Liputan6.com, Serang - Uang salah satu bank pelat merah sebesar Rp5,1 miliar dibobol pasangan suami istri. Mereka mempunyai peran masing-masing dalam menjalankan aksi pembobolan bank itu.
Sang istri, FRW, yang menjabat sebagai Prioritas Banking Officer (PBO) di bank tersebut, bertugas memuluskan proses adminstrasi. Sedangkan suaminya, HS, menyediakan KTP palsu dan menyediakan uang Rp500 juta untuk membuka rekening nasabah prioritas.
Advertisement
"Dia (FRW) PBO, yang ngurusi nasabah prioritas itu, sehingga dengan kedudukannya itu dia bisa membobol itu. Suami nya swasta. Tapi yang memasok identitas palsu itu suaminya," ujar Didik Farkhan, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Kamis (26/10/2023).
Suami istri itu melancarkan aksinya membobol bank berlangsung sejak 2020 hingga 2021. Modus yang dilakukan menggunakan identitas palsu untuk membuka rekening di bank negara tersebut.
Karena menjadi nasabah prioritas, nasabah palsu itu mendapatkan kartu kredit yang digunakan FRW dan HS untuk berbelanja tas mewah dan kebutuhan lainnya.
"Kartu kredit kan dibelanjakan ya, kemudian beli tas, konsumsi pribadi. Kan tidak menutup kemungkinan dia beli tas branded di jual lagi, bisa jadi," terangnya.
41 KTP Palsu
HS menyerahkan identitas palsu serta uang Rp500 juta ke istri nya, FRW, untuk membuka tabungan dan menjadi nasabah prioritas di bank BUMN tersebut.
Saat ditangkap, HS sendiri memiliki 10 identitas berbeda dengan foto pelaku sendiri. Setelah digeledah, Kejati Banten menyita 41 KTP palsu.
Kejari Banten juga menyita dua kendaraan merah milik suami istri tersebut. Untuk kepentingan penyidikan, HS dan FRW di tahan di Rutan Klas IIB Serang selama 20 hari kedepan.
"Dia dapet kartu kredit, kemudian Rp500 diambil, buka lagi, atas nama orang lagi, dan seterusnya. Kemudian kartu kredit itu dia gunakan, ada yang Rp200 juta, Rp300 juta, sehingga total kerugian negara adalah Rp5,1 miliar. Yang digunakan adalah 41 KTP fiktif," jelasnya.
Kemungkinan besar, kedua pelaku membuat secara acak nama dan nomor KTP palsu, sebagai syarat pembuatan rekening. Hal tersebut masih di dalami Kejati Banten.
Didik berharap kedepannya, pembuatan rekening sudah terintegrasi dengan Disdukcapil, sehingga bisa memvalidasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) nya.
"Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 dan serta Pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah Undang-undang tahun 2021, karena dua orang, ada junctonya, Pasal 55 KUHP," tuturnya.
Advertisement