Liputan6.com, Yogyakarta Samar-samar asap membumbung dari tepian Sungai (Kali) Code di Wirogunan, Mergangsan, Kota Yogyakarta. Sungai yang berhulu di kaki Gunung Merapi ini adalah salah satu sungai besar yang melewati Kota Yogyakarta. Sore itu, rumah milik Marpiyah (35), salah seorang warga di pinggir sungai itu tertutup rapat, Rabu (6/9/2023).
Baca Juga
Advertisement
Selama sebulan terakhir, Marpiyah mulai terbiasa dengan asap hasil pembakaran sampah milik warga di lingkungannya. Ia juga ikut membakar sampahnya.
"Semenjak TPST Piyungan tutup sebulan lebih, warga pada bingung mau dikemanain, udah numpuk semua sampahnya. Terus akhirnya, ya udah dibakar aja," ujarnya.
Ia menyebutkan warga biasa membakar sampah saat matahari mulai turun. Sekitar pukul 2 siang hingga petang. Ada juga yang membakar pada malam hari.
Sebagian besar warga di lingkungannya tak punya pilihan selain membakar. Marpiyah sebenarnya merasa terganggu ketika asap pembakaran masuk ke rumahnya. Terlebih, ia memiliki dua anak kecil di rumah. Asap bisa saja mengganggu kesehatan mereka.
"Ya sebenarnya ada asapnya (masuk rumah), tapi mau gimana lagi," ujarnya pasrah.
Ia mengatakan sampah yang dibakar itu sudah dipilah. Sampah anorganik disetor ke bank sampah yang buka sepekan sekali. Sisanya, baru ia titipkan untuk dibakar.
Pada malam hari, kondisi pinggiran Kali Code lebih parah. Titik pembakaran semakin banyak dan asapnya lebih pekat. Tak jauh dari titik pembakaran sampah, sekelompok pria paruh baya nampak duduk santai dan berbicang di bantaran sungai menjelang pergantian hari, Selasa (12/9/2023).
Di dekat pembakaran, Bagyo, seorang warga setempat, berdiri mengawasi nyala api sejak pukul 10 malam. Sesekali ia mengorek sampah agar api menyebar. Ia mengatakan sampah yang sudah dipilah milik warga itu mulai padam pada pukul 2 dini hari.
"Ya, ada juga yang tidak terpilah, akhirnya ikut dibakar," ujarnya.
Bagyo butuh sekira satu liter minyak tanah atau bensin untuk membakar sampah dalam sehari. Banyak warga di pinggir Sungai Code yang membakar sampah tiap malam. Ia dan warga berharap kondisi ini tak terus berlangsung lama sehingga tak perlu membakar sampah.
Kebakaran lahan meroket
Aktivitas pembakaran sampah makin meningkat setelah TPST Piyungan ditutup. Bahkan kegiatan ini memicu beberapa kasus kebakaran lahan di Yogyakarta. Data Rekapitulasi Operasi Pemadaman dan Penyelamatan Kota Yogyakarta, Agustus 2023 mencatat ada 7 kasus kebakaran lahan akibat pembakaran sampah di kota.
Sedangkan data UPT Pemadam Kebakaran Sleman mencatat ada 48 kasus kebakaran lahan/sampah selama Agustus 2023. Angka ini naik 756 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 9 kasus. Sementara per 5 September 2023, sudah ada 77 kasus.
"Setelah Piyungan ditutup, kasus kebakaran lahan atau sampah itu meningkat tajam," ujar Kepala Seksi Operasional dan Investigasi Pemadam Kebakaran Sleman, Murtiyanto.
Ia menegaskan sebagian besar kebakaran lahan karena ulah manusia, seperti pembakaran sampah yang tidak dikendalikan atau ditunggu sampai api mati. Musim kemarau yang panas dan kering ditambah angin kencang makin meningkatkan potensi kebakaran lahan.
"Rekor kemarin (Agustus), 1,5 jam ada 3 kebakaran," ujar Murtiyanto di UPT Pemadam Kebakaran Sleman, Selasa (18/9/2023).
Padahal Agustus setahun lalu, hanya ada satu kejadian kebakaran lahan. Meski begitu, korelasi penutupan Piyungan dan tingkat kejadian kebakaran perlu dikaji lebih dalam karena musim kemarau juga bisa meningkatkan risiko kebakaran.
Advertisement
Bencana kesehatan polusi udara
Aktivitas pembakaran sampah dan kasus kebakaran berpotensi mempengaruhi kualitas udara di Yogyakarta. Berdasarkan pemantauan Laporan Kualitas Udara yang dikeluarkan oleh Nafas Indonesia, Agustus 2023, Yogyakarta menempati peringkat ke-8 sebagai kota berpolusi tertinggi di Indonesia.
Peringkat ini diukur berdasarkan tingkat PM 2.5 yang merupakan partikel padat polusi udara seukuran butiran pasir. Ukuran PM 2.5 sangat kecil sehingga partikel ini tidak dapat disaring tubuh dan bisa menimbulkan masalah kesehatan.
Kadar PM 2.5 di Yogyakarta pada Agustus 2023 mencapai 43. Naik 12 poin dari Juli yang hanya 31. Kadar PM 2.5 yang mencapai 43 termasuk tidak sehat bagi kelompok sensitif. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan udara bersih memiliki konsentrasi PM 2.5 kurang dari 15 µg/m3 dalam 24 jam dan 5 µg/m3 dalam setahun.
Pakar Pulmonologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Ika Trisnawati, mengatakan pembakaran sampah yang memicu kebakaran lahan adalah salah satu bentuk bencana ekologis. Polutan hasil pembakaran sampah bisa mempengaruhi berbagai gangguan kesehatan dari akut hingga kronis.
"Udara yang dihirup masuk ke paru-paru itu tercampur partikel hasil pembakaran (sampah) yang mengandung racun. Yang paling terdampak itu saluran pernapasan dan paru-paru," ujar Ika, Jumat (15/9/2023).
Dokter spesialis paru dan penyakit dalam ini mengatakan, plastik dan karet merupakan jenis sampah yang paling beracun jika dibakar. Di dalam polutan ini, ada partikulat sangat kecil yang bisa masuk sampai kantong paru-paru sehingga menyebabkan peradangan dan penyakit.
"Setiap partikulat itu ada sulfat, nitrat, amonia, karbon monoksida, hidrogen, ini semua bisa merusak jaringan atau sel sel saluran pernapasan dan di kantong paru," tambahnya.
Dalam jangka panjang, polutan yang terhirup dapat menyebabkan paru-paru mengalami infeksi akut hingga kronis. Paling parah, jadi penyebab kanker paru-paru. Kondisi ini bisa dialami siapa saja sedangkan untuk kelompok tertentu seperti yang punya komorbid, anak, dan lansia menjadi lebih rentan. Polusi udara juga bisa menyebabkan munculnya penyakit lain, seperti kanker kelenjar getah bening atau kanker darah, gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah.
"Polutan itu sendiri tidak hanya mempengaruhi paru, karena zat-zat toksik itu bisa spill out ke pembuluh darah dan menyebabkan kelainan di organ lain," jelas Ika.
Jika terhirup, partikulat beracun bisa masuk ke pembuluh darah dan berdampak kepada jantung. Zat beracun ini akan menyebabkan pengapuran atau kalsifikasi (penumpukan kalsium) pada arteri (pembuluh darah) sehingga jadi penyebab stroke, hipertensi, dan gangguan jantung.
"Memang yang paling awal kelihatan itu efek akut paru-paru, karena begitu terhirup itu langsung terasa. Tetapi jangka panjangnya itu bisa ke organ lain, terutama kanker," tambahnya.
Ika menjelaskan, polusi udara juga berpengaruh pada pertumbuhan anak. Anak yang tumbuh di daerah polutan dan nonpolutan memiliki pertumbuhan otak yang berbeda. Polutan bisa menyebabkan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian yang bisa muncul sejak dalam kandungan hingga masa pertumbuhan anak.
"Autis atau ADHD, itu salah satu penyebabnya adalah polutan," tegasnya.
Peningkatan kasus gangguan pernapasan
Ika yang berpraktik di sejumlah rumah sakit di Yogyakarta mengamati ada peningkatan kasus gangguan respirasi selama sebulan terakhir. Namun, ini juga akibat dari puncak musim kemarau, bukan hanya karena pembakaran sampah.
"Kemarau panjang juga berisiko menyebabkan gangguan saluran pernapasan. Tanah yang kering mudah terbawa angin dan terhirup. Itu saja sudah meningkatkan risiko radang saluran pernapasan, apalagi ditambah pembakaran sampah," tegas Ika.
Kenaikan kasus gangguan pernapasan tercatat di fasilitas kesehatan primer. Menurut Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, per Kamis (21/9/2023) ada peningkatan penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) hingga Illness Like Influenza (ILI) sebesar 40 persen pada Agustus-September 2023 dibanding bulan sebelumnya.
Di Bantul, tren ISPA juga naik. Juli 2023, ISPA mencapai 7.079 kasus, meningkat menjadi 10.300 kasus pada Agustus.
Data Dinas Kesehatan Sleman juga mencatat ada peningkatan kasus ISPA pada Juli-Agustus 2023, yaitu 10.685 kasus. Periode sama setahun lalu, hanya 9.021 kasus, atau meningkat 15 persen. Sebagai bentuk mitigasi dan pencegahan, Ika menyarankan masyarakat mengenakan masker dan memantau indeks kualitas udara terkini ketika keluar rumah.
Kasi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Kesehatan Olahraga Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Sleman, Yonatan, mengatakan kenaikan kasus ISPA akibat pembakaran sampah masih perlu dikaji lebih dalam. Pasalnya, peningkatan kasus ISPA juga terjadi secara nasional.
"Ini nanti perlu kita cari tahu. Di mana sih faktor penyebab meningkatnya polutan sehingga indeks kualitas udara jadi mengkhawatirkan," ujar Yonatan, Senin (25/9/2023).
Advertisement
Tak hanya polusi udara
Banyaknya “gunungan sampah” di berbagai sudut kota juga berpotensi menyebabkan persoalan kesehatan lainnya. Warga pinggir Sungai Code, Marpiyah bercerita saat Piyungan ditutup, tak ada lagi petugas yang mengambil sampah sehingga menumpuk dan mengundang lalat hijau.
"Waktu awal, lalat ijo itu banyak banget, masuk rumah, di kabel-kabel itu penuh lalat ijo," cerita Marpiyah.
“Gunungan sampah” yang banyak muncul di sudut-sudut kota, biasanya tak jauh dari depo sampah, di pinggir jalan, dan lahan kosong. Ika mengatakan tumpukan sampah bisa meningkatkan potensi penyakit akibat bakteri yang dibawa oleh vektor seperti lalat, nyamuk, dan tikus. Apalagi jika musim hujan tiba dan kondisi udara lembap.
"Penyakitnya bisa tipes, diare, dan leptospirosis. Jenis bakterinya banyak sekali, ada salmonella, shigella, dan staph. Kalau kontak langsung bisa menyebabkan penyakit kulit,” jelas Ika.
Ia mengatakan untuk mencegah bencana kesehatan akibat sampah, masyarakat perlu tahu pentingnya memilah sampah organik dan anorganik. Jadi sampah yang dibuang hanya residu yang berjumlah sedikit dan tak perlu membakar sampah. Pemerintah perlu lebih gencar melakukan edukasi dan pendampingan agar masyarakat berubah perilakunya dan bisa menjaga lingkungan dan kesehatan.
"Jadi yang paling dasar adalah masyarakat diajari untuk mengolah sampah, diberi tahu apa dampaknya bagi kesehatan. Kalau masyarakat paham tentu akan mendapat dukungan dari semua lapisan," ujar Ika.