereka mengungkap bahwa usia Bulan sebenarnya 40 juta tahun lebih tua dari yang diperkirakan sebelumnya.
Advertisement
Melansir dari The Guardian, Selasa (24/10/2023), ilmuwan menemukan hal tersebut dari hasil pemeriksaan kristal-kristal dalam sampel debu Bulan yang dikumpulkan pada tahun 1972 selama misi Apollo 17 --misi terakhir di mana astronot menginjakkan kaki di Bulan.
"Sangat mengagumkan memiliki bukti bahwa batu yang Anda pegang adalah bagian tertua dari Bulan yang pernah kami temukan. Ini membuka jalan untuk banyak pertanyaan tentang sejarah Bumi. Ketika Anda mengetahui usia suatu benda, Anda dapat memahami lebih dalam peristiwa-peristiwa yang telah memengaruhinya sepanjang masa," ungkap Dr. Jennika Greer dari University of Glasgow, yang merupakan penulis utama penelitian tersebut.
Sekitar 100 juta tahun setelah tata surya dan planet-planet mulai terbentuk, diyakini bahwa sebuah benda seukuran Mars menabrak Bumi. Benturan tersebut melepaskan sejumlah besar material yang akhirnya membentuk Bulan.
Analisis Kristal dan Metode Tomografi Atom
Energi yang dihasilkan dari benturan tersebut menyebabkan permukaannya meleleh pada awalnya, tetapi ketika magma di Bulan mulai mendingin, material tersebut mengeras.
Hal yang paling penting, kristal-kristal yang dianalisis dalam penelitian tersebut diyakini terbentuk selama proses pendinginan itu terjadi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa komposisinya memberikan kesempatan kepada para peneliti untuk menyelidiki usia mereka, serta usia Bulan itu sendiri.
Namun, mengukur waktu dengan tepat adalah tugas yang sangat rumit. Beberapa penelitian sebelumnya tentang meterial Bulan dan pemodelan mengindikasikan bahwa usia Bulan sekitar 4,42 miliar tahun, namun penelitian terbaru terhadap kristal-kristal tersebut mengisyaratkan bahwa usia Bulan mungkin jauh lebih tua.
Saat ini, para peneliti menyatakan bahwa telah muncul teknik analisis baru yang dapat memastikan bahwa kristal-kristal tersebut terbentuk dalam waktu yang sangat lama di masa lalu.
Metode ini, yang disebut sebagai atom probe tomography (tomografi probe atom), melibatkan penggunaan laser untuk mengubah atom-atom dari kristal yang telah dihaluskan menjadi pucuk nano yang sangat halus.
Advertisement
Penentuan Usia Bulan dengan Metode Isotop
Setelah itu, massa atom-atom tersebut dapat terdeteksi dan rasio berbagai jenis atom uranium dan mengukur timbal, yang dikenal sebagai isotop. Dikarenakan uranium mengalami peluruhan radioaktif menjadi timbal seiring berjalannya waktu, rasio tersebut dapat memberikan indikasi tentang berapa lama kristal tersebut telah terbentuk.
Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Geochemical Perspectives Letters, kristal tersebut dan bulan ternyata memiliki usia paling setidaknya 4,46 miliar tahun.
"Zaman ini mendorong mundur usia kerak bulan pertama yang terawetkan sekitar 40 juta tahun dan memberikan usia pembentukan minimum bulan dalam 110 juta tahun setelah pembentukan tata surya," tulis tim tersebut.
Mereka menganggap bahwa sampel kristal semacam itu, yang menghasilkan penanggalan yang lebih muda, mungkin disebabkan oleh hilangnya timbal dalam material setelah kristalisasi. Hal tersebut dapat mempengaruhi hasil penentuan usia.
Manfaat Misi Pengembalian Sampel
Dr. Romain Tartese dari University of Manchester, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, memberikan sambutan positif terhadap penelitian ini.
"Ini menunjukkan bahwa Bulan setidaknya berusia 4,46 miliar tahun, yang bertentangan dengan beberapa usulan baru-baru ini mengenai pembentukan Bulan muda," ungkap Tartese.
Tartese juga menambahkan bahwa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tabrakan besar antara Bumi dan pembentukan Bulan kemungkinan terjadi beberapa puluh juta tahun sebelum perkiraan sebelumnya.
Namun, Tartese menggarisbawahi bahwa asumsi dari penelitian tersebut adalah temuan dari sampel Apollo mewakili seluruh bulan, tetapi hal itu mungkin tidak sepenuhnya benar.
"Ini menggarisbawahi pentingnya mengembalikan sampel lebih lanjut dari berbagai wilayah di Bulan melalui misi masa depan," ujar Tartese.
"Studi ini juga menunjukkan manfaat besar dari misi pengembalian sampel dan kurasi yang tepat," tambah Tartese.
"Lebih dari 50 tahun setelah sampel ini dikembalikan, kami masih membuat penemuan penting tentang Bulan dan bagian dalam tata surya seiring dengan perkembangan teknologi."
Advertisement