Jogja Darurat Sampah: Hanyut Jauh Sampai Laut, Sampah Rusak Ekosistem

Sungai jadi saluran sampah ke laut.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 01 Nov 2023, 15:36 WIB
Sampah plastik menutup permukaan tanah tempat tumbuh bakau di Konservasi Mangrove, Baros, Bantul Yogyakarta Sabtu (9//9/2023). (Foto: Anugerah Ayu/Liputan6.com).

Liputan6.com, Yogyakarta Angin sore musim kemarau berembus kencang di Pantai Baros, Bantul, Yogyakarta. Tak jauh dari mulut muara Sungai Opak, Baros adalah wilayah konservasi mangrove di pantai selatan Yogyakarta. Di sela-sela akar napas tumbuhan bakau yang rimbun, terselip sampah-sampah plastik yang mulai memudar warnanya.

Bagi Setyo, pengelola destinasi wisata mangrove di Baros, ini bukan hal baru. Ia harus putar otak bagaimana cara mengangkut sampah yang sudah terlanjur bercampur lumpur di tempat tumbuhnya bakau.

Sampah-sampah plastik menyebar di habitat bakau. Beberapa minggu sebelumnya, wilayah ini tergenang air laut karena tersumbatnya muara sungai. Alhasil, sampah yang terbawa arus sungai sampai ke habitat bakau. Ketika air surut, sampah pun tertinggal.

Celakanya, beberapa hari sebelum banjir, pria yang akrab dipanggil Tyok itu bersama sejumlah relawan sempat menanam bibit bakau di wilayah itu. Bibit-bibit bakau dipastikan sulit bertahan hidup akibat tergenang banjir dan patah karena terjangan sampah.

"Kendalanya itu genangan banjir, arus deras, dan sampah, kalau tertimpa sampah ukuran besar itu kan patah semuanya," ujarnya sambil menunjukkan bibit-bibit bakau yang tergenang, Sabtu (9//9/2023).

Dalam satu bulan, bibit bakau akan layu, kering, lalu mati. Tyok menjelaskan penanaman bakau di Baros bersifat tambal sulam. Jika ada yang mati, maka akan ditanami kembali. Jika masalah sampah di hulu tidak ditangani secara serius, penanaman bakau tidak bisa maksimal.

"Nanam 100 hidup 30 itu udah bagus," ujarnya.

Sampah menjadi masalah utama konservasi mangrove di Baros karena sulit diangkat dan akhirnya tertimbun lumpur dan pasir. Menurut Tyok, sampah yang paling sering ditemukan adalah sampah plastik, styrofoam, dan kayu.


Sampah rusak ekosistem laut

Kawasan Konservasi Mangrove, Baros yang dipenuhi sampah. (Foto: Anugerah Ayu/Liputan6.com).

Sambil menyusuri lahan konservasi, Tyok menjejakkan kakinya di rerumputan. Bukan cuma tanah yang diinjak, melainkan tumpukan sampah yang sudah bercampur ranting, dedaunan, dan lumpur.

"Ini kira-kira (sampah) tebalnya bisa 1 meter sendiri ke bawah, jadi kita menginjak sampah, bukan tanah," katanya.

Walhi Yogyakarta melakukan brand audit and clean up di Pantai Baros pada Februari 2023, menemukan 1.527 sampah plastik yang bermerek dan tidak. Komposisi temuan itu, 72% adalah sampah plastik sekali pakai. Hasil brand audit menemukan sebagian besar sampah itu adlah kemasan dari produk dari perusahaan-perusahaan besar.

Pakar Geomorfologi Kelautan dan Pesisir, Fakultas Geografi, UGM, Bachtiar Wahyu Mutaqin menjelaskan sampah bisa menutupi akar-akar mangrove dan mengerdilkannya. Selain itu juga menghambat pertumbuhan mangrove yang baru ditanam.

"Tunas-tunas mangrove yang kecil-kecil itu nggak bisa tumbuh dengan baik. Jadi pilihannya bisa mati atau kerdil," ujarnya.

Padahal ekosistem mangrove memiliki kontribusi penting bagi lingkungan, masyarakat, dan ekosistem pantai. Ia menjadi benteng alamiah yang melindungi pantai dari abrasi, badai, dan gelombang pasang. Akar-akar yang kuat dan mencuat di atas permukaan tanah membantu menstabilkan tanah dan mengurangi erosi pantai.

Pohon mangrove juga mampu menyimpan karbon dalam jumlah besar dalam akar dan tanah mereka. Ini membantu mengurangi jumlah karbon dioksida (CO2) di atmosfer yang jadi salah satu gas yang menyebabkan pemanasan global dan krisis iklim. Akar-akar mangrove dan vegetasi lainnya juga membantu menyaring air dari polutan dan sedimen sebelum mencapai lautan. Kualitas air yang masuk ke laut jadi lebih baik sehingga mengurangi polusi pada lingkungan laut.

Sampah harus dicegah agar tidak hanyut di sungai karena jika masuk ke habitat mangrove bisa merusak ekosistem. Mangrove tidak dapat berkembang dengan baik dan mengurangi kemampuannya melindungi garis pantai dari abrasi.

Sedangkan sampah plastik yang terurai di ekosistem mangrove juga mencemari air dan tanah, serta mengurangi kualitas air dan lingkungan hidup bagi kehidupan berbagai organisme. Aneka hewan laut dan burung dapat terdampak negatif bila memakan sampah plastik. Sampah plastik yang rusak juga melepaskan mikroplastik ke laut luas sehingga bisa masuk ke tubuh hewan-hewan di laut dan berakhir di tubuh manusia jika kita mengonsumsinya.


Bersiap kiriman sampah

Calon bakau yang terendam banjir pada Agustus 2023, bakau dipastikan akan sulit tumbuh. (sumber: Setyo/Wisata Mangrove Baros).

Ditutupnya TPST Piyungan membuat Tyok harus bersiap dengan kemungkinan luapan sampah yang lebih banyak. Pasalnya, perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai belum hilang dan kemudian diperburuk dengan darurat sampah. Prediksinya, sampah akan meningkat pada musim penghujan.

"Kalau saat ini kondisi normal, suplai air dari atas (Sungai Opak) belum terasa. Tapi nanti kalau sudah satu minggu hujan, sampah datang sendiri dari atas," ujarnya.

Sebelum TPST Piyungan ditutup, kondisi sampah pantai selatan di Yogyakarta sudah memprihatinkan. Hasil penelitian dari Bachtiar yang berjudul “Geomorphological and hydro-oceanographic analysis related to the characteristics of marine debris on the south coast of Yogyakarta, Indonesia”, menyebutkan kepadatan massa sampah plastik di Bantul meningkat sampai 364 persen sejak 2019 hingga 2022.

Asal sampah ini berasal dari perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai dan kemudian hanyut ke laut. Wujud sampahnya seperti botol, wadah makanan, busa makanan, kantong plastik, mainan, rokok, sandal, karpet, karet gelang, dan sarung tangan.

"Monitoring kami dari tahun ke tahun di Jogja, makin banyak sampah plastik. Tidak hanya di Bantul, tapi juga di Kulon Progo dan di Gunungkidul," tambahnya.

Meningkatnya jumlah penduduk dan pengelolaan sampah yang buruk membuat sungai jadi 'saluran' sampah menuju ke laut. Kondisi ini berpotensi menimbulkan bencana ekologis berkepanjangan. Selain terganggunya pertumbuhan mangrove, Bachtiar mengungkapkan ekosistem laut juga rusak seperti habitat penyu, terumbu karang, dan ikan.

"Pantai yang penuh sampah akan mengganggu proses pendaratan penyu. Kalau telur penyu sudah menetas, tukiknya yang kecil itu bisa mati terjerat sampah sebelum sampai ke laut, " jelasnya.

Sampah juga mempengaruhi populasi ikan dan hewan laut lainnya. Sampah yang menutupi laut membuat sinar matahari sukar masuk untuk proses fotosintesis karang dan lamun. Padahal ini adalah ekosistem penting, untuk feeding ground (daerah pencarian makan), nursery ground (proses pembesaran), dan spawning ground (proses pengeluaran sel telur) untuk ikan.

Tyok sudah menyaksikan turunnya jumlah tangkapan ikan. Kini nelayan atau pemancing cukup sulit mendapat ikan dengan bobot lebih dari1 kilogram. Jenis ikan tertentu seperti sidat juga mulai jarang ditemui.

"Jenis sidat itu hampir ada 24, sekarang kalau mau sehari mancing atau semalam gak bakal dapat," ujarnya.

Bachtiar menambahkan, sampah plastik yang terurai di laut akan membentuk mikroplastik. Jika termakan oleh ikan yang kemudian ditangkap dan dikonsumsi manusia, maka mikroplastik akan masuk ke tubuh manusia dan berpotensi mengganggu kesehatan.


Sampah pengaruhi kehidupan masyarakat pesisir

Tyok menunjukkan anak-anak bakau yang baru ditanam, terkena terjangan sampah, Sabtu (9//9/2023). (Foto: Anugerah Ayu/Liputan6.com).

Kondisi pertanian dan tambak sekitar pesisir juga bisa terdampak. Tyok bercerita, saat banjir laut pada awal Agustus 2023 lalu, puluhan hektare lahan pertanian terdampak. Sampah-sampah yang ikut terbawa arus menutupi lahan pertanian dan menyulapnya seperti tempat pembuangan sampah dalam sekejap.

Dalam jangka panjang, pantai yang kotor juga bisa mengurangi minat masyarakat untuk mengunjunginya. Citra Yogyakarta sebagai kota tujuan wisata juga menjadi buruk.

“Kira-kira maukah wisatawan berkunjung ke pantai yang banyak sampahnya?" tanya Bachtiar.

Ia menegaskan sampah adalah permasalahan struktural. Semua elemen harus bergerak mulai dari pemerintah sampai masyarakat.

"Tidak bisa diselesaikan dari individu saja. Pemerintah harus punya political will untuk menyelesaikan sampah ini," ujarnya.

Bachtiar melihat perlu ada peraturan pembatasan penggunaan plastik dan pemilahan sampah. Ini juga berlaku pada pelaku usaha wisata. Fasilitas daur ulang seperti reduce, reuse, recycle (3R) juga perlu dibentuk di tingkat terkecil seperti desa atau kelurahan. Kebijakan ini harus dibarengi dengan sosialisasi bahaya sampah di laut.

“Pemerintah daerah juga perlu mempunyai kebijakan khusus untuk memantau sampah di laut,” tegasnya.

Bersambung

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya