Rupiah Melemah Lagi, Level 16.000 per USD Kian Nyata

Nilai tukar (kurs) rupiah melemah pada Rabu pagi. Kurs rupiah turun 0,32 persen atau 50 poin menjadi 15.935 per USD dari sebelumnya 15.885 per USD.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Nov 2023, 11:00 WIB
Nilai tukar (kurs) rupiah melemah pada Rabu pagi. Kurs rupiah turun 0,32 persen atau 50 poin menjadi 15.935 per USD dari sebelumnya 15.885 per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah melemah pada Rabu pagi. Kurs rupiah turun 0,32 persen atau 50 poin menjadi 15.935 per USD dari sebelumnya 15.885 per USD.

Analis Bank Woori Saudara BWS Rully Nova memperkirakan rupiah melemah tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada kisaran 15.850-15.890 per dolar AS.

“Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal wait and see keputusan rapat The Fed (Federal Reserve) terhadap kebijakan suku bunga hari ini waktu AS dan memburuknya data manufaktur China,” kata dia dikutip dari Antara, Rabu (1/11/2023).

Lebih lanjut, The Fed diprediksi akan mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,5 persen.

Pengendalian inflasi dan penguatan kondisi ketenagakerjaan akan menjadi topik pembicaraan dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).

Inflasi

Inflasi masih menjadi fokus karena melenceng jauh dari target dua persen, dan para pejabat AS bakal mempertanyakan apakah kebijakan saat ini masih cukup mendorong inflasi turun atau perlu kebijakan baru.

Melihat sentimen domestik, data inflasi Indonesia bakal diumumkan hari ini yang diperkirakan menunjukkan kenaikan laju inflasi Indonesia baik secara year on year (YoY) maupun month to month (MoM).

YoY diprediksi meningkat dari 2,28 persen menjadi 2,6 persen, sedangkan tingkat inflasi MoM naik 0,27 persen dari sebelumnya 0,19 persen.

“(Selain itu), pelaku pasar berspekulasi BI (Bank Indonesia) akan menaikkan lagi suku bunga acuannya pada RDG (Rapat Dewan Gubernur) mendatang karena diperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga 25 bps (basis points) di akhir tahun ini,” ungkap Rully.

 


USD Perkasa di Akhir Oktober 2023, Rupiah Apa Kabar?

Ilustrasi dana BLT

Kurs dolar Amerika Serikat (USD) kembali menguat hari ini pada Selasa, 31 Oktober 2023. USD menguat ketika data ekonomi Tiongkok menunjukkan penurunan tak terduga dalam aktivitas bisnis, juga Yen Jepang yang jatuh setelah Bank of Japan (BOJ) mempertahankan kebijakan ultra-dovishnya.

“Sebagian besar investor juga tetap gelisah menjelang kesimpulan pertemuan Federal Reserve pada hari Rabu,” kata Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam paparan tertulis pada Selasa (31/10/2023).

“Meskipun bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya, bank sentral juga kemungkinan akan mengulangi sikapnya yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, sebuah skenario yang menjadi pertanda baik bagi dolar dan buruk bagi mata uang Asia yang didorong oleh risiko,” Ibrahim melanjutkan.

BOJ mempertahankan suku bunga negatif, dan hanya membuat sedikit perubahan pada kebijakan pengendalian kurva imbal hasil (YCC).

Bank Sentral Jepang itu mengatakan bahwa mereka akan memberikan lebih banyak fleksibilitas dalam YCC-nya, yang berpotensi membiarkan imbal hasil obligasi bergerak di atas batas 1 persen.

“Namun hal ini sebagian besar mengecewakan pasar yang mengharapkan langkah BOJ yang lebih agresif,” ungkap Ibrahim. “Imbal hasil acuan 10-tahun memangkas beberapa kenaikan setelah langkah tersebut, dan semakin turun dari batas atas 1%. Data ekonomi yang lemah juga membebani yen, setelah pembacaan produksi industri dan penjualan ritel mengecewakan pada bulan September,” paparnya.

 


Inflasi

Pekerja bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Pagi ini, Rupiah dibuka di Rp 13.509 per USD atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.515 per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Perkiraan BOJ juga menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dan memburuknya kondisi ekonomi di tahun-tahun mendatang, dan melanjutkan laju pelonggaran kuantitatif dalam jangka pendek.

Adapun sektor manufaktur Tiongkok yang mengalami kontraksi pada bulan Oktober, sementara pertumbuhan di sektor non-manufaktur melambat secara substansial.

“Data tersebut menunjukkan bahwa langkah-langkah stimulus pemerintah baru-baru ini hanya memberikan sedikit bantuan terhadap perekonomian, dan diperlukan lebih banyak dukungan. Aktivitas juga terpukul oleh memburuknya kondisi ekonomi di mitra dagang terbesar Tiongkok,” jelas Ibrahim.

 

Infografis Rupiah dan Bursa Saham Bergulat Melawan Corona (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya