Respons OJK Terkait Diskon Biaya Transaksi hingga Pajak Karbon

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, pihaknya akan terus meninjau soal insentif bursa karbon.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 30 Okt 2023, 15:14 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023). (Tangkapan layar/Elga N)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut insentif transaksi bursa karbon tidak akan diperpanjang alias akan berakhir pada besok, Selasa, 31 Oktober 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, pihaknya akan terus meninjau soal insentif tersebut.

"Kami terus mereview hal tersebut, kami  akan tetap pada rencaan tidak melanjutkan diskon," kata Inarno  dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).

Meski demikian, OJK masih tetap akan memberikan insentif bagi pengguna jasa sampai dengan September 2024. 

Di sisi lain, terkait perkembangan bursa karbon itu sendiri, sejak diluncurkan pada 26 September 2023, hingga 27 Oktober 2023, tercatat 24 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 464.843 tCO2e (ton setara CO2) dan akumulasi nilai sebesar Rp29,45 miliar, dengan rincian 31,78 persen di Pasar Reguler, 5,48 persen di Pasar Negosiasi dan 62,74 persen di Pasar Lelang. 

“Ke depan, potensi bursa karbon masih sangat besar mempertimbangkan terdapat 3.180 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang ditawarkan,” kata dia. 

Di samping itu, Inarno juga menyebut pihaknya telah membahas soal pajak karbon bersama dengan Kementerian Keuangan, khususnya Badan Kebijakan Fiskal (BKF). 

"Tentunya ini mungkin lebih berwenang Kementerian Keuangan, BKF, tapi tentunya kami juga mensupport terus mendorong terkait pembahasan pajak karbon, minggu lalu kami diskusi dengan BKF soal hal tersebut," kata dia. 


Kinerja Pasar Modal Indonesia Lesu Tersengat Pasar Saham Global

Pekerja tengah melintas di layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya diberitakan, seiring pelemahan pasar saham global, pasar saham Indonesia sampai dengan 27 Oktober 2023 melemah sebesar 2,61 persen month to date (mtd) ke level 6.758,79 dibandingkan September 2023 di level 6.939,89 dengan non-resident mencatatkan outflow sebesar Rp6,37 triliun mtd. Beberapa sektor di IHSG pada Oktober 2023 masih menguat di antaranya sektor infrastruktur dan sektor healthcare. 

Secara year to date (ytd), IHSG tercatat melemah tipis sebesar 1,34 persen dengan non-resident membukukan net sell sebesar Rp11,61 triliun(September 2023: net sell sebesar 5,24 triliun ytd). Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi pasar saham pada Oktober 2023 turun menjadi Rp10,32 triliun mtd dan secara ytd sebesar Rp10,47 triliun.

"Sejalan dengan pergerakan global, pasar SBN per 26 Oktober 2023 membukukan outflow investor asing sebesar Rp 13,63 triliun mtd sehingga mendorong kenaikan yield SBN rata-rata sebesar 40,86 bps mtd di seluruh tenor. Secara ytd, yield SBN naik rata-rata sebesar 25,48 bps di seluruh tenor dengan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp47,19 triliun ytd,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).

 

 


Penghimpunan Dana di Pasar Modal Masih Tinggi

Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Perdagangan bursa saham 2018 dibuka pada level 6.366 poin, angka tersebut naik 11 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI pada 27 Oktober 2023 melemah 1,38 persen mtd namun secara ytd masih menguat 4,45 persen ke level 360,12. Untuk pasar obligasi korporasi, aliran dana keluar investor non-resident tercatat sebesar Rp842,83 miliar mtd, dan secara ytd masih tercatat outflow Rp1,67 triliun.

Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) pengelolaan investasi per 25 Oktober 2023 tercatat sebesar Rp 824,24 triliun (turun 0,40 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp 499,54 triliun atau turun 1,33 persen (mtd). Namun, investor Reksa Dana masih membukukan net subscription sebesar Rp5,18 triliun (mtd). Secara Ytd, NAB meningkat 1,05 persen dan tercatat net subscription sebesar Rp13,12 triliun.

Penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi yaitu tercatat sebesar Rp 204,14 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 68 emiten hingga 27 Oktober 2023. Penghimpunan dana per Oktober Ini telah memenuhi capaian target di tahun 2023. 

Sementara itu, pipeline penawaran umum masih terdapat 97 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 54,48 triliun yang diantaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 65 perusahaan.

 


Pengguna Jasa

Pekerja beraktivitas di BEI, Jakarta, Selasa (4/4). Sebelumnya, Indeks harga saham gabungan (IHSG) menembus level 5.600 pada penutupan perdagangan pertama bulan ini, Senin (3/4/2017). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sedangkan untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding(SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 27 Oktober 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 467 Penerbit, 164.210 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,01 triliun.

Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, hingga 27 Oktober 2023, tercatat 24 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 464.843 tCO2e dan akumulasi nilai sebesar Rp29,45 miliar, dengan rincian 31,78 persen di Pasar Reguler, 5,48 persen di Pasar Negosiasi dan 62,74 persen di Pasar Lelang. 

Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, hingga 27 Oktober 2023, tercatat 24 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 464.843 tCO2e (ton setara CO2) dan akumulasi nilai sebesar Rp29,45 miliar, dengan rincian 31,78 persen di Pasar Reguler, 5,48 persen di Pasar Negosiasi dan 62,74 persen di Pasar Lelang. 

"Ke depan, potensi bursa karbon masih sangat besar mempertimbangkan terdapat 3.180 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang ditawarkan,” tandasnya. 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya