Liputan6.com, Jakarta - Kamu mungkin pernah mendengar tentang growth mindset atau pola pikir berkembang, gagasan bahwa perbaikan yang terus menerus dan bertahap dapat membawa pada pencapaian dan kesuksesan.
Diciptakan oleh psikolog Carol Dweck, konsep tersebut telah populer selama bertahun-tahun. Hal itu pun didukung oleh para pakar Ivy League, jutawan, dan atlet bintang. Namun, menurut penelitian psikolog, ini mungkin tidak berhasil sepanjang waktu, atau dalam setiap keadaan.
Advertisement
“Berfokus pada keuntungan kecil dan konsisten terbukti bermanfaat, misalnya ketika kamu mengalami “ego threat”, atau ancaman terhadap citra diri atau harga diri,” Kata Profesor Psikolog di North Carolina State University Jennifer Burnette kepada CNBC Mak It.
Menurut penelitian, ini mungkin kurang berguna ketika kamu sudah berada di puncak permainan. Tak hanya itu, jika kamu benar-benar kesulitan, mengubah pola pikir saja mungkin tidak banyak membantu.
Menemukan titik terbaik di antara kedua ujung spektrum tersebut mungkin sulit. Hal ini juga merupakan kunci untuk memahami mengapa growth mindset berhasil dan kapan bisa diterapkan menurut para peneliti.
Saat Growth Mindset Tidak Efektif Digunakan
Profesor Statistik dan Ilmu Data di Universitas Northwestern, Elizabeth Tipton menyebut titik manis tersebut sebagai “efek Goldilocks”.
Setelah menganalisis serangkaian studi tentang growth mindset, Tipton menyimpulkan bahwa menyuruh orang yang berprestasi untuk mengubah cara berpikir mereka tentang perbaikan tidak terlalu membantu mereka.
Hal tersebut sejalan dengan meta-analisis terbaru yang diterbitkan dalam Psychological Bulletin, yang menemukan bahwa siswa yang sudah mendapatkan nilai tertinggi tidak mendapat banyak manfaat jika mendedikasikan lebih banyak waktu dan energi untuk perbaikan bertahap.
“Jika kamu memberikan obat kolesterol kepada seseorang yang tidak membutuhkannya, kemungkinan besar tidak berhasil. Demikian juga, kami menemukan bahwa intervensi ini bekerja paling baik ketika benar-benar dibutuhkan,” kata Burnette, salah satu penulis makalah tersebut.
“Namun, berfokus pada peningkatan bertahap bisa sama sulitnya, bahkan lebih sulit lagi bagi mereka yang dianggap sebagai orang berprestasi rendah,” kata Tipton. Terutama karena “pola pikir”, biasanya menjadi hal yang paling tidak menjadi perhatian mereka.
Kekhawatiran yang lebih sistemik seringkali berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yang buruk, cenderung menjadi pusat perhatian.
Beberapa penelitian terhadap anak-anak sekolah, menemukan bahwa growth mindset menghasilkan nilai yang lebih baik bagi anak-anak dari keluarga kaya secara finansial dibandingkan anak-anak dari keluarga miskin.
Growth mindset merupakan “kondisi yang diperlukan tetapi tidak cukup untuk belajar,” Tipton.
Advertisement
Saat Growth Mindset Efektif Digunakan, dan Cara Menggunakannya dengan Bijak
“Pelatihan yang cepat pada otak jarang membantu dengan sendirinya,” kata Tipton. Konteks yang kamu punya juga penting,mengubah pendekatan mental mungkin tidak akan membantu dalam bekerja jika atasan kamu juga tidak percaya pada perubahan yang didorong oleh diri sendiri.
Dalam hal ini, mungkin kamu akan mendapat manfaat lebih banyak jika berbincang secara jujur dengan mereka tentang ekspektasi.
kamu juga memerlukan akses terhadap sumber daya finansial, mental, dan emosional. Kelas membutuhkan biaya, pekerjaan pengembangan diri membutuhkan waktu dan energi. Tipton mengatakan, “ini seperti mempelajari olahraga baru. Jika kamu seorang pemain tenis baru, kamu perlu mencari lapangan, mendapatkan keanggotaan, dan membeli raket sebelum melakukan banyak hal lainnya,”
“Saat orang berbicara tentang growth mindset, mereka seringkali membicarakannya seolah-olah itu hanya tentang pola pikir, sikap, dan keyakinan. Bukan tindakan dan perilaku,” katanya.
Bahkan, Dweck mengatakan “kebanyakan orang mungkin salah memahami teorinya. Percaya saja bahwa kamu bisa meningkatkan sesuatu tidak secara otomatis, membuat kamu lebih baik dalam hal itu,” tulisnya dalam esai tahun 2015.
“Growth mindset bukan hanya tentang usaha,” tulis Dweck, “orang perlu mencoba strategi baru dan mencari masukan dari orang lain ketika mereka mengalami kebuntuan. Mereka memerlukan serangkaian pendekatan, bukan sekadar upaya, untuk belajar dan berkembang.”