Liputan6.com, Jakarta - Ketua Harian PP PBSI Alex Tirta dijadwalkan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Pemanggilan Alex berkenaan dengan pengembangan penyidikan rumah di Jalan Kertanegara No.46, Kebayoran Baru, Jaksel.
Advertisement
Rumah itu digeledah oleh penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri pada pada Kamis, 26 Oktober 2023.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengonfirmasi, pemanggilan terhadap Alex Tirta untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
"Alex Tirta diperiksa besok pagi di Polda Metro Jaya," kata Ade Selasa (31/10/2023).
Ade mengatakan, Alex adalah orang yang menyewakan rumah tersebut. Adapun, biaya sewanya Rp 650 juta per-tahun.
"Pemilik rumah Kertanegara no 46 Jaksel adalah E. Dan yang menyewa rumah Kertanegara No 46 Jaksel adalah Alex Tirta. Sewanya sekira 650 juta setahun," ujar dia.
Sebelumnya, polisi menyita beberapa barang bukti dari rumah Kertanegara No. 46, Kebayoran Baru, Jaksel pada Kamis, 26 Oktober 2023. Upaya penggeledahan berlangsung mulai pukul 11.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB.
Ini merupakan upaya yang dilakukan oleh penyidik gabungan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya bersama dengan Dittipikor Bareskrim Polri untuk mencari dan mengumpulkan bukti. Diharapkan, dengan bukti itu akan membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya.
Perkara ini ditangani Subdit V Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya setelah menerima aduan masyarakat (dumas) pada 12 Agustus 2023.
Gelar Perkara
Saat itu, dilakukan tahapan verifikasi, telaah, dan pengumpulan bahan keterangan, kemudian dibuat laporan informasi sebagai dasar dilakukannya penyelidikan.
Polda Metro Jaya kemudian mengadakan gelar perkara pada 6 Oktober pada Jumat 2023. Hasil gelar perkara menaikan status pekara dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan setelah ditemukan unsur pidana.
Berdasarkan hasil gelar perkara itu, maka dibuat laporan polisi (LP) sebagai dasar penyidikan yang dilakukan selain spindik. Dalam LP yang dibuat tersangka atau terlapor masih tahap lidik.
Advertisement
Dahulukan Kasus Korupsi
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Bandung Prof Romli Atmasasmita menyatakan kasus pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang menyeret Ketua KPK, Firli Bahuri adalah kejadian luar biasa.
“Menjadi kasus yang luar biasa, karena dilakukan oleh sosok Ketua KPK yang mempunyai pangkat bintang tiga,” kata Romli dalam acara diskusi di Jakarta Selatan.
Ia menyatakan, walaupun kasus ini luar biasa dan menggugah perhatian publik tapi kasus pemerasan ini harus menunggu penyelesaian kasus dugaan korupsi yang menyeret Syahrul Yasin Limpo.
“Pemerasan itu ada di undang-undang KPK. Namun, harus lebih mendahulukan kasus korupsinya. Jadi, perkara korupsi harus menjadi perkara yang didahulukan,” tegasnya.
Pandangan senada dikemukakan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pancasila Prof Agus Surono. Menurutnya, laporan dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK yang saat ini ditangani penyidik Polda Metro Jaya jangan sampai mempengaruhi penanganan perkara korupsi oleh KPK.
“Bagaimana proses penegakan hukum dalam perkara dugaan pemerasan tersebut agar tidak mempengaruhi penanganan perkara korupsi yang terjadi di Kementan oleh KPK, setelah adanya penggeledahan di rumah Ketua KPK," Agus Surono menjelaskan.
Saling Pengaruh
Sementara Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menyoroti relasi politik dan hukum tidak akan pernah berdiri sendiri, pasti terjadi hubungan saling pengaruh (prosessual). Artinya, menurut Emrus, secara sosiologis pelaporan dugaan pemerasan tidak bisa lepas begitu saja dari dugaan tindak pidana korupsi yang terlebih dahulu diproses.
“Sebab, tidak ada fenomena sosial itu terjadi imparsial, atau berdiri sendiri, tidak berada di ruang hampa. Semua saling terkait. Keterkaitan itu biasanya selalu mengemukan di teritorial komunikasi privat (panggung belakang),” katanya.
Advertisement