Pakar Hukum Bicara RPP Kesehatan, Ini Penjelasannya 

Ia menyoroti beberapa industri yang akan terkena dampak dalam aturan tersebut, misalnya farmasi, tembakau, dan telemedisin. Ia mendorong agar perancangan aturan memperhatikan masukan masyarakat dan industri.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Okt 2023, 19:58 WIB
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau di pabrik rokok di Jember (13/2/2012). (AFP / ARIMAC WILANDER)

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan mendapat masukan dari pakar hukum, dokter dan juga industri. Pada acara bertajuk “Adopsi Ideal UU Kesehatan Beserta Aturan Turunannya” yang diadakan oleh Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI), Ketua AAKI Trubus Rahardiansah menyatakan bagaimana RPP Kesehatan harus merangkul seluruh pemangku kepentingan.

“Dalam sebuah kebijakan publik, itu harus melibatkan pentahelix. Semuanya itu harus dilibatkan, dan tentu ini membutuhkan proses yang panjang karena UU dan aturan turunannya harus dipahami industri terdampak dan juga setiap daerah,” ujar Trubus pada webinar Indonesia Policy Analyst Forum oleh AAKI (27/10/2023).

Trubus juga menggarisbawahi mengenai dampak RPP Kesehatan terhadap industri. Ia menyoroti beberapa industri yang akan terkena dampak dalam aturan tersebut, misalnya farmasi, tembakau, dan telemedisin. Ia mendorong agar perancangan aturan memperhatikan masukan masyarakat dan industri.

“Termasuk di dalamnya terkait dengan persoalan pertembakauan. Ekosistem tembakau yang marah. Di satu sisi juga ada industri-industri yang lain di situ, misalnya Farmasi,” ucap Trubus.

Pada forum yang sama Mahesa Pranadipa selaku ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia juga menyuarakan pendapat terkait RPP Kesehatan. Mahesa menyatakan sebelum muncul draf RPP Kesehatan, polemik pengamanan zat adiktif di RUU Kesehatan juga menimbulkan kontroversi, yakni dengan menyatukan zat narkotika dengan tembakau, walaupun akhirnya dibuat terpisah. Pada kesempatan yang sama, Ia memperingati agar RPP Kesehatan tidak menimbulkan dampak negatif bagi industri.

“UU Kesehatan ini berangkat dari keinginan industri, jadi jangan sampai industri malah jadi korban. Kalau kita lihat ada pasal mengenai tindak pidana korporasi, menurut saya ini perlu didiskusikan lebih lanjut, walaupun ada keuntungannya, tetapi jangan sampai salah dalam prosedur,” kata Mahesa pada webinar Indonesia Policy Analyst Forum oleh AAKI (27/10).

Dalam webinar yang sama, beberapa asosiasi industri memberikan tanggapannya terhadap RPP Kesehatan. Perwakilan Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Rudy memberikan pandangan mengenai minimnya ruang partisipasi yang diberikan kepada industri. Rudy menyampaikan bahwa industri tembakau siap diatur, tetapi Ia menyarankan agar RPP untuk membahas pengamanan zat adiktif dibahas terpisah serta melibatkan industri dalam penyusunan.

"Industri ini tidak diberikan kesempatan untuk terlibat dalam penyusunannya. Untuk zat adiktif, waktunya sempit sekali sehingga kami tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan," kata Rudy.

Menanggapi masukan industri, Mahesa juga menyampaikan dampak negatif bila semua poin-poin amanah UU Kesehatan dijadikan dalam satu RPP. Ia menyampaikan bahwa aturan yang khusus dan detail akan memberi dampak yang maksimal.

"Kalau semua diatur dalam PP yang sama, itu akan susah banget untuk merevisinya. Padahal yang mau direvisi beberapa pasal saja, tapi kan harus ada harmonisasi segala macam. Berbeda kalau (PP) khusus, itu akan mudah," kata Mahesa.

Mahesa berhadap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan publik terkait RPP Kesehatan. Masyarakat berhak tahu apakah masukannya diterima atau tidak. Dan bila memang tidak, Pemerintah harus memberikan alasannya secara jelas. Trubus juga menyampaikan hal yang sama dan mendorong masyarakat agar tidak ragu menyampaikan masukannya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya