Status Gunung Slamet Naik dari Normal Jadi Waspada, Ada Apa?

Pada tanggal 1 Oktober 2023 terekam peningkatan amplitudo gempa tremor menerus dari 2 mm menjadi 3 mm.

oleh Arie Nugraha diperbarui 25 Okt 2023, 00:00 WIB
Lereng selatan Gunung Slamet, Baturraden, Banyumas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menaikan status Gunung Slamet di Provinsi Jawa Tengah dari Level I (normal) menjadi Level II (waspada) per 19 Oktober 2023.

Menurut Plt Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, M. Wafid, keputusan itu diambil usai mencermati dan melihat adanya peningkatan aktivitas vulkanik gunung api berketinggian 3.432 meter diatas permukaan laut (mdpl)

"Kegempaan yang terekam selama 1 – 18 Oktober 2023 adalah 2.096 kali gempa hembusan, tiga kali gempa tremor harmonik, dua kali gempa vulkanik dalam, 12 kali gempa tektonik lokal, tujuh kali gempa tektonik jauh, dan tremor menerus dengan amplitudo 0.2 – 6 mm (dominan 2 mm)," ujar Wafid.

Pada tanggal 1 Oktober 2023 terekam peningkatan amplitudo gempa tremor menerus dari 2 mm menjadi 3 mm.

Selanjutnya pada tanggal 18 Oktober 2023 terekam gempa tremor harmonik dengan durasi maksimum sekitar 1 jam 18 menit.

"Selama perioda 1 – 18 Oktober 2023 Gunung Slamet teramati jelas kadang tertutup kabut, pada saat cerah teramati asap kawah utama berwarna putih dengan intensitas tipis, sedang hingga tebal tinggi sekitar 50 – 300 meter dari puncak. Cuaca cerah hingga hujan, angin lemah hingga kencang ke arah selatan dan barat, suhu udara terukur berkisar antara 21.3 – 31.6 derajat Celcius," kata Wafid.

Wafid menjelaskan kegempaan Gunung Slamet pada bulan Oktober 2023 ini ditandai dengan peningkatan amplitudo tremor menerus yang diikuti oleh terekamnya gempa tremor harmonik dalam durasi yang panjang.

Dengan terjadinya peningkatan amplitudo tremor menerus tersebut menunjukkan adanya peningkatan pemanasan air tanah dalam tubuh Gunung Slamet pada kedalaman dangkal.

"Sedangkan terekamnnya gempa tremor harmonik dalam durasi yang panjang menunjukkan peningkatan hembusan dalam tubuh Gunung Api Slamet," ungkap Wafid.

Pengukuran deformasi (perubahan bentuk gunung) menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan pada tubuh Slamet.

Dengan adanya inflasi pada Stasiun Tiltmeter Bambangan yang merupakan Stasiun tiltmeter terdekat dengan puncak, menunjukkan tekanan telah bergerak menuju puncak Gunung Slamet atau berada pada kedalaman yang lebih dangkal dari sebelumnya.

"Ada inflasi pada Stasiun Cilik, namun Stasiun Buncis cenderung deflasi dan stasiun Jurangmangu yang terletak di bawah Stasiun Cilik tidak menunjukkan pola deformasi yang sinifikan. Hal ini diperkirakan tekanan sudah melewati Stasiun Buncis dan Jurangmangu dan menuju Stasiun Cilik," tukas Wafid.

Pemantauan deformasi dengan menggunakan Tiltmeter di Stasiun Cilik yang berada pada elevasi 1.500 mdpl menunjukkan adanya inflasi (peningkatan tekanan) pada sumbu radial sebesar 30 mikroradian sejak Juli 2023.

Selanjutnya pola inflasi mulai terdeteksi pula di Stasiun Tiltmeter Bambangan pada elevasi 2.000 mdpl pada tanggal 11 Oktober 2023 hingga 18 Oktober 2023 sebesar 40 microradian.

"Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan di bawah tubuh Gunung Slamet yang dapat memicu munculnya gempa-gempa dangkal maupun terjadinya erupsi freatik," kata Wafid.

Potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini lanjut Wafid, adalah erupsi freatik maupun magmatik yang dapat menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak di dalam radius 2 kilometer.

Hujan abu dapat terjadi di sekitar kawah maupun melanda daerah yang ditentukan oleh arah dan kecepatan angin.

"Sementara hasil pengukuran suhu mata air panas (MAP) pada tiga lokasi menunjukkan nilai termperatur di MAP Sicaya berfluktuasi pada rentang 54 – 60 derajat Celcius, dan saat ini cenderung terjadi penurunan suhu mata air panas," terang Wafid.

Untuk suhu di MAP Pengasihan berfluktuasi dalam rentang 47 – 53 derajat Celcius. Sedangkan di MAP Pandansari berfluktuasi dalam rentang 40 – 47 derajat C, dan saat ini cenderung mengalami peningkatan.

 


Rekomendasi Badan Geologi

Dilansir oleh kanal News Liputan6.com, Wafid mengimbau masyarakat dan wisatawan untuk tidak berada di sekitar Gunung Slamet di Jawa Tengah dalam radius 2 kilometer dari kawah puncak.

"Dalam tingkat waspada level II, masyarakat dan wisatawan diimbau tidak beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari puncak Gunung Slamet," ujar Wafid melansir Antara, Jumat (20/10/2023).

Dia mengatakan imbauan tersebut sebagai langkah antisipatif setelah level kewaspadaan Gunung Slamet resmi ditingkatkan dari level I atau Normal menjadi menjadi level II atau Waspada, sejak Kamis 19 Oktober 2023, pukul 08.00 WIB.

"Pemantauan secara intensif terus dilakukan untuk mengevaluasi aktivitas vulkanik Gunung Slamet oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)," papar Wafid.

Ia juga meminta masyarakat di kawasan gunung tersebut tetap tenang dan tidak terpancing informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya mengenai aktivitas Gunung Slamet.

"Masyarakat diminta untuk mengikuti arahan dari BPBD Provinsi Jawa Tengah dan BPBD kabupaten," ucap Wafid.

Untuk mengetahui aktivitas terkini maupun rekomendasi dari peningkatan status Gunung Slamet waspada tersebut, masyarakat maupun instansi bisa melakukan pemantauan secara berkala melalui aplikasi Magma Indonesia atau website Kementerian ESDM.

Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah menaikkan status bahaya vulkanik Gunung Slamet di Jawa Tengah, dari sebelumnya level I atau normal menjadi level II atau waspada pada Kamis 19 Oktober 2023.

"Kegempaan yang terekam selama tanggal 1 sampai 18 Oktober 2023 adalah 2.096 kali gempa embusan," ujar Kepala PVMBG Hendra Gunawan dalam keterangan, melansir Antara, Jumat (20/10/2023).

Menurut Hendra, selain gempa embusan, PVMBG juga merekam ada tiga kali gempa tremor harmonik, dua kali gempa vulkanik dalam, 12 kali gempa tektonik lokal, tujuh kali gempa tektonik jauh, dan gempa tremor menerus dengan amplitudo 0,2 sampai 6 milimeter (dominan 2 milimeter).

"Pada tanggal 1 Oktober 2023, PVMBG merekam peningkatan amplitudo gempa tremor menerus dari 2 milimeter menjadi 3 milimeter," ucap Hendra.

Kemudian, lanjut dia, pada 18 Oktober 2023, terekam gempa tremor harmonik dengan durasi maksimum sekitar 1 jam 18 menit.

"Kegempaan Gunung Slamet ditandai dengan peningkatan amplitudo tremor menerus yang diikuti oleh terekamnya gempa tremor harmonik dalam durasi yang panjang," papar Hendra.

Dia mengatakan, amplitudo gempa tremor menerus menujukan adanya peningkatan pemanasan air tanah dalam tubuh Gunung Slamet pada kedalaman dangkal. Sedangkan, lanjut Hendra, gempa tremor harmonik yang terekam dalam durasi panjang menunjukkan peningkatan embusan dalam tubuh gunung api tersebut.

"PVMBG juga melakukan pengukuran deformasi untuk mengetahui peningkatan tekanan pada tubuh Gunung Slamet," kata dia.

Hendra menuturkan, dengan adanya inflasi pada Stasiun Tiltmeter Bambangan yang merupakan stasiun tiltmeter terdekat dengan puncak menunjukkan tekanan telah bergerak menuju puncak Gunung Slamet atau berada pada kedalaman yang lebih dangkal dari sebelumnya.

"Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan di bawah tubuh gunung api tersebut yang dapat memicu munculnya baik gempa-gempa dangkal maupun terjadinya erupsi freatik," terang dia.

"Potensi ancaman bahaya Gunung Slamet saat ini adalah erupsi freatik maupun magmatik yang dapat menghasilkan lontaran material pijar yang melanda daerah di sekitar puncak di dalam radius dua kilometer. Hujan abu dapat terjadi di sekitar kawah maupun melanda daerah yang ditentukan oleh arah dan kecepatan angin," jelas Hendra.

 


Sekilas Tentang Gunung Api Slamet

Gunung Api Slamet adalah gunungapi strato berbentuk kerucut dengan tinggi puncak 3.432 mdpl. Secara administratif Gunung Slamet masuk ke dalam lima wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Pemalang, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah.

Secara geografis terletak pada posisi 7° 14’ 30’’ Lintang Selatan dan 109° 12’ 30’’ Bujur Timur. Peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Slamet terakhir terjadi pada Maret hingga Agustus 2014, diikuti erupsi yang menghasilkan material abu dan lontaran material pijar di sekitar kawah (tipe letusan strombolian).

Tingkat aktivitas Gunung Slamet adalah Level I (Normal) sejak 9 Oktober 2020. Namun pada 19 Oktober 2023 statusnya dinaikkan menjadi Level II (Wasapada). (Arie Nugraha)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya