Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI menilai pergerakan Rupiah disebabkan oleh perkembangan global yang cukup signifikan belakangan ini.
Direktur Wholesale & International Banking BNI Silvano Winston Rumantir menuturkan, perkembangan global dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan pelemahan mata uang negara berkembang. Salah satunya, mata uang Rupiah dari Indonesia.
Advertisement
"Kita ketahui bersama perkembangan global saat ini berubah cukup signifikan, khususnya dalam 1-2 bulan terakhir ini, sehingga menyebabkan mata uang beberapa negara berkembang, termasuk Rupiah mulai mengalami tekanan," kata Silvano dalam konferensi pers, Selasa (31/10/2023).
Menurut ia, tantangan global tersebut mulai dari peningkatan risiko geopolitik, tingginya imbal hasil obligasi di Amerika Serikat, serta perlambatan ekonomi di Tiongkok. Namun demikian, fluktuasi nilai tukar Rupiah tahun berjalan masih lebih rendah dibandingkan negara-negara berkembang lainnya dan ini disebabkan karena fundamental ekonomi Indonesia masih relatif lebih resilient.
"Kami optimis pergerakan Rupiah dapat terjaga seiring dengan stabilitas ekonomi dan sistem keuangan domestik. Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan sebagai langkah preventif yang diikuti dengan intervensi nilai tukar di spot market dan juga di domestic non-deliverable forward atau DNDF, dan pengenalan instrumen baru yaitu SRBI dan SVBI," kata dia.
Dari sisi perbankan, Perseroan pun percaya perbankan dalam kondisi yang cukup tangguh di tengah peningkatan risiko perekonomian global. Hal tersebut terlihat dari sejarah perbankan Indonesia yang berhasil melalui berbagai krisis ekonomi dari tahun ke tahun.
Permintaan atas Pembiayaan Valas Cukup Baik
"Sisi permodalan yang kuat dan risk management yang baik menjadi modal utama perbankan Indonesia untuk mengantisipasi berbagai resiko ketidakpastian ekonomi global. Untuk pembiayaan valas (valuta asing), portfolio dinilai cukup solid dengan terjaganya kualitas aset yang didorong oleh debitur terutama pada segmen corporate banking yang merupakan top player dan berpengalaman di industri masing-masing," ujar dia.
Dia bilang, permintaan atas pembiayaan valas juga masih cukup baik, dimana kami memiliki beberapa pipeline yang akan dikelola secara selektif dengan prinsip kehati-hatian untuk menjaga pertumbuhan portfolio yang berkelanjutan.
Terkait dengan devisa hasil ekspor (DHE), BNI pun percaya bahwa kebijakan pemerintah ini menjadi faktor positif bagi perbankan karena potensi likuiditas valas secara sistem dapat lebih baik dan berpotensi meningkatkan fee based income.
"Kami pun proaktif menawarkan solusi alternatif bagi nasabah valas untuk menempatkan dananya baik di instrument term deposit BI ataupun di perbankan nasional, serta diikuti dengan berbagai solusi transaksi dan pembiayaan lainnya," ujar dia.
Advertisement
USD Perkasa di Akhir Oktober 2023, Rupiah Apa Kabar?
Sebelumnya diberitakan, kurs dolar Amerika Serikat (USD) kembali menguat hari ini pada Selasa, 31 Oktober 2023. USD menguat ketika data ekonomi Tiongkok menunjukkan penurunan tak terduga dalam aktivitas bisnis, juga Yen Jepang yang jatuh setelah Bank of Japan (BOJ) mempertahankan kebijakan ultra-dovishnya.
“Sebagian besar investor juga tetap gelisah menjelang kesimpulan pertemuan Federal Reserve pada hari Rabu,” kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam paparan tertulis pada Selasa (31/10/2023).
“Meskipun bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya, bank sentral juga kemungkinan akan mengulangi sikapnya yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, sebuah skenario yang menjadi pertanda baik bagi dolar dan buruk bagi mata uang Asia yang didorong oleh risiko,” Ibrahim melanjutkan.
BOJ mempertahankan suku bunga negatif, dan hanya membuat sedikit perubahan pada kebijakan pengendalian kurva imbal hasil (YCC).
Inflasi Jepang
Bank Sentral Jepang itu mengatakan mereka akan memberikan lebih banyak fleksibilitas dalam YCC-nya, yang berpotensi membiarkan imbal hasil obligasi bergerak di atas batas 1 persen.
“Namun hal ini sebagian besar mengecewakan pasar yang mengharapkan langkah BOJ yang lebih agresif,” ungkap Ibrahim.
“Imbal hasil acuan 10-tahun memangkas beberapa kenaikan setelah langkah tersebut, dan semakin turun dari batas atas 1%. Data ekonomi yang lemah juga membebani yen, setelah pembacaan produksi industri dan penjualan ritel mengecewakan pada bulan September,” paparnya.
Perkiraan BOJ juga menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dan memburuknya kondisi ekonomi di tahun-tahun mendatang, dan melanjutkan laju pelonggaran kuantitatif dalam jangka pendek. Adapun sektor manufaktur Tiongkok yang mengalami kontraksi pada bulan Oktober, sementara pertumbuhan di sektor non-manufaktur melambat secara substansial.
“Data tersebut menunjukkan bahwa langkah-langkah stimulus pemerintah baru-baru ini hanya memberikan sedikit bantuan terhadap perekonomian, dan diperlukan lebih banyak dukungan. Aktivitas juga terpukul oleh memburuknya kondisi ekonomi di mitra dagang terbesar Tiongkok,” ujar Ibrahim.
Advertisement