Mengulik Budaya Lokal Uni Emirat Arab di SMCCU Dubai, Salah Satunya Ide Desain Bangunan untuk Dinginkan Ruangan

Paparan tentang budaya lokal Uni Emirat Arab di Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum Centre of Cultural Understanding (SMCCU) akan diberikan sambil menyantap kuliner setempat.

oleh Asnida Riani diperbarui 31 Okt 2023, 07:01 WIB
Sesi makan siang di Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum Centre of Cultural Understanding (SMCCU), Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). (dok. SMCCU)

Liputan6.com, Dubai - Al Fahidi Historical Neighbourhood eksis untuk memamerkan sisi lain Dubai yang tidak hanya soal gedung-gedung pencakar langit. Berjalan di antara bangunan tidak terlalu tinggi sewarna lempung membuat saya menghidupkan imaji akan negeri 1.001 malam.

Memperkuat nuansa itu, saya dan rombongan berkesempatan menyambangi Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum Centre of Cultural Understanding (SMCCU) yang masih berlokasi di area tersebut. Setelah masuk melalui pintu kayu besar, saya semata lega karena bisa menghalau sengatan panas suhu Selasa siang, 24 Oktober 2023, yang mencapai 35 derajat Celcius.

Dengan masih memegang kipas portabel, saya duduk bersama yang lain menunggu sesi "Cultural Meals." Sekitar 15 menit kemudian, kami berpindah ke taman tengah rumah, yang katanya sudah berusia 200 tahun. "Syukurlah sudah ada kanopi," batin saya karena semula berpikir kami akan makan di ruangan semi outdoor.

Setelah dipersilakan melepas sepatu, kami duduk berjajar beralas bantal cukup empuk. Kipas portabel baru saya masukkan kembali ke tas ketika Khawla Al Muflahi, customer service executive SMCCU, memulai sesi di siang itu. Kopi lokal pun tersaji seiring perkenalan di awal program.

"Cultureal Meals" pada dasarnya meliputi program keramahtamahan yang membuat pengunjung bisa menikmati sajian tradisional UEA sambil diperkenalkan pada budaya lokal. Komunikasinya tidak berjalan satu arah, karena ada sesi tanya jawab.

Jamuan makan siang itu dimulai dengan menyajikan kopi lokal. Dibanding kopi Indonesia, kopi UEA berwarna lebih muda, dengan rasa kunyit yang tidak mungkin tidak terasa. Menurut saya, kopinya justru hanya terasa di pangkal lidah, tidak sebegitu kuat.


Tradisi Minum Kopi

Sesi makan siang di Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum Centre of Cultural Understanding (SMCCU), Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). (dok. SMCCU)

Khawla menjelaskan, "Tuan rumah biasanya akan meminum (kopi) terlebih dahulu untuk menunjukkan bahwa itu tidak beracun, tapi jelas, hari ini kita tidak perlu khawatir tentang hal itu. Secara tradisional, kopi disajikan pertama pada orang tertua di ruangan atau yang paling dihormati, lalu bergerak dari kanan ke kiri."

Ia memaparkan bahwa kopi UEA selalu disajikan dalam cangkir kecil dan dituang hanya sampai setengah. "Kami ingin tamu nyaman saat memegang cangkir, karena kalau diisi sampai penuh, jari Anda akan terbakar. Dengan cara ini juga kami memberitahu Anda untuk tinggal lebih lama," ujar dia.

"Karena kopinya sedikit, kami secara tidak langsung memberi tahu Anda bahwa ini tidak cukup. Jadi mintalah kopi lagi pada putaran kedua, ketiga, dan seterusnya," imbuhnya. "Tapi kalau saya mengisi cangkir kopi Anda sampai penuh, itu tandanya cepat minum kopi Anda dan keluar dari rumah saya."  

Dulu, sebut dia, warga setempat mempekerjakan teman tuli untuk menyajikan kopi, terutama saat berdiskusi bisnis atau politik, untuk memastikan tidak ada informasi yang bocor. "Tapi sekarang, orang yang menyajikan kopi adalah pria termuda di ruangan. Jadi, perempuan tidak melayani laki-laki, tapi laki-laki bisa melayani perempuan," paparnya.

Ia juga menjelaskan gestur terkait tradisi minum kopi. Khawla berkata, "Karena sebaiknya tidak menyela perbincangan, seseorang biasanya mengulurkan tangan jika ingin meminta kopi lagi. Bila sudah tidak mau lagi, goyangkan cangkir, namun pastikan itu sudah kosong. Jika masih ada sisa, tutup cangkir dengan tangan, jadi penyaji kopi tidak menambah kopi."


Ragam Kuliner Lokal

Lugaimat, makanan penutup yang disajikan saat Cultural Meals di Sheikh Mohammed Bin Rashid Al Maktoum Centre of Cultural Understanding (SMCCU), Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). (Liputan6.com/Asnida Riani)

Khawla kemudian menjelaskan sajian makan siang yang disiapkan. Ada chicken biryani, yang sebenarnya masakan India, namun "versi kami memakai rempah berbeda," sebutnya. Lalu, ada machboos yang disebut hidangan lokal berupa nasi yang dimasak dengan banyak bumbu dan kaldu.

Machboos, yang sepertinya disajikan dengan daging domba muda, jadi menu favorit saya! Bumbu rempahnya sopan di lidah dan aromanya keluar seiring gigitan. Jadi, bukan makanan yang bumbunya langsung meledak-ledak ketika disuap. Ada juga hidangan vegetarian, dan juaranya adalah lugaimat.

Menurut saya, rasa makanan penutup ini mirip kue cucur, hanya saja isiannya berwarna kuning. Dari penjelasan Khawla, warna tersebut didapat dari saffron, rempah yang dikenal berharga mahal dan umum didapati di berbagai sajian khas Timur Tengah.

Lugaimat sebenarnya enak dimakan polos, tapi bila ingin menambah rasa manis, Anda bisa mencocolkan saus berbahan kurma sebagai pelengkap. Lugaimat nyatanya cukup mudah ditemui, karena disajikan setiap hari saat sarapan di hotel dan di banyak restoran di seantero kota.

Bangunan di Al Fahidi Historical Neighborhood, Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), dibangun menggunakan bahan campuran koral, semen, dan tanah liat. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Di sela-sela makan, tanya jawab tetap berlanjut. Salah satunya Khawla menjawab serba-serbi desain bangunan lokal. Ia menjelaskan, rumah-rumah di UEA semula dibuat dari koral. "Karang kan berlubang, jadi udara bisa masuk dan bersirkulasi," sebut dia.

"Jadi pada waktu-waktu tertentu dalam setahun, jika cuaca sangat berangin, mereka akan menghilangkan gipsum yang menutupi dinding dan membuat angin masuk. Jadi, ini akan sangat membantu suhu (di dalam ruangan). Satu-satunya masalah adalah tidak ada peredam suara. Jika bertengkar, semua orang dapat mendengar Anda," candanya. 


Desain Bangunan untuk Turunkan Suhu

Al Fahidi Historical Neighborhood, Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). (Liputan6.com/Asnida Riani)

Penggunaan koral sebagai material rumah akhirnya jadi ilegal pada 1970-an. "Rumah-rumah ini dibangun sejak 200 tahun lalu, dan saat itu mereka belum punya pengetahuan (tentang bahaya lingkungan dari pengolahan koral secara bebas)," sebutnya.

Lebih lanjut, Khawla juga menjelaskan sistem pendingin udara alami melalui menara angin. Ia memaparkan, "Jadi, menara ini berada di atas kamar tidur utama. Sebagai informasi, kamar tidur utama biasanya merupakan ruangan terkecil. Karena semakin kecil ruangannya, semakin mudah untuk menjaganya tetap dingin."

"(Menara angin) memiliki dinding bersilangan di bagian dalam. Bentuknya seperti tanda X. Jadi ke arah mana pun udara masuk, itu akan turun ke bawah, lalu udara panas naik," sebutnya, seraya menambahkan bahwa menara angin bisa menurunkan suhu hingga 10 derajat Celcius.

"Jadi, kalau suhu di luar 40 derajat (Celsius), di dalam bisa 30 derajat Celcius," ujar dia. "Namun, pembangunannya sangat mahal. Jadi, Anda mungkin hanya punya satu. Jika lebih kaya, Anda mungkin dapat punya dua (menara angin)."

Sisa rerentuhan benteng kota di Al Fahidi Historical Neighborhood, Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). (Liputan6.com/Asnida Riani)

Pada dasarnya, Anda bisa bertanya apapun terkait tradisi dan agama lokal. Beberapa peserta menanyakan cara duduk laki-laki dan perempuan, bahkan konsumerisme di Dubai. Program ini bisa Anda ikuti dengan reservasi lebih dulu di laman cultures.ae dan membayar 145 dirham (sekitar Rp626 ribu) per orang.

Selain SMCCU, Al Fahidi Historical Neighborhood juga menawarkan berbagai atraksi lain, termasuk Coffee Museum, di mana Anda juga akan disajikan kopi racikan lokal. Keluar-masuk gang kecil bak labirin, Anda juga bisa menemukan sisa puing dinding kota.

Setiap sudutnya, menurut saya, menyenangkan secara visual. Belum lagi bersih dan cukup banyak tempat sampah. Dijelaskan bahwa bangunan-bangunan di sini memang tidak dibangun simetris, supaya ketika hari panas, bayangannya bisa jadi tempat berteduh saat berjalan.

 Jadi, tertarikah menjelajah wajah oldskool Dubai?

Wisata urban adalah wisata yang menjadikan ruang-ruang publik kota dan pengalaman hidup di perkotaan sebagai atraksi utama. (Dok: Liputan6.com/Trisyani)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya