Liputan6.com, Gaza - Sebuah momen memilukan dari seorang ibu warga Palestina korban perang Israel-Hamas beredar di sosial media. Dalam video singkat yang beredar terlihat wanita itu memberikan ciuman terakhir pada sang buah hati yang terbunuh dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza.
Ibu yang disebutkan berasal dari Palestina, terlihat putus asa, duduk di atas kursi roda dalam salah satu rumah sakit Gaza. Ia menangis dan berteriak "my heart (Kasihku)" ketika jasad sang bayi dalam balutan kain kafan dibawa pergi untuk prosesi selanjutnya.
Advertisement
Dilansir The Mirror, Kamis (24/10/2023), video yang merekam adegan memilukan ini diketahui pertama kali dibagikan oleh Al Jazeera. Memperlihatkan sejumlah pria menggendong tubuh bayi yang terbungkus kain putih -- bagi umat Muslim dikenal sebagai kain kafan. Lalu sang ibu yang terlihat putus asa mencium sang anak untuk terakhir kali, dan mengucapkan kata-kata perpisahan dengan air mata bercucuran.
"Goodbye darling. My heart. Oh my heart (Selamat tinggal sayang. Kasihku. Oh kasihku)," ucap sang ibu disertai jerit tangis nan pilu ketika jasad anaknya dibawa pergi.
Dalam video tersebut, juga terekam seorang pria yang tengah berusaha menenangkan wanita tersebut dengan meletakkan tangan di dadanya. Tampak pula dalam video ada seorang gadis kecil yang terluka di atas ranjang rumah sakit, di samping ibu yang menangis putus asa.
Ini hanyalah salah satu adegan menyedihkan dari dampak perang Israel vs Hamas di Gaza.
Menurut data yang beredar, 5 ribu lebih orang telah meninggal di Gaza dan 40 persen di antaranya anak-anak. Sementara itu, konflik ini juga dilaporkan menelan korban di wilayah pendudukan Tepi Barat dan di Israel.
Rumah Sakit di Gaza Berisiko Berubah Menjadi Kamar Mayat
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa sistem kesehatan di Gaza telah mencapai "titik puncak" akibat "blokade total" yang dilakukan Israel. Rumah sakit bahkan dikabarkan berisiko akan berubah menjadi kamar mayat berdasarkan laporan kelompok hak asasi manusia.
Keadaan semakin buruk ketika satu-satunya pembangkit listrik di Gaza kehabisan bahan bakar sehingga harus ditutup setelah jalur pasokan bahan bakarnya diputus oleh Israel.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengeluarkan seruan mendesak kepada Israel dan Hamas untuk "mengurangi penderitaan warga sipil" sembari mengatakan bahwa peningkatan kekerasan di Jalur Gaza ini merupakan suatu tindakan yang "menjijikkan".
Direktur regional ICRC untuk Timur Dekat dan Timur Tengah, Fabrizio Carboni, menjelaskan bahwa kehilangan aliran listrik di Gaza tentu akan mengancam sejumlah warga Gaza terutama yang bergantung pada fasilitas medis.
"Ketika Gaza kehilangan aliran listrik, rumah sakit pun kehilangan aliran listrik, sehingga menempatkan bayi baru lahir di inkubator dan pasien lanjut usia yang mendapat oksigen berada dalam risiko. Dialisis ginjal berhenti, dan sinar-X dapat terhentikan. Tanpa listrik, rumah sakit berisiko berubah menjadi kamar mayat. Keluarga di Gaza sudah kesulitan mengakses air bersih. Tidak ada orang tua yang mau dipaksa memberikan air kotor kepada anaknya yang haus," kata Fabrizio Carboni.
Advertisement
Warga Gaza Minta Bantuan Komunitas Internasional
Selain itu berdasarkan penjelasan seorang perwakilan dari Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, kabarnya kini serangan Israel juga menargetkan petugas pertolongan pertama yang bertugas untuk membantu warga sipil. Oleh sebab itu ia meminta bantuan komunitas internasional.
"Kami menderita... dan dunia tidak bergerak sedikit pun. Ini adalah SOS untuk seluruh dunia... Anda harus membantu kami," ujar perwakilan rumah sakit al-Shifa tersebut.
Human Rights Watch Sebut Serangan Israel Sebagai Bentuk Hukuman Kolektif
Sementara itu, organisasi internasional Human Rights Watch seolah bertindak netral dalam konflik Hamas dan Israel yang tengah berlangsung saat ini. Pihaknya mengatakan para personel Israel yang menduduki Gaza saat ini merupakan "suatu bentuk hukuman kolektif" terhadap warga Palestina atas tindakan militan Hamas yang menyerang wilayah Israel pada waktu yang lalu.
Namun, mereka juga mengecam tindakan pihak berwenang Israel atas Gaza, yang mereka gambarkan sebagai "penjara terbuka." Meskipun menegaskan bahwa Hamas harus diadili atas pembunuhan warga sipil di Israel, organisasi ini turut menuntut Israel untuk memastikan kebutuhan dasar warga sipil Gaza terpenuhi di tengah serangan yang dilakukan.
"Sebaliknya, mereka sejak tahun 2007 menjadikan Gaza sebagai 'penjara terbuka', menerapkan pembatasan besar-besaran terhadap pergerakan orang dan barang. Setelah serangan akhir pekan (oleh Hamas), pihak berwenang kini menutup dinding penjara tersebut lebih jauh," demikian pernyataan dari Human Right Watch.
Advertisement