Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencermati keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali mengerek suku bunga acuan atau BI Rate ke level 6 persen akan memberikan dampak terhadap minat investor untuk melakukan investasi ke pasar modal Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, kenaikan suku bunga acuan BI tersebut berdampak terhadap minat investor untuk berinvestasi ke pasar modal Indonesia.
Advertisement
"Tentunya ada sedikit koreksi ya, per 23 Oktober, indeks mengalami koreksi tercatat 6.741 atau koreksi sebesar 1,6 persen year to date (ytd)," kata Inarno dalam Opening Ceremony Capital Market Summit and Expo (CMSE) 2023 di Main Hall BEI, Kamis (26/10/2023).
Dengan demikian, ia menyarankan agar para investor memperkuat pemahaman terkait ekonomi global yang dapat berdampak terhadap kinerja perusahaan dan harga saham.
Selain itu, OJK juga terus memantau kondisi perekonomian dan pasar modal Indonesia. Jika diperlukan, otoritas akan mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Sebagai informasi, pertumbuhan investor hingga 19 Oktober 2023 telah mencapai 11,83 juta investor atau SID. Angka itu meningkat 4 kali lipat dalam lima tahun terakhir, mayoritas masih didominasi milenial dan generasi Z (Gen Z) di bawah 30 tahun dengan persentase sebesar 57,4 persen. Sedangkan, hingga saat ini penghimpunan pasar melebihi Rp 200 triliun.
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin menjadi 6 persen dari sebelumnya sebesar 5,75 persen.
"Rapat RDG Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers, Kamis, 19 Oktober 2023.
Sama halnya dengan BI7DRR, suku bunga Deposit Facility juga dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen dari sebelumnya 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75 persen dari sebelumnya 6,50 persen.
Alasan Kenaikan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
Perry menegaskan, kenaikan tersebut untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkat tingginya ktidakpastian global, sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor.
"Sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1 persen pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024," ujarnya.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar diperkuat dengan efektivitas implementasi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan menurunkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial untuk mendorong kredit pembiayaan lebih lanjut bagi pertumbuhan ekonomi nasioanl.
Demikian pula, digitalisasi sistem pembayaran terus ditingkatkan untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Advertisement
Kebijakan Makro Prudensial
Sebelumnya diberitakan, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI atau BI 7-Day Reserve Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,0 persen. Selain itu, duku bunga Deposit Facility juga naik masing-masing sebesar sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 6,0 persen, suku bunga Deposit Facility juga naik masing-masing sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (19/10).
Perry mengatakan, kebijakan menaikkan suku bunga acuan ini untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global. Mengingat, situasi ini justru menguntungkan mata uang Dolar Amerika (AS) yang justru mengalami tren penguatan terhadap mata uang dunia, termasuk Rupiah.
Selain itu, keputusan ini sebagai konsistensi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap rendah dan terkendali. Pemerintah menargetkan inflasi tahun 2023 dan 2024 dalam kisaran sasaran 3,0 plus minus 1 persen.
Kebijakan MakroprudensialDi sisi lain, BI juga memperkuat kebijakan makroprudensial longgar dengan efektivitas implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) untuk mendorong kredit/pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
BI juga berkomitmen untuk memperluas transaksi digitalisasi sistem pembayaran terus diakselerasi untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital. Termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
"Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Perry mengakhiri.
Tak Sesuai Prediksi
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi Bank Indonesia akan menjaga suku bunga kebijakan guna menjaga stabilitas rupiah.
"Kami memperkirakan BI akan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) pada level 5,75 persen dalam RDG bulan Oktober 2023," kata Josua Pardede kepada Liputan6.com, Kamis (19/10/2023).
Menurutnya, meskipun tingkat inflasi telah berada dalam kisaran target 2-4 persen dan surplus perdagangan berlanjut, ia melihat bahwa BI masih perlu mempertahankan suku bunga BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
Hal ini dikarena ketidakpastian mengenai arah Fed Funds Rate (FFR) masih menjadi risiko utama bagi pasar keuangan global, terutama setelah indikator ekonomi AS yang paling baru tetap solid dan konflik Israel-Hamas semakin memburuk, sehingga meningkatkan harga minyak global dan risiko inflasi (menaikkan risiko "higher-for-longer".
"Sebagaimana BI telah menyatakan bahwa mereka telah mengantisipasi the Fed akan menaikkan suku bunga acuannya hingga 5,75 persen (satu kenaikan lagi sebesar 25bps dalam sisa tahun 2023), kami melihat bahwa kondisi saat ini masih berada dalam toleransi BI," ujarnya.
Advertisement