Yahudi Amerika Bertaruh Mahal atas Sikap Pro-Palestina

Beberapa orang Yahudi mengaku menuai permusuhan dari komunitas mereka sendiri sebagai balasan berpartisipasi dalam aksi Pro-Palestina.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 30 Okt 2023, 07:06 WIB
Seorang anak Palestina yang terluka, menangis dan berpegangan pada orang dewasa yang menggendongnya ke rumah sakit. (AP Photo/Abed Khaled)

Liputan6.com, Washington - Akhir pekan lalu, Ally "diusir" dari makan malam keluarga pada Hari Sabat. Ally berusia 21 tahun dan berasal dari New York, Amerika Serikat.

"Ayah saya adalah seorang zionis yang setia. Dia bilang, 'Sebaiknya kamu tidak ikut aksi protes'," tutur Ally, seperti dilansir NPR, Senin (30/10/2023).

Bertentangan dengan pesan sang ayah, Ally berpartisipasi dalam banyak demonstrasi pro-Palestina.

"Dia (ayahnya) kemudian bilang, 'Saya tidak ingin kamu ada di rumah saya. Kamu tidak diterima di meja makan ini'," kata Ally.

Ally, yang meminta tidak disebutkan namanya karena fenomena pelecehan yang marak berlangsung, memiliki keluarga di Israel. Beberapa, saat ini berada di Angkatan Pertahanan Israel (IDF).

Sejak perang Hamas Vs Israel dimulai pada 7 Oktober - yang diawali serangan Hamas ke Israel selatan, aksi protes pecah di berbagai tempat yang menuntut gencatan senjata segera. Banyak orang Yahudi-Amerika bergabung.

Beberapa mengatakan menuai permusuhan dari komunitas mereka sendiri sebagai balasan berpartisipasi dalam aksi tersebut. Ally adalah seorang mahasiswa di Universitas Columbia dan merupakan bagian dari Suara Yahudi untuk Perdamaian atau Jewish Voice for Peace, yang secara vokal menuntut gencatan senjata di Gaza.

Apa yang diinginkan Ally, selain gencatan senjata, adalah mengatasi pelanggaran hak asasi manusia yang dialami warga Palestina selama bertahun-tahun.

"Posisi saya sebagai seorang Yahudi adalah selalu menjadi tanggung jawab kami, sesuai dengan agama kami, untuk membela semua orang yang menjadi sasaran, semua orang yang tertindas, semua orang yang menghadapi kekerasan. Karena sebagai masyarakat, kami telah dianiaya begitu lama," tegasnya.

Dalam beberapa hari terakhir, Ally mengakui bahwa perasaannya tidak memiliki tempat.

"Saya pernah diludahi di kampus karena memakai keffiyeh. Saya telah menerima banyak ancaman pembunuhan. Dan itu menjadi sangat menakutkan karena tempat di mana saya seharusnya merasa aman mengamalkan keyakinan dan budaya saya di kampus sekarang adalah tempat di mana saya tidak diterima," tutur Ally.

NPR melaporkan bahwa sejumlah orang Yahudi yang dihubunginya memiliki kekhawatiran serupa Ally, yakni mengungkapkan keyakinan yang berlawanan akan menimbulkan konsekuensi serius dalam kehidupan nyata.


Pergeseran Pandangan Politik

Orang-orang melambaikan bendera Palestina selama protes untuk mengekspresikan solidaritas mereka terhadap Gaza di ibu kota Tunisia, Tunis, pada 21 Oktober 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. (FETHI BELAID / AFP)

Rabi Ari-Lev Fornari, yang juga dari Jewish Voice for Peace, menuturkan bahwa akhir-akhir ini, dia mendengar banyak argumen seperti yang terjadi di meja makan Ally.

"Saya tidak mengenal satu orangpun di komunitas saya yang tidak pernah bertengkar dengan anggota keluarganya dalam dua pekan terakhir - merujuk pada periode pecahnya perang Hamas Vs Israel," ujar Fornari.

Dia mengatakan bahwa beberapa dari perbedaan pendapat tersebut bersifat turun-temurun. Kelompok-kelompok seperti Suara Yahudi untuk Perdamaian condong ke generasi muda, yang mencerminkan adanya pergeseran dalam pandangan politik Yahudi Amerika.

Pada saat bersamaan, faktanya, pemerintah Israel di bawah rezim Benjamin Netanyahu berhaluan semakin kanan, sesuatu yang dirasa tidak sesuai dengan banyak generasi muda Yahudi liberal.

"Komunitas arus utama Yahudi benar-benar bersatu dalam satu pesan solidaritas dengan Israel dan dukungan terhadap respons militer terhadap Hamas. Jadi, satu-satunya jalan keluar bagi kaum Yahudi Amerika yang menentang hal tersebut atau yang menyerukan gencatan senjata adalah gerakan-gerakan yang dipimpin oleh para pemuda," ungkap Arno Rosenfeld yang menulis untuk publikasi Yahudi-Amerika, The Forward.

Rosenfeld juga mengatakan banyak orang Yahudi liberal yang merasakan "tunawisma politik" karena sinagoge-sinagoge mereka mengabaikan kepedulian terhadap warga sipil Palestina.


Persoalan Generasi

Para pengunjuk rasa memegang spanduk dan bendera saat mereka berkumpul untuk unjuk rasa pro-Palestina di Roma, Italia, Sabtu, 21 Oktober 2023. (AP Photo/Gregorio Borgia)

Essie, seorang remaja Yahudi di Bay Area, yang meminta agar nama belakangnya dirahasiakan mengatakan bahwa dia bertanya-tanya apa dampak dari bersuara lantang.

Dia baru-baru ini menulis dukungan via X alias Twitter terhadap siswa sekolah menengah yang melakukan protes Pro-Palestina. Tulisannya kemudian menjadi viral.

"Saya tidak berpikir itu adalah pernyataan kontroversial yang besar," ungkap Essie. "Saya sedih karena kita tidak bisa melakukan percakapan soal ini tanpa bersikap defensif. Tapi, menurut saya semua orang bereaksi karena kesakitan."

Banyak orang Yahudi mengatakan bahwa sungguh menyakitkan melihat orang Yahudi melakukan protes terhadap Israel saat ini.

Lisa Harris Glass, CEO Rutgers Hillel, sebuah organisasi kampus Yahudi di Universitas Rutgers, merasa bahwa ada masalah generasi yang sedang terjadi.

"Saya lahir pada tahun 1960-an. Kami benar-benar dibesarkan oleh generasi pasca-Holocaust," ujarnya.

Glass memiliki seorang putri, seusia Ally.

"Saya ingat ketika melahirkan anak perempuan saya, memegang tangannya, dan berpikir bahwa ada orang yang ingin membunuhnya karena dia keluar dari rahim Yahudi saya," kata Glass. "Dia terlahir sebagai target. Itulah artinya menjadi seorang Yahudi. Kita harus peduli dengan apa yang terjadi pada Israel. Karena ini seperti ... jaring pengaman Anda."

Meskipun terjadi pergeseran generasi, banyak generasi muda Yahudi Amerika disebut memandang Israel sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari identitas mereka.

Kaitlin Pollack, seorang siswa sekolah menengah di Long Island, mengatakan bahwa dia percaya seluruh fondasi kepercayaan Yahudi secara harfiah didasarkan pada Israel.

"Di sanalah warisan kita berada. Saya punya begitu banyak keluarga di sana, begitu banyak teman yang tinggal di sana," beber Pollack.

Pollack yang berusia 17 tahun mengaku bahwa dia mengamati dengan cermat protes anti-Israel. Dia merasa mereka mempromosikan antisemitisme.


2 Rabi dengan Sikap Berlawanan

Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera dan poster saat demonstrasi pro-Palestina di London, Sabtu, 21 Oktober 2023. (AP Photo/David Cliff)

Rabi David Ingber mengatakan bahwa mayoritas orang yang dikenalnya hidup dengan kesadaran akan ketidakmungkinan menjadi seorang Yahudi pada tahun 2023.

Ingber mengungkapkan kesedihannya atas tewasnya warga sipil dalam perang Hamas Vs Israel, seraya menggemakan posisi banyak orang Yahudi Amerika bahwa Israel membela diri dan karenanya membela orang-orang Yahudi secara keseluruhan. Itulah ketidaksepakatan mendasar dengan kelompok Yahudi yang memprotes Israel.

Sementara itu, Rabi Fornari menegaskan bahwa mengkritik serangan Israel tanpa henti dan tanpa pandang bulu ke Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 8.000 orang hingga hari ini, bukan berarti antisemitisme.

"Jika Anda menyuruh saya menjelaskan apa itu Yudaisme, saya akan memberitahu Anda tikkun olam. Artinya memperbaiki dunia," jelas Fornari.

"Saya tidak ingin menjadi bagian dari Yudaisme yang dimanfaatkan, yang dicatut namanya, untuk membunuh, menduduki, dan memenjarakan jutaan warga Palestina."

Fornari menggarisbawahi bahwa dia memahami ketakutan eksistensial Yahudi. Namun, dia menyatakan tidak ingin menjadi apa yang ditakutinya.

Infografis Hamas-Israel Perang Lagi, Ini Respons Dunia. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya