Menguasai Dua Bahasa Berikan Banyak Manfaat untuk Otak, Simak Berikut Ini

Menguasai dua bahasa tidak hanya memperluas kemampuan untuk berkomunikasi secara global.

oleh Amira Fatimatuz Zahra diperbarui 02 Nov 2023, 08:00 WIB
Ilustrasi Membaca Kamus Credit: unsplash.com/Priscilla

Liputan6.com, Jakarta - Menguasai dua bahasa tidak hanya memperluas kemampuan untuk berkomunikasi secara global.

Seorang Profesor Psikologi Universitas Chicago David Gallo mengatakan, menguasai dua bahasa dapat membuat kamu lebih rasional, meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan, dan meningkatkan daya ingat.

“Memiliki pengalaman seumur hidup dalam beralih antar bahasa melatih otak dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh orang yang hanya menguasai satu bahasa,” kata Gallo, direktur Laboratorium Penelitian Memori UChicago kepada CNBC Make It.

“Orang yang monolingual tidak mengembangkan koneksi (mental) yang kaya, serta kemampuan untuk menghidupkan dan mematikan kondisi mental yang berbeda.” 

Penelitian Gallo saat ini berfokus pada bagaimana berbicara dalam berbagai bahasa dapat mempengaruhi kognisi. Bersama sesama profesor psikologi UChichago, Boaz Keysar, ia menemukan sesuatu yang berpotensi berlawanan dengan intuisi. Saat kamu memproses informasi dalam bahasa sekunder, kamu bisa membuat keputusan yang lebih rasional dan logis.

Temuan tersebut juga berlaku pada kemampuan berpikir kritis dan ingatan, yang keduanya merupakan keterampilan penting dalam kehidupan dan tempat kerja. Berpikir kritis misalnya, data ZipRecruiter terbaru mengatakan bahwa berpikir kritis merupakan salah satu dari tiga sifat utama yang diinginkan oleh pemberi kerja, tetapi tidak dimiliki oleh pelamar kerja.

Kebijaksanaan konvensional mengatakan bahwa kamu mungkin kesulitan untuk mengambil keputusan dalam bahasa yang pengalaman dan kosa katanya kurang. Inilah mengapa penelitian ini berhasil menurut Gallo.


Bahasa Kedua Berikan Jalan Pintas Otak

Ilustrasi kamus (Pixabay)

“Berbicara dalam bahasa ibu adalah hal yang mudah, dan ini dapat membuat otak menjadi kurang mampu memproses informasi secara objektif,” kata Gallo. 

“Emosi mulai menghalangi rasionalitas, mempercepat pengambilan keputusan tetapi menyebabkan lebih rentan membuat kesalahan,” kata Gallo. Ketika hal itu terjadi, kamu terjebak dalam pola pikir yang Gallo sebut sebagai “hot cognition” yang juga dikenal sebagai “System 1 thinking”.

Gallo menyamakan pola pikir yang berlawanan, dengan cold cognition atau system 2 thinking, dengan karakter Spock dari “Star Trek”.

“Ia menutup semua emosinya untuk mencoba bersikap logis dan analitis yang memungkinkan,” kata Gallo.

Pola pikir seperti itu membuat kamu lebih memiliki strategi dan berhati-hati sehingga mengurangi kesalahan, meskipun akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan.

“Saat kamu berpikir dalam bahasa kedua, kamu menjadi sangat analitis dan berhati-hati terhadap fitur informasi di tingkat permukaan,” jelasnya. “Dan hal itu, pada gilirannya, mungkin menempatkan kamu dalam pola pikir yang lebih logis dan rasional ketika melakukan pengambilan keputusan.”

Kedua pola pikir itu berguna. Kamu perlu hot cognition untuk membuat keputusan yang cepat dalam hitungan detik, dan cold cognition berguna saat krisis atau berisiko.

“Masalahnya, sulit untuk memaksa otak berpikir rasional ketika emosi sedang tinggi. Menggunakan bahasa kedua, bertindak sebagai jalan pintas cepat ke “mode spock,” kata Gallo.


Ini Dapat Membantu untuk Menghindari Ingatan Palsu dan Informasi yang Salah

Forum Liputan6

Manfaat bahasa kedua lebih dari sekadar berpikir analitis menurut Gallo. Orang lebih rentan terhadap misinformasi dan ingatan palsu, mengingat sesuatu secara tidak akurat atau sesuatu yang tidak pernah terjadi sama sekali, ketika berpikir dalam bahasa ibu, demikian temuan penelitian Gallo dan Keysar pada bulan Juli.

Efeknya begitu kuat sehingga kemampuan berbicara dalam bahasa asing “sepenuhnya menghilangkan” ingatan palsu, kata Gallo.

Temuan ini berpusat pada konsep psikologis yang disebut “pemantauan memori”, yaitu cara otak menentukan apakah suatu memori benar-benar terjadi atau otak mengada-ada.

Ingatan agak mudah diubah, misalnya, perasaan selama suatu peristiwa dapat mengubah cara kamu mengingat setelahnya.

“Bukan hanya lebih mampu memantau ingatan, tetapi sepertinya kamu terlalu analitis sehingga tidak lagi tertipu oleh informasi yang salah,” kata Gallo.

Berbicara dalam berbagai bahasa juga dapat meningkatkan komunikasi di tempat kerja, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan konsentrasi, menurut survei tahun 2019 dari perusahaan software bahasa Rosetta Stone.

Cara Manfaatkan dengan Paling Efektif

Gallo memperingatkan, berbicara dalam berbagai bahasa tidak membuat seseorang menjadi lebih rasional. Jika kamu tidak fasih dalam bahasa kedua, kamu bisa kehilangan informasi penting atau memperlambat kecepatan pengambilan keputusan.

Namun, Gallo menyarankan, ketika mencoba membuat keputusan sulit, atau mengingat suatu informasi, cobalah memikirkannya dalam bahasa yang berbeda.

Jika kamu tidak menguasai banyak bahasa, sarannya lebih sederhana: pelajari bahasa baru. Dorong anak-anak untuk tumbuh dengan mempelajari berbagai bahasa juga. Pada orang dewasa yang lebih tua, Gallo mengatakan penggunaan bilingual mungkin memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan pengguna monolingual dalam melawan penurunan kognitif terkait penuaan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya