Liputan6.com, Jakarta - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara menggaungkan kekecewaannya atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarnya syarat usia minimum capres-cawapres, Senin (23/10/23).
Kawasan Patung Kuda Monas, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, DKI Jakarta dipenuhi ratusan mahasiswa yang berkumpul menyuarakan penolakan atas putusan 'lembaga yudikatif' yang mampu meluluhkan lantakkan reformasi.
Advertisement
Pada demonstrasi bertajuk "Aksi Serentak Jilid II", BEM Nusantara menyampaikan sejumlah tuntutan. Koordinator Pusat BEM Nusantara, Ahmad Supardi mengungkapkan tuntutan utama para mahasiswa ialah meminta agar Anwar Usman sebagai Ketua MK untuk turun dari jabatannya.
"Kami meminta kepada Anwar Usman karena juga kami menilai bahwa ini adalah barang intervensi politik, maka hanya kami tuntutan kami paling besar, yang pertama yaitu Anwar Usman harus mundur dari jabatannya," jelas Supardi atau akrab disapa Ardi.
Menurut Ardi, MK merupakan lembaga hukum yang dibentuk karena tuntutan reformasi. Sebagai lembaga pemegang kekuasaan kehakiman, seharusnya MK menunjukkan independensi bukan malah terjerumus pada politik praktis.
Putusan MK yang membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama dia telah berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
"Sudah jelas disitu bahwa ada unsur dan intervensi politik yang dilakukan oleh Anwar Usman untuk kemudian meloloskan gugatan ini sehingga kami menyatakan bahwa undang-undang ini kan tidak sama dengan undang-undang KPU, harusnya dibahas dengan legislator dan ini bersebrangan dengan Undang-Undang KPU," ungkap Ardi.
"Itu adalah design yang dilakukan oleh pemerintah, itu adalah kongkalikong presiden, itu adalah kongkalikong pemerintah hari ini dengan MK, apalagi kita ketahui bersama bahwa MK itu Anwar Usman itu adalah masih punya hubungan darah dengan presiden ataupun Gibran Rakabuming Raka," imbuh Ardi.
Ardi mengatakan independensi MK sebagai pelindung konstitusi pasca putusan ini patut dipertanyakan. Apakah MK kini menjelma menjadi Mahkamah Keluarga karena dinilai memuluskan jalan putra mahkota Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
"Karena kami menilai bahwa di situ ada unsur politik yang memuluskan saudara Gibran Rakabuming Raka untuk kemudian menjadi calon wakil presiden Indonesia," ucap dia.
Dinasti Politik
Senada, Koordinator Aksi Jilid II di Jakarta, Rahmatul Fajri (23) dari Universitas Islam Jakarta menyebut ada upaya praktik melanggengkan kekuasaan demi keluarga atau dinasti politik dalam putusan MK.
Dugaan mahasiswa ini kian memuncak pasca Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto resmi mengumumkan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai bakal calon wakil presidennya, pada Minggu (22/10) malam.
"Gibran Rakabuming, keponakan (dari Anwar Usman dan), anak kandung daripada presiden Joko Widodo. Anwar Usman dia adalah ipar daripada presiden Joko Widodo. Kita lihat secara jelas seolah-olah kita dipersiapkan karpet merah untuk Gibran Rakabuming mengenai suatu jabatan dan meneruskan bapaknya presiden Joko Widodo," tutur Fajri.
Mahasiswa, lanjut Fajri, menginginkan supaya Mahkamah Konstitusi tidak dijadikan alat politik dan mengembalikan marwah MK sebagai lembaga peradilan yang independen.
"Kami akan terus melakukan suatu konsolidasi dalam tanda kutip BEM Nusantara kami akan melakukan suatu konsolidasi besar-besaran terkait dengan putusan ini, yang walaupun putusan ini dianggap final dan inkrah tetapi upaya kami sebagai mahasiswa agen penyambung daripada lidah rakyat kami akan mati-matian kami akan terus berjuang untuk memperjuangkan apa yang menjadi keresahan khalayak ramai," tutup dia.
Advertisement
Poin Tuntutan
Berikut poin-poin tuntutan yang disampaikan BEM Nusantara:
1. Mendesak Ketua MK Anwar Usman untuk turun dari jabatannya
2. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga independensi tidak boleh dijadikan alat politik
3. Catatan Hitam bagi Mahkamah Konstitusi pada era Rezim Jokowi
4. Matinya Integritas dan independensi Mahkamah Konstitusi pada era jokowi
5. Mahkamah Konstitusi tidak boleh dijadikan sebagai jalan menuju politik dinasti.