AS Beli Produk Makanan Laut Jepang di Tengah Larangan dari China

Duta Besar AS untuk Jepang Rahm Emanuel mengatakan, Washington mencari cara lain untuk membantu melawan larangan China.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 31 Okt 2023, 12:02 WIB
Seorang anggota tim ahli dari International Atomic Energy Agency (IAEA) atau Badan Energi Atom Internasional mengamati ikan perairan pantai sebagai sampel di Pelabuhan Hisanohama, Iwaki, timur laut Jepang, Kamis (19/10/2023). Mereka mengunjungi Fukushima untuk misi pengambilan sampel laut pertama sejak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi mulai melepaskan air limbah radioaktif yang telah diolah ke laut. (AP Photo/Eugene Hoshiko, Pool)

Liputan6.com, Jakarta - Militer Amerika Serikat di Jepang mulai membeli makanan laut dalam jumlah besar sebagai respons terhadap larangan impor China usai otoritas Tokyo melepaskan air olahan dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima.

Duta Besar AS untuk Jepang Rahm Emanuel mengatakan, Washington mungkin juga mencari cara lain untuk membantu melawan larangan China.

Dia menggambarkannya sebagai bagian dari “perang ekonomi” yang dilakukan Beijing.

China yang merupakan pembeli makanan laut Jepang terbesar, mengatakan bahwa pihaknya melarang impor karena alasan keamanan.

Tahun lalu Jepang mengekspor lebih dari 100.000 ton kerang ke Tiongkok. Pembelian pertama di bawah skema AS hanya sebagian kecil dari jumlah tersebut, yaitu kurang dari satu metrik ton kerang.

Emanuel mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa ini adalah awal dari kontrak jangka panjang yang akan berlaku untuk semua jenis makanan laut.

Pembelian tersebut akan digunakan untuk memberi makan personel militer dan dijual di toko-toko dan restoran di pangkalan militer di Jepang, dikutip dari BBC, Selasa (31/10/2023).

"Ini akan menjadi kontrak jangka panjang antara angkatan bersenjata AS dan sektor perikanan serta kerja sama di sini," kata Emanuel.

“Cara terbaik yang telah kami buktikan dalam semua kasus untuk melemahkan paksaan ekonomi Tiongkok adalah dengan memberikan bantuan dan bantuan kepada negara atau industri yang menjadi sasaran,” tambahnya.

Menanggapi komentar Emanuel, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin mengatakan pada konferensi pers pada Senin (30/10): "tanggung jawab diplomat adalah untuk meningkatkan persahabatan antar negara daripada menjelek-jelekkan negara lain dan menimbulkan masalah".


Kebijakan Ekonomi Usai Polemik Limbah Nuklir Fukushima

Tim IAEA yang terdiri dari para ilmuwan dari China, Korea Selatan, dan Kanada mengumpulkan sampel ikan, air dan sedimen pekan ini untuk memverifikasi temuan Jepang. (AP Photo/Eugene Hoshiko, Pool)

Dalam beberapa bulan terakhir, Emanuel telah berbicara tentang China dalam berbagai isu termasuk kebijakan ekonomi dan perlakuan terhadap bisnis asing.

Komentarnya muncul ketika beberapa pejabat tinggi AS, termasuk Menteri Luar Negeri Antony Blinken, mengunjungi Beijing dalam upaya meredakan ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.

Lebih dari satu juta ton air limbah yang diolah terakumulasi di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima setelah rusak parah akibat tsunami tahun 2011.

Larangan impor dari China dilakukan meskipun Jepang mengatakan air tersebut aman, dan banyak ilmuwan menyetujuinya. Pengawas nuklir PBB juga menyetujui rencana tersebut.

 


Laporan Rutin Jepang Terkait Limbah Nuklir Fukushima

Sementara itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki melihat ada potensi kerja sama yang dapat digarap antara Indonesia dan Jepang di bidang pengolahan hasil perikanan saat bertemu sejumlah perusahaan perikanan terbesar di Jepang, termasuk Marusen Suisan dan Nagasaka Unagi Farm. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Tokyo juga menekankan bahwa pelepasan air limbah serupa biasa terjadi di pembangkit listrik tenaga nuklir lainnya di Tiongkok dan Prancis.

Jepang membuat laporan rutin yang menunjukkan bahwa air laut di dekat Fukushima tidak menunjukkan tingkat radioaktivitas yang terdeteksi.

Pada Minggu (29/10), para menteri perdagangan dari Kelompok Tujuh (G7), sebuah organisasi yang disebut sebagai negara dengan ekonomi "maju" terbesar di dunia, menyerukan pencabutan segera larangan terhadap makanan Jepang.

Infografis Jepang Peringatkan Potensi Teror di Asia Tenggara. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya