Asosiasi Petani Tembakau Sebut RPP Kesehatan Terkesan Dipaksakan, Ini Alasannya

Ketua Umum Dewan Pimpinan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Pamudji menyatakan proses pembahasan RPP Kesehatan yang ada saat ini terkesan dipaksakan untuk diterima.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Okt 2023, 22:50 WIB
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau di pabrik rokok di Jember (13/2/2012). (AFP / ARIMAC WILANDER)

Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan dinilai tidak memberikan ruang partisipasi bagi para petani tembakau. Ketua Umum Dewan Pimpinan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Pamudji menyatakan proses pembahasan RPP Kesehatan yang ada saat ini terkesan dipaksakan untuk diterima.

"Pasal-pasal (tembakau) itu sepertinya terselubung. Pasal-pasal yang terkait dengan pertembakauan tidak disosialisasikan sebelum RPP itu ada. Semestinya sejak dari wacana, paling tidak melibatkan semua stakeholders yang terkait. Di situ kami petani tembakau tidak dilibatkan dari awal ketika pemerintah mengusulkan RPP Kesehatan," kata Agus.

Saat ini pemerintah, yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) , sedang menyusun draf RPP Omnibus Kesehatan yang akan mengatur semua poin-poin aturan turunan yang ada dalam UU Kesehatan. Dalam draf RPP Kesehatan, pemerintah berupaya memperketat larangan distribusi produk tembakau, misalnya dengan tidak boleh menampilkan produk pada toko retail, dan tidak boleh beriklan secara daring.

Agus mengaku pernah mengikuti rapat sosialisasi RPP Kesehatan, tetapi Ia melihat minim sekali partisipasi dari pihak ekosistem pertembakauan yang dilibatkan. Ia sangat menyayangkan hal itu, karena semestinya bila membahas tembakau dan kesehatan, pembahasannya harus lintas kementerian.

"Saya pernah diundang (diskusi), kemudian saya melihat bahwa ini dipaksakan. Ini bukan musyawarah untuk menciptakan solusi, tapi ini kelihatannya kekuasaan yang memang digunakan agar orang itu dipaksa untuk mau, gak ada pilihan lain," kata Agus. 

Di sisi lain, Agus mengingatkan jumlah pelaku ekonomi di industri tembakau sangatlah besar. Untuk petani saja, jumlahnya sekitar 3,1 juta orang, belum termasuk buruh tani. Hal ini belum menghitung pekerja dari sektor pendukung lain seperti buruh angkut, sopir truk, dan lain-lain.

Agus menggarisbawahi bahwa perputaran ekonomi dari sektor tembakau sangat besar di tingkat masyarakat bawah.

"Kalau sebelum dibikin aturan-aturan yang mengebiri pertembakauan, ini (sektor tembakau) sangat signifikan, karena tembakau ketika panen bisa menunjang masa depan para petani tembakau, anak-anak untuk sekolah, dan ekonomi keluarga," kata Agus.

Pada saat yang sama, industri tembakau saat ini sedang mengalami penurunan yang tajam selama 10 tahun ke belakang. Agus merasa bahwa kesejahteraan para petani yang menjual tanaman tembakau terus menurun. Hal ini juga linear dengan penurunan produksi legal dari produk rokok, yang juga diikuti oleh penurunan angka prevalensi perokok dewasa selama 5 tahun terakhir menurut data BPS.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya