Rupiah Masih Jeblok, Sri Mulyani Tak Cemas

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi rupiah berada dalam posisi yang relatif baik, di mana depresiasinya hanya 0,7 persen secara Year to Date (YTD).

oleh Tira Santia diperbarui 25 Okt 2023, 16:20 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi rupiah berada dalam posisi yang relatif baik, di mana depresiasinya hanya 0,7 persen secara Year to Date (YTD). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar atau kurs rupiah loyo pada Rabu pagi. Rupiah melemah sebesar 0,13 persen atau 21 poin menjadi 15.870 per dolar AS dari sebelumnya 15.849 per dolar AS.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sebetulnya kondisi rupiah berada dalam posisi yang relatif baik, depresiasinya hanya 0,7 persen secara Year to Date (YTD).

"Dengan capital outflow yang cukup terjadi pada bulan September-Oktober ini maka kita lihat pergerakan nilai tukar kita sebetulnya rupiah kita dalam posisi yang relatif baik depresiasinya," kata Sri Mulyani dalam konferensi Pers APBN KiTa Oktober, Rabu (25/10/2023). 

Pelemahan Rupiah

Menurutnya, banyak masyarakat Indonesia yang melihat pelemahan rupiah itu dari nominalnya terhadap US Dollar. Padahal, jika dilihat dari pergerakan nilai tukar secara ytd, depresiasinya hanya 0,7 persen.

"Meskipun orang Indonesia lihatnya nominal. Kalau kita lihat pergerakan nilai tukar year to date depresiasiny di 0,7 persen. Jadi, penyebabnya mungkin bukan rupiahnya tapi mungkin dollarnya yang menguat," ujarnya.

Alhasil dengan menguatnya US Dollar tersebut membuat banyak mata uang beberapa negara mengalami pelemahan


Rupiah Masih Loyo Hari Ini, Dipatok 15.870 per USD

Tumpukan mata uang Rupiah, Jakarta, Kamis (16/7/2020). Bank Indonesia mencatat nilai tukar Rupiah tetap terkendali sesuai dengan fundamental. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong memperkirakan rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang rebound pasca data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS lebih baik dari perkiraan.

"Data PMI AS 50,0 (dengan) ekspektasi 49,5," kata dia dikutip dari Antara, Rabu (25/10/2023).

Perang Israel vs Hamas Palestina

Menurut dia, perang antara Israel dengan Hamas (kelompok pejuang kemerdekaan Palestina) masih akan terus mempengaruhi nilai tukar mata uang. Namun, untuk hari ini, investor mengalihkan perhatian pada data ekonomi AS dan pidato Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell

Pada Kamis (26/10), investor tertuju pada data Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal III/20230 yang diperkirakan akan tumbuh kuat 4,3 persen.

Memasuki Jumat (27/10), data inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index AS diprediksi meningkat 0,3 persen month to month (MoM) dan 3,7 persen year on year (YoY).

"Investor mengantisipasi apabila Powell akan kembali bernada hawkish seperti minggu lalu. Pidato ini adalah yang terakhir bagi The Fed sebelum periode lockdown menjelang FOMC (Federal Open Market Committee) minggu depan," ucap Lukman.

Pada perdagangan hari ini, dia memprediksi kisaran nilai tukar rupiah di antar 15.850-15.950 per dolar AS.

 


Penyebab Rupiah Melemah terhadap Dolar AS, hingga Dampak ke Ekonomi

Pegawai memperlihatkan mata uang rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.616 per dolar AS pada Kamis (5/1) sore ini. Mata uang Garuda melemah 34 poin atau minus 0,22 persen dari perdagangan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah hingga sempat sentuh 15.900. Ekonom menilai, pelemahan rupiah didorong sentimen eksternal seiring suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) diprediksi tetap tinggi sehingga memicu aksi jual di pasar saham dan obligasi.

Berdasarkan kurs Jisdor Bank Indonesia, rupiah sempat sentuh 15.943 terhadap dolar Amerika Serikat pada Senin, 23 Oktober 2023. Rupiah kembali naik 0,4 persen ke posisi 15.869 pada Selasa, 24 Oktober 2023.

Ekonom BCA David Sumual menuturkan, penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa pekan ini seiring imbal hasil obligasi AS yang merosot menjadi di bawah 5 persen. Sebelumnya imbal hasil obligasi pemerintah AS sempat tembus 5 persen.

Selain itu, menurut David, pernyataan pejabat the Fed yang sedikit dovish mengenai suku bunga juga mempengaruhi rupiah. Namun, pelaku pasar masih melihat kenaikan suku bunga mencapai 30 persen pada November 2023. “Tapi itu tergantung data ekonomi,” ujar David saat dihubungi Liputan6.com.

Rupiah meski menguat terhadap dolar AS pada Selasa pekan ini, tapi cenderung melemah sejak 16 Oktober 2023. Kurs Jisdor BI menunjukkan rupiah sentuh 15.716 per dolar AS menjadi 15.869 per dolar AS, atau alami pelemahan sekitar 0,97 persen.

Namun, David menilai pelemahan rupiah tidak terlalu dalam dibandingkan mata uang negara lainnya di Asia secara year to date. “Won Korea Selatan turun 7 persen, Yuan China juga 7 persen terhadap dolar AS. Demikian yen. Rupiah (turun-red) 3-4 persen terhadap dolar AS. Rupiah masih lebih baik dibandingkan negara lain. Ringgit Malaysia sudah turun 7 persen,” kata dia.

David mengatakan, rupiah melemah terhadap dolar AS didorong aksi jual saham oleh investor asing di pasar modal Indonesia. Aksi jual saham itu terjadi sejak Juli 2023. Hingga penutupan perdagangan Senin, 23 Oktober 2023, aksi jual saham oleh investor asing mencapai Rp 9,08 triliun.

“Di pasar saham sudah negatif. (Dana investor asing-red) sudah keluar sekitar Rp 8,9 triliun dan bond Rp 49 triliun, sebelumnya sampai Rp 70 triliun,” kata dia.

 


Imbas Aksi Jual di Pasar Saham

Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

David menambahkan, aksi jual saham oleh investor asing yang terjadi di pasar saham dan obligasi tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga China. Aksi jual oleh investor asing itu terjadi lantaran pelaku pasar yakin the Fed pertahankan suku bunga tinggi untuk waktu lebih lama atau higher longer.

"Suku bunga the Fed tinggi bisa sampai 2024, belum ada tanda turun. The Fed ingin inflasi turun tapi harga minyak terus naik,” kata dia.

Hal senada dikatakan Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana. Ia menuturkan, rupiah melemah terhadap dolar AS lantaran indeks dolar AS yang menguat karena the Fed memberikan sinyal hawkish menurunkan inflasi menjadi 2 persen.

Herditya mengatakan, rupiah yang lesu dapat berdampak terhadap barang impor karena harga akan naik dan terjadi inflasi.

David menuturkan, rupiah melemah memiliki dua sisi. Pertama akan berdampak terhadap importir karena barang lebih mahal sehingga akan berdampak terhadap harga jual. Kedua, dampak positifnya akan mendorong importir mulai memesan barang seiring pelemahan rupiah masih terbatas.

“Jadi mereka stok barang (antisipasi-red) jika rupiah masih terus melemah. Ini dorong kredit modal kerja,” ujar dia.

Infografis Nilai Tukar Rupiah (Liputan6.com/Trie Yas)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya