Liputan6.com, Ramallah - Direktur Rumah Sakit Al Quds Bashar Murad seperti dikutip kantor berita Palestina (WAFA) mengonfirmasi bahwa pihaknya menerima peringatan dari militer Israel pada Minggu (29/10/2023), yang menuntut mereka melakukan evakuasi dan mengancam melancarkan pengeboman. Namun, manajemen rumah sakit yang terletak di Gaza itu memilih menolak mengikuti perintah Israel.
Manajemen Rumah Sakit Al-Quds terus memberikan perawatan kepada pasien kritis, yang beberapa di antaranya memerlukan pernapasan buatan dan tidak dapat dipindahkan.
Advertisement
Sebelumnya, Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) melalui platform X alias Twitter mengaku juga menerima ancaman agar segera melakukan evakuasi di Rumah Sakit Al-Quds.
"Mendesak: @PRCS baru saja mendapat ancaman serius dari otoritas pendudukan untuk segera #mengevakuasi Rumah Sakit Al-Quds di Jalur #Gaza, karena akan #dibombardir. Sejak pagi tadi, terjadi penggerebekan yang berjarak 50 meter dari rumah sakit. Silakan sebarkan seluas-luasnya," tulis organisasi itu via X.
Seperti dilansir Al Arabiya, Senin (30/10), Rumah Sakit Al-Quds saat ini menampung lebih dari 400 pasien. Sementara itu, PRCS menyebutkan terdapat 14.000 warga sipil Palestina yang berlindung di rumah sakit yang sama.
"14.000 warga sipil yang mengungsi, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, saat ini tinggal di Rumah Sakit Al-Quds di #Gaza. Mereka hidup dalam ketakutan dan kegelisahan akibat ancaman dari penguasa pendudukan untuk mengebom rumah sakit tempat mereka mencari perlindungan akibat penembakan yang sedang berlangsung karena mereka percaya bahwa rumah sakit tersebut akan menjadi tempat berlindung yang aman."
Israel Tuduh Hamas Manfaatkan Rumah Sakit
Pada Jumat (27/10), militer Israel menuduh Hamas menyalahgunakan rumah sakit-rumah sakit di Jalur Gaza untuk tujuan militernya, sementara bom-bom Israel terus menghujani wilayah kantong itu.
"Hamas mengobarkan perang dari rumah sakit-rumah sakit di Gaza," kata juru bicara militer Israel Daniel Hagari, seraya menambahkan bahwa kelompok tersebut juga menggunakan bahan bakar yang disimpan di rumah sakit untuk membantu melaksanakan operasinya.
Menurut laporan AFP, Hagari secara khusus mengidentifikasi Rumah Sakit Al-Shifa, yang terbesar di Gaza, sebagai salah satu tempat operasi militan Hamas.
"Teroris bergerak bebas di Shifa dan rumah sakit lainnya," ujarnya.
Laporan Reuters menyebutkan bahwa Hagari menunjukkan foto, diagram, dan rekaman audio yang menurutnya menunjukkan bagaimana Hamas menggunakan sistem rumah sakit dan Rumah Sakit Al Shifa khususnya untuk menyembunyikan berbagai pos komando dan titik masuk ke jaringan terowongan luas di bawah Gaza.
Advertisement
Saat-saat Kritis
Tuduhan Israel tersebut dengan cepat dibantah oleh Hamas. Badan PBB yang bekerja di Gaza juga sebelumnya telah menegaskan bahwa mereka mempunyai sistem untuk mencegah bantuan jatuh ke tangan yang salah.
Peringatan evakuasi Rumah Sakit Al-Quds datang pada saat kritis, sebut WAFA, ketika 15 dari 35 rumah sakit di Gaza berhenti beroperasi karena kekurangan bahan bakar dan serangan udara Israel yang terus menerus di sekitar rumah sakit.
Hampir 500 warga sipil tewas pada 27 Oktober dalam ledakan di Rumah Sakit Al Ahli di Jalur Gaza. Sejak itu, Israel dan Palestina saling menyalahkan atas serangan tersebut.
AS dan beberapa laporan investigasi independen mendukung klaim Israel bahwa roket yang salah sasaran dari Gaza menyebabkan ledakan mematikan tersebut. Sementara itu, negara-negara Arab mengutuk serangan tersebut, yang mereka yakini disebabkan oleh serangan Israel.