Liputan6.com, Jakarta - Di era saat ini, manajer perekrut semakin tidak terkesan dengan tempat kuliah atau gelar sarjana yang kamu miliki.
Hampir setengah, 45% perusahaan menghilangkan persyaratan gelar untuk beberapa posisi pada tahun ini. Angka tersebut didapat menurut penelitian baru dari Ziprecruiter yang mensurvei lebih dari 2.000 perusahaan di Amerika Serikat.
Advertisement
Sebaliknya, perusahaan lebih memprioritaskan keterampilan dibanding pendidikan. “42% perusahaan kini secara eksplisit menggunakan metrik terkait keterampilan untuk mencari kandidat,” kata LinkedIn kepada CNBC Make It pada bulan Juni.
Angka tersebut naik 12% dari tahun sebelumnya.
Tidak jelas apa sebenarnya yang mendorong peralihan ke arah “perekrutan berbasis keterampilan”. Apakah itu penurunan jumlah pendaftaran perguruan tinggi pasca-pandemi, meningkatnya kekhawatiran terkait inflasi biaya kuliah, atau adanya kesulitan akibat ketatnya pasar tenaga kerja.
Apapun penyebabnya, Ekonom ZipRecruiter Julia Pollak mengatakan, tren ini mendapat momentumnya.
Ketika perusahaan tidak lagi memerlukan persyaratan gelar, mereka menjadi lebih spesifik dengan keterampilan yang mereka cari dalam lowongan kerja, terutama soft skill yang mungkin diasumsikan diperoleh dari pendidikan perguruan tinggi menurut studi tahun 2022 dari Harvard Business Review dan The Burning Glass Institute.
Ini adalah tiga keterampilan teratas yang menurut perusahaan “paling kurang dimiliki oleh para kandidat” menurut ZipRecruiter:
- Time management
- Profesionalisme
- Critical Thinking
“Penting untuk diingat bahwa profesionalisme mungkin terlihat berbeda di berbagai lingkungan kerja karena industri tertentu mungkin lebih formal dibandingkan industri lainnya,” Kata Wakil Presiden Bidang Manusia di ZIpRecruiter, Marissa Morrison.
“Perusahaan yang berpartisipasi dalam survei ZipRecruiter mengatakan bahwa mereka “sangat mengutamakan” dalam menemukan karyawan yang bertanggung jawab dan dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dan kolega” Tambahnya.
Optimalkan Soft Skill pada CV
Morrison dan Pollak sama-sama mencatat bahwa “kesenjangan soft skill” telah menjadi salah satu tantangan perekrutan terbesar bagi HR pasca-pandemi, terutama karena kekurangan staf pada puncak pandemi Covid-19 dan kesenjangan generasi di tempat kerja.
Berdasarkan laporan Society for Human Resource Management, tempat kerja kini memiliki lebih banyak keragaman usia dibandingkan sebelumnya, dengan generasi baby boomer gen X, millennial, dan gen Z yang bekerja berdampingan.
“Namun, hal ini menimbulkan perselisihan tentang norma-norma profesional yang berbeda,” kata Morrison. “Pengusaha memiliki persepsi bahwa generasi muda tidak lagi mempelajari soft skill yang penting ini di sekolah atau perguruan tinggi,” jelasnya.
Pollak mengatakan, antara tahun 2021 dan 2022, ketika perusahaan sangat ingin mengisi lowongan, banyak yang menurunkan standar perekrutan dan mempekerjakan lebih banyak “karyawan pemula” yang tidak memiliki soft skill penting ini.
Advertisement
Pelatihan Soft Skill
Saat Ini, ia mengatakan, perusahaan-perusahaan sedang mencoba untuk “memperbaiki”, berinvestasi dalam pelatihan soft skill karyawan dan merekrut kandidat yang dapat membantu meningkatkan produktivitas dan kinerja tim.
“Kamu dapat mengoptimalkan perekrutan berbasis keterampilan dengan memastikan resume yang kamu kirim disesuaikan dengan keterampilan yang diuraikan dalam deskripsi pekerjaan,” kata Pelatih Karir Bersertifikat dan Pakar Resume di TopResume, Amanda Augustine, kepada CNBC Make It pada bulan Juni.
“Sertakan contoh bagaimana kamu menggunakan keterampilan tersebut dalam poin-poin yang menguraikan pengalaman kerja sebelumnya, atau tambahkan bagan ke resume yang menyoroti keterampilan dan beri nama “keterampilan inti” atau “bidang keahlian”,” kata Augustine memberikan saran.
Hal itu berarti membuat daftar suatu keterampilan, diikuti dengan pembuktiannya melalui anekdot atau data singkat.