Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menghadiri pertemuan para pemimpin negara di APEC Economic Leaders’ Meeting di San Francisco Amerika Serikat pada 11-17 November 2023. Pertemuan ini bisa dimanfaatkan oleh Jokowi untuk melakukan diplomasi ke negara-negara anggota APEC lainnya mengenai perdagangan kelapa sawit.
"Diplomasi ini diperlukan agar kebijakan ekspor komoditas kelapa sawit dan produk turunannya yang diambil oleh APEC berlandaskan dimensi ekonomi yang berkeadilan dan bentuk diversifikasi perdagangan kelapa sawit Indonesia ke pasar Asia-Pasifik," ujar Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional dan juga Guru Besar Universitas Tarumanegara Ariawan Gunadi, dikutip dari keterangan tertulis, ini di Jakarta, Sabtu (28/10/2023).
Advertisement
Lebih lanjut Ariawan mengatakan minyak sawit mentah atau crude palm oil/CPO merupakan produk unggulan Indonesia yang harus diperjuangkan agar dapat masuk ke dalam daftar produk ramah lingkungan APEC (APEC list of environmental goods).
"Apabila diplomasi Pemerintah Indonesia berhasil maka hal ini dapat menjadi katalisator positif bagi industri kelapa sawit dalam negeri dan menunjukkan bahwa komoditas kelapa sawit Indonesia yang selama ini dianggap faktor deforestasi merupakan produk yang ramah lingkungan atau eco friendly," sambungnya.
Menurut Ariawan, pemerintah Indonesia juga harus merangkul negara-negara anggota APEC sesama pengekspor minyak sawit untuk memperkuat kerja sama dan mengambil langkah-langkah yang proaktif dalam mengatasi konsekuensi dari kebijakan politik dagang EUDR (European Union Deforestation Regulation). Kolaborasi ini tidak hanya akan memperkuat solidaritas, tetapi juga membantu menciptakan strategi bersama yang dapat meminimalkan dampak kerugian yang dihasilkan.
"Dengan pendekatan kolaboratif yang kuat, maka negara-negara anggota APEC dapat mencari solusi yang berkelanjutan dan mengembangkan inklusivitas di sektor industri kelapa sawit," tandas Ariawan.
Dihadiri 21 Negara Anggota
Seperti diketahui Presiden Jokowi akan bertolak ke Amerika Serikat untuk menghadiri APEC Economic Leaders’ Meeting yang bertemakan 'Creating a Resilient and Sustainable Future for All' dan diselenggarakan di San Francisco pada tanggal 11-17 November.
Kegiatan ini merupakan forum kerja sama ekonomi regional yang terdiri dari 21 negara anggota di wilayah Asia Pasifik yang bertujuan untuk mendorong perdagangan dan investasi yang bebas, adil, dan terbuka serta memajukan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Ketuanrumahan Amerika Serikat dalam APEC tahun ini akan mengangkat isu keberlanjutan dan inklusivitas dengan membahas 3 agenda prioritas. Agenda pertama yang akan dibahas adalah Keterhubungan (Interconnected). Negara kawasan anggota APEC perlu untuk bersatu padu dalam membangun kawasan Asia-Pasifik yang berketahanan dan saling terhubung guna memajukan kesejahteraan ekonomi.
Hal ini dapat diwujudkan melalui peningkatan infrastruktur, perjanjian perdagangan, dan integrasi ekonomi untuk menciptakan jaringan ekonomi yang lebih kuat di kawasan Asia-Pasifik.
Selain itu, implementasi Free Trade Area of Asia-Pacific yang lebih menekankan perdagangan yang berkeadilan dan balancing position antar negara anggota APEC dengan menghilangkan hambatan perdagangan dan merujuk kepada Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) juga dapat mendukung connectivity dan pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan.
Advertisement
Agenda Kedua
Agenda kedua dalam KTT APEC Summit kali ini adalah Inovasi (Innovative). Inovasi merupakan aspek penting dalam mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan khususnya di era ekonomi digital saat ini. Terakhir, agenda yang dibahas adalah Inklusivitas (Inclusive).
Hal ini mencerminkan komitmen untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi dan peluang di kawasan APEC terbuka bagi semua pihak, termasuk kelompok yang lebih rentan. Hal ini sejalan dengan pandangan dari Frank J. Garcia yang menekankan kesetaraan hak moral, perlindungan HAM, dan mengutamakan negara dengan ekonomi terbelakang harus menjadi faktor utama dalam perdagangan internasional.
Fokus pada inklusivitas bisa mencakup upaya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi, mempromosikan akses yang lebih adil terhadap peluang ekonomi, dan memperkuat perlindungan sosial.