Di Sidang MKMK, Denny Indrayana Sebut Putusan Batas Usia Capres-Cawapres Mega Skandal Keluarga

Menurut Denny, perubahan peraturan tentang syarat umur capres cawapres itu menggunakan tangan hakim terlapor dalam hal ini Anwar Usman yang seharusnya mengundurkan diri.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Nov 2023, 01:11 WIB
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua MK Anwar Usman. (Merdeka.com/Muhammad Genantan Saputra)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua MK Anwar Usman. Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana sekaligus pelapor menyebut, ada mega skandal keluarga pada putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres-cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu paling disorot lantaran membuka jalan untuk Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres untuk Pilpres 2024.

"Dalam pandangan pelapor putusan 90 menujukkan bagaimana mahkamah telah ditundukkan oleh kepentingan untuk memenangkan kekuasaan dengan cara mengubah aturan perundangan yang seharusnya tidak bijak dan tidak boleh dilakukan," kata Denny secara daring dalam persidangan MKMK, Selasa (31/10/2023).

Menurutnya, perubahan peraturan tentang syarat umur capres cawapres itu menggunakan tangan hakim terlapor dalam hal ini Anwar Usman yang seharusnya mengundurkan diri.

Sebab, perkara itu mempunyai kepentingan langsung dengan keluarganya yaitu Presiden Joko Widodo dan anaknya Gibran Rakabuming Raka.

"Karena telah menjadi fakta hukum dengan didaftarkannya Gibran Jokowi sebagai pasangan calon presiden ke Komisi Pemilihan Umum dengan salah satunya memanfaatkan syarat baru terkait keentuan umur dalam putusan 90 yang baru saja diputuskan oleh Mahkamah tersebut," ucapnya.


Terlapor Harusnya Mundur

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua MK Anwar Usman. (Merdeka.com/Muhammad Genantan Saputra)

Denny menyebut, keputusan itu bukan saja bertentangan dengan prinsip imparsialitas. Namun, seharusnya terlapor mengundurkan diri sesuai konsep judicial disqualification.

"Tapi lebih menganggu putusan 90 terindikasi merupakan hasil kerja dari suatu kejahatan yang terencana dan teroganisir sehingga layak pelapor tafsirkan sebagai mega skandal mahkamah keluarga," ujarnya.

Menurutnya, mega skandal Mahkamah Keluarga itu melibatkan tiga elemen tertinggi. Pertama, orang nomor satu, yaitu the first chief justice Ketua Mahkamah Konstitusi. Kedua, untuk kepentingan langsung pihak keluarganya, yaitu the first family, keluarga Presiden RI Joko Widodo dan anaknya Gibran Rakabuming Raka.

"Ketiga, demi menduduki posisi di lembaga kepresidenan, yaitu the first office, Kantor Kepresidenan RI," ungkapnya.


Usulkan Penundaan Putusan

Denny mengusulkan putusan 90/PUU-XXI/2023 tidak digunakan sebagai dasar maju berkompetisi dalam pilpres 2024.

Menurutnya, perlu ada putusan provisi untuk menunda pelaksanaan dari putusan tersebut yang menabrak nalar dan moral konstitusional.

"Maka majelis kehormatan yang mulia semoga berkenan untuk menyatakan tidak sah putusan 90 atau paling tidak memerintahkan agar Mahkamah konstitusi melakukan pemeriksaan ulang perkara 90 tersebut dengan komposisi hakim yang berbeda tanpa hakim terlapor," pungkasnya.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Infografis Menanti Sidang Etik 9 Hakim Konstitusi Pemutus Syarat Capres-Cawapres. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya