Kisah Perjalanan Seorang Penggali Kubur Menjadi Ulama Besar di Damaskus

Bagaimana perjalanan seorang penggali kubur menjadi ulama besar di Damaskus? Simak kisah berikut yang disampaikan Syekh Hisyam Al-Burhani, seorang ulama Syria dari Kota Damaskus.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 01 Nov 2023, 10:30 WIB
Ilustrasi bersyukur, Islami. (Photo by ekrem osmanoglu on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Menjadi ulama besar bisa dengan berbagai cara yang tak terduga. Semua itu terjadi sesuai jalan yang telah ditentukan dan dikehendaki Allah SWT. 

Bahkan, orang-orang terdahulu seperti Imam Syafi’i banyak yang menjadi ulama bukan semata kehebatan ilmunya, tapi juga ditambah dengan khidmahnya kepada sang guru. 

Pun dengan salah satu ulama besar di Kota Damaskus. Ia memiliki cara tersendiri hingga akhirnya menjadi ulama. Ulama tersebut dulunya adalah seorang penggali kuburan, namun siapa sangka dalam perjalanan hidupnya ia menjadi ulama besar.

Bagaimana perjalanan seorang penggali kubur menjadi ulama besar di Damaskus? Simak kisah berikut yang disampaikan Syekh Hisyam Al-Burhani, seorang ulama Syria dari Kota Damaskus.

Namun sebelum itu, perlu ditegaskan bahwa kisah penggali kuburan menjadi ulama ini merupakan kisah nyata. Sebagaimana ditegaskan Syekh Hisyam, kisah ini bukan fiksi seperti dongeng 1001 malam.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Melihat Taman Surga

ilustrasi surga (bukan sebenarnya, hanya ilustrasi, wallahu a'lam). Sumber : freepik.com

Mengutip laman PWNU Jatim, Syekh Hisyam mengisahkan, suatu hari, seorang penggali kubur di salah satu kompleks pemakaman masyhur di Damaskus yang dipenuhi dengan pemakaman ulama, auliya, serta syuhada kedatangan seorang perempuan. Perempuan itu memintanya menggali kubur.

Tak lama setelah menggali kubur, perempuan itu datang bersama para pelayat dengan membawa jenazah. Jenazah itu kemudian dimasukkan ke dalam liang lahat.

Si penggali kubur itu kaget ketika melihat taman surga yang indah. Ia juga melihat dua malaikat membawa jenazah itu pergi dari sempitnya lahat. 

Saking terkejutnya, penggali kubur itu pingsan. Setelah siuman, ia ditanya apa yang menimpanya dan menceritakan kejadian itu. Namun, orang-orang mengira ia terlalu berimajinasi.

Beberapa bulan kemudian, perempuan itu datang lagi dan meminta ia menggali kubur lagi. Penggali itu pun memenuhi permintaannya. Setelah digali, si perempuan itu datang bersama pelayat membawa jenazah.

Ketika jenazah itu diturunkan ke dalam kubur oleh si penggali, seketika terjadi lagi hal yang sama. Ia melihat taman surga dan malaikat membawa jenazah itu. Ia pun kembali pingsan.

Ketika siuman penggali kubur itu mengejar perempuan tadi dan menanyakan beberapa hal. Siapa kedua jenazah itu? Apa yang mereka berdua lakukan sehingga mendapat karomah seperti ini?

Perempuan itu menjawab, “Mereka berdua adalah anakku. Yang pertama adalah seorang santri (thalib ilm), dan yang kedua -yang baru saja meninggal adalah saudaranya yang bekerja sebagai tukang kayu dan menafkahkan hasilnya untuk saudaranya yang seorang santri itu.”


Gigih Belajar Agama

Ilustrasi santri mengaji. (Photo by Andri Helmansyah on Unsplash)

Kontan saja, penggali itu pergi ke Masjid Jami At-Taubah dan mendatangi Syekh Said Al-Burhani yang merupakan kakek Syekh Hisyam. Perlu diketahui, Masjid Jami At-Taubah adalah masjid yang cukup memiliki sejarah panjang di Damaskus. 

Dalam sejarahnya Izzuddin bin Abd Salam (sulthonul ulama; pengarang Qawaidul Ahkam) dan Ibnul Jazari (sarjana qiraah, pengarang An-Nasyr dan Muqaddimah Jazariyah) adalah di antara ulama yang pernah menjadi khatib di Jami’ At-Taubah.

“Aku ingin belajar agama,” ujar penggali kubur itu kepada Syekh Said.

“Umurmu sudah hampir 50. Apa yang membuatmu ingin mengaji?” tanya Syekh Said.

Setelah si penggali kubur menceritakan kisahnya, Syekh Said menerima sebagai muridnya untuk belajar ilmu agama. 

“Ambil kitab Jurumiyah. Mari mengaji nahwu mulai dari awal,” katanya.

Sejak itu si penggali kubur mengaji dengan tekun hingga menjadi ulama besar di Damaskus. Penggali kubur itu bernama Syekh Abdurrahman Al-Haffar (Haffar berarti tukang gali). Ia memiliki keturunan yang juga menjadi ulama dan pecinta ilmu. Salah satunya adalah Abdur Razaq Al-Haffar.

“Siapapun bisa mendapat derajat yang sama asalkan ia menuntut ilmu secara sungguh dan ikhlas,” ujar Syekh Hisyam menutup ceritanya. Wallahu a'lam.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya