Ini Cara Berbeda Membesarkan Anak Ala Orang Tua di Jepang

Shokuiku mendorong orang tua dan sekolah untuk mengajarkan anak-anak dari mana makanan mereka berasal dan bagaimana makanan tersebut mempengaruhi pikiran dan tubuh.

oleh Vatrischa Putri Nur Sutrisno diperbarui 01 Nov 2023, 08:00 WIB
Ilustrasi Ibu dan anak Jepang selfie saat pembuatan moci. Sang anak terlihat menggemaskan dengan bubuk moci di hidungnya. (Instagram/@kimono_mom)

Liputan6.com, Jakarta - Pada tahun 1896, dokter dan apoteker perintis Sagen Ishizuka menciptakan filosofi Jepang yang disebut "shokuiku". Filosofi ini berasal dari dua kata yang berarti "makan" dan "tumbuh".

Shokuiku mendorong orang tua dan sekolah untuk mengajarkan anak-anak dari mana makanan mereka berasal dan bagaimana makanan tersebut mempengaruhi pikiran dan tubuh.

Konsep ini telah menjadi bagian integral dari budaya Jepang, dan ini adalah alasan utama mengapa ibu di Jepang menjadi rumah bagi beberapa anak tersehat di dunia.

Menurut UNICEF, di antara 41 negara maju di Uni Eropa dan OECD, Jepang adalah satu-satunya negara yang memiliki kurang dari satu dari lima anak yang kelebihan berat badan.

Seorang ibu yang membesarkan anak perempuan di Jepang, membeberkan cara yang dilakukan oleh orang tua di Jepang untuk membesarkan anak yang bahagia dan suka berpetualang. Berikut penjelasannya, melansir laman CNBC, Rabu (1/11/2023).

1. Mereka menerapkan shokuiku sejak dini

Dokter Jepang sering menganjurkan para ibu yang sedang mengandung untuk menerapkan pola makan seimbang yang disebut "ichijū-sansai".

Makanan ini terdiri dari semangkuk nasi dan sup miso, disertai dengan hidangan yang berfokus pada protein, dan dua sisi sayuran (seperti rumput laut atau jamur) untuk mendapatkan vitamin, mineral, dan serat yang cukup.

Seiring bertambahnya usia, anak-anak mulai belajar tentang kebiasaan makan yang sehat. Pada tahun 2005, pemerintah Jepang mengesahkan Undang-Undang Dasar Shokuiku untuk mempromosikan shokuiku.

Beberapa prasekolah menyuruh anak-anak memanen sayuran untuk makan siang, sementara di sekolah dasar, mereka belajar tentang pertanian yang menghasilkan sayuran, ikan, dan makanan lainnya.

 


2. Mereka melakukan percakapan dengan kotak bento

Bola-bola ayam. (dok. foto Yuwita Dewii/LocknLock)

Lebih dari 95% sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Jepang memiliki sistem makan siang di sekolah. Makanan direncanakan oleh ahli gizi, dan siswa berperan aktif dalam proses penyajian makan siang.

Meskipun banyak sekolah yang juga menyediakan makan siang, makan siang bento buatan sendiri dapat memainkan peran penting dalam mempromosikan shokuiku.

Guru taman kanak-kanak putri meminta murid-muridnya untuk membicarakan apa yang ada di dalam kotak bento masing-masing. Hal ini membuat waktu makan siang menjadi menyenangkan, dan anak-anak merasa terdorong untuk mencoba makanan baru atau bahkan mengungkapkan ketidaksukaan mereka terhadap makanan tertentu ketika mereka menemukan makanan tersebut di dalam kotak bento milik temannya.

Memilih makan siang bento daripada makanan cepat saji juga memungkinkan anak-anak untuk mendapatkan porsi yang konsisten dari sayuran dan buah-buahan musiman, sambil menghindari makanan berlemak tinggi dan bahan tambahan makanan.

Makanan yang disajikan biasanya terbuat dari bahan-bahan lokal yang segar, seperti ikan panggang dengan jagung manis dan pokcoy, disajikan dengan sup dan sekotak susu.


3. Mereka memasak makanan kaya nutrisi secara bertahap

Seorang ibu di Jepang menemukan bahwa menyiapkan acar buatan sendiri yang sederhana dan membekukan sayuran dan buah-buahan bergizi lainnya secara bertahap akan memudahkan kegiatan memasak sehari-hari.

Ketika putrinya mulai masuk taman kanak-kanak, awalnya ia kesulitan dengan beberapa peraturan di sekolah yang tidak memperbolehkan membawa makanan ringan yang tinggi gula atau lemak, seperti keripik dan biskuit, atau kafein.

Namun, dengan trik-trik kecil, seperti menyimpan cadangan makanan dengan porsi yang cukup, saya dapat menyiapkan makan siang yang kaya nutrisi untuknya, bahkan ketika produk segar di rumah tidak tersedia.

4. Mereka memilih air putih atau teh daripada soda

Seorang ibu di Jepang ini tidak membatasi akses putrinya untuk minum jus buah dan sesekali minum minuman bersoda. Tapi menurut putrinya, soda itu "tidak baik", jadi saya mungkin beruntung karena putrinya berpikiran seperti itu.

Sejak awal, ia memperkenalkan putrinya pada teh jelai yang kaya akan mineral tanpa kafein. Ini adalah pilihan yang populer di kalangan orang Jepang dari segala usia, dan merupakan alternatif yang bagus untuk teh manis dan minuman berperisa yang dibeli di toko. Ini juga membantu Anda mengurangi asupan kalori harian.

Cara lain yang ia terapkan untuk menerapkan shokuiku di rumah adalah dengan membuat smoothie dengan buah segar dan yogurt bersama putrinya.

Mereka akan berbicara tentang bagaimana buah itu tumbuh dan dari mana asalnya. Pengalaman seperti ini akan membawa kebiasaan makan sehatnya hari ini hingga ke masa depannya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya