Israel Tolak Gencatan Senjata, Netanyahu: Artinya Kami Menyerah pada Hamas

Alih-alih gencatan senjata, militer Israel memastikan bahwa operasi darat di Jalur Gaza akan terus diperluas dan diintensifkan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 31 Okt 2023, 08:00 WIB
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Tel Aviv - Angkatan darat Israel merangsek lebih jauh ke Gaza pada Senin (31/10/2023). Mereka maju dengan tank dan kendaraan lapis baja lainnya serta berhasil membebaskan seorang tentara yang ditawan oleh kelompok Hamas.

Militer Israel mengatakan bahwa seorang tentara yang diculik dalam serangan Hamas pada 7 Oktober berhasil diselamatkan di Gaza – penyelamatan pertama sejak perang Hamas Vs Israel selama berminggu-minggu. Pejabat militer Israel memberikan sedikit rincian, namun menyebutkan dalam pernyataannya bahwa Pvt. Ori Megidish (19) baik-baik saja dan telah bertemu dengan keluarganya.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyambut kedatangannya dan menuturkan bahwa pencapaian pasukan keamanan Israel menggambarkan komitmen untuk membebaskan semua sandera.

Netanyahu tegas menolak seruan gencatan senjata untuk memfasilitasi pembebasan tawanan atau mengakhiri perang, yang menurutnya akan memakan waktu lama dan sulit.

"Seruan untuk gencatan senjata adalah seruan agar Israel menyerah kepada Hamas," katanya dalam konferensi pers pada Senin, seperti dilansir AP. "Itu tidak akan terjadi."

Netanyahu, yang menghadapi kemarahan yang meningkat atas kegagalan Israel mencegah serangan Hamas yang dicap sebagai serangan terburuk di negara itu dalam setengah abad terakhir, juga mengatakan dia tidak berencana mengundurkan diri.

Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya diyakini menahan sekitar 240 tawanan, termasuk pria, wanita, dan anak-anak. Netanyahu menghadapi tekanan yang semakin besar untuk menjamin pembebasan mereka.

Sejauh ini, Hamas sendiri telah membebaskan empat sandera. Gelombang pertama, mereka melepaskan pasangan ibu anak berkewarganegaraan ganda Amerika Serikat (AS)-Israel. Gelombang kedua, mereka membebaskan dua perempuan lanjut usia berkewarganegaraan Israel.

Dalam tuntutannya, Hamas menyebutkan akan melepaskan sandera lainnya, dengan catatan Israel juga membebaskan ribuan tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel. Tel Aviv menolak tawaran tersebut.

Menurut Netanyahu, invasi darat akan menciptakan kemungkinan untuk membawa pulang para sandera. Dia menekankan, Hamas hanya akan membebaskan mereka "di bawah tekanan".


PBB: Israel Melakukan Hukuman Kolektif

Seorang wanita bereaksi sambil memegang bantal ketika dia berdiri di tengah puing-puing di luar lokasi rumah sakit Ahli Arab di Gaza tengah pada 18 Oktober 2023. (MAHMUD HAMS/AFP)

Operasi darat yang lebih besar telah diluncurkan di utara dan timur Kota Gaza. Namun, militer Israel tidak memberikan kejelasan mengenai operasinya di Gaza, termasuk lokasi dan jumlah pasukan.

Sebelumnya, Israel telah mendeklarasikan fase baru dalam perang melawan Hamas. Meski demikian, mereka tidak melabelinya invasi darat habis-habisan.

Israel mengatakan banyak pasukan Hamas dan sebagian besar infrastruktur militannya, termasuk terowongan sepanjang ratusan kilometer, berada di Kota Gaza. Sebelum perang, Gaza yang merupakan wilayah kantong adalah rumah bagi lebih dari 650.000 orang, populasi yang sebanding dengan Washington DC.

Meskipun Israel telah memerintahkan warga Palestina untuk meninggalkan utara Gaza, ratusan ribu orang masih tetap memilih tinggal, sebagian karena Israel juga telah membombardir sasaran-sasaran yang disebut sebagai zona aman. Menurut data PBB, sekitar 117.000 pengungsi yang berharap untuk tetap aman dari serangan, kini tinggal di rumah sakit-rumah sakit di utara Gaza, bersama dengan ribuan pasien dan staf.

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan bahwa hampir 672.000 warga Palestina berlindung di sekolah-sekolah dan fasilitas lainnya di Gaza, yang empat kali lipat melampaui kapasitas.

Ketua UNRWA Philippe Lazzarini menuduh Israel melakukan hukuman kolektif terhadap warga Palestina dan memaksa mereka mengungsi dari Gaza utara ke selatan, di mana mereka masih belum aman.

Kementerian Kesehatan Gaza pada Senin mengumumkan bahwa jumlah korban tewas di kalangan warga Palestina melampaui 8.300 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Angka tersebut belum pernah terjadi sebelumnya dalam beberapa dekade konflik Israel-Palestina. Lebih dari 1,4 juta orang di Gaza telah meninggalkan rumah mereka.

Lebih dari 1.400 orang tewas di pihak Israel, yang juga merupakan angka yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Lazzarini mengonfirmasi bahwa 64 staf UNRWA tewas dalam tiga pekan terakhir – yang terakhir terjadi hanya dua jam sebelum dia berpidato di pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB.

"Kebanyakan warga Gaza merasa terjebak dalam perang yang tidak ada hubungannya dengan mereka dan merasa dunia menyamakan mereka dengan Hamas," kata Lazzarini kepada Dewan Keamanan PBB.

 


Israel: Operasi Darat Akan Diperluas dan Diintensifkan

Seorang gadis membawa selimut saat berjalan melewati lokasi ledakan mematikan di Rumah Sakit al-Ahli, Kota Gaza, Rabu (18/10/2023). (AP Photo/Abed Khaled)

Juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari menolak berkomentar mengenai di mana pasukan Israel dikerahkan.

Dia memastikan bahwa tambahan unit infanteri dan lapis baja serta teknik dan artileri telah memasuki Gaza dan operasi darat akan terus diperluas dan diintensifkan.

Militer Israel mengatakan bahwa pihaknya telah membunuh puluhan militan yang menyerang dari dalam gedung dan terowongan. Mereka mengklaim dalam beberapa hari terakhir mereka telah menyerang lebih dari 600 sasaran militan, termasuk depot senjata dan posisi peluncuran rudal anti-tank.

Sementara itu, militan Palestina disebut terus menembakkan roket ke Israel, termasuk ke Tel Aviv.


Krisis Kemanusiaan

Seorang pria Palestina menggendong seorang anak laki-laki setelah dia dirawat karena cedera kepala di rumah sakit, menyusul serangan udara Israel di Rafah, di Jalur Gaza selatan pada 23 Oktober 2023. (Mohammed Abed/AFP)

Sementara itu, rumah sakit yang penuh sesak di utara Gaza semakin terancam.

Kementerian Kesehatan Gaza membagikan rekaman video yang menunjukkan ledakan dan kepulan asap di dekat Rumah Sakit Persahabatan Turki-Palestina untuk pasien kanker. Direktur Rumah Sakit Persahabatan Turki-Palestina Sobhi Skaik menuturkan bahwa rumah sakit tersebut mengalami kerusakan akibat serangan yang membahayakan pasien.

Kantor koordinasi urusan kemanusiaan PBB menyatakan bahwa 10 rumah sakit yang beroperasi di utara Gaza telah menerima perintah evakuasi dari Israel. Namun, manajemen rumah sakit menolak pergi, dengan mengatakan evakuasi akan berarti kematian bagi pasien yang menggunakan ventilator.

Serangan terjadi dalam jarak 50 meter dari Rumah Sakit Al Quds setelah rumah sakit itu menerima dua panggilan dari otoritas Israel pada Minggu (29/10), yang memerintahkan rumah sakit tersebut untuk dievakuasi. Beberapa jendela pecah dan ruangan-ruangan tertutup puing-puing. Terdapat 14.000 orang yang berlindung di sana.

Israel mengklaim serangan-serangannya menargetkan anggota dan infrastruktur Hamas dan bahwa kelompok militan itu beroperasi di antara warga sipil, sehingga menempatkan mereka dalam bahaya.

Selain pertempuran, kondisi warga sipil di Gaza terus memburuk.

Tanpa adanya aliran listrik terpusat selama berminggu-minggu dan terbatasnya bahan bakar, rumah sakit kesulitan untuk menjaga agar generator darurat tetap menyala agar dapat mengoperasikan inkubator dan peralatan penyelamat jiwa lainnya. UNRWA telah berusaha menjaga pompa air dan toko roti tetap beroperasi.

Pada hari Minggu, konvoi bantuan kemanusiaan terbesar sejak 7 Oktober, yakni 33 truk memasuki Gaza dari Mesir, dan 26 lainnya masuk pada Senin. Bagaimanapun, para pekerja bantuan mengatakan bahwa jumlah tersebut masih jauh di bawah jumlah yang dibutuhkan untuk populasi lebih dari 2 juta orang.

Infografis Hamas-Israel Perang Lagi, Ini Respons Dunia. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya