Liputan6.com, Yogyakarta - Masih segar dalam ingatan tragedi Itaewon, Korea Selatan yang menewaskan ratusan orang saat momen hari peringatan Halloween. Setidaknya 158 orang tewas di tengah kerumunan tepat pada 29 Oktober 2022 malam waktu setempat.
Kebanyakan dari korban meninggal dunia itu disebabkan kekurangan oksigen. Mereka tak mampu mendapat akses saat melewati sebuah gang yang sesak, sehingga harus berimpitan ketika mencoba menyelamatkan diri.
Saat ini, genap setahun setelah tragedi Itaewon yang mencekam itu. Jalan kecil di Distrik Itaewon pun ditetapkan sebagai Gang Peringatan 29 Oktober pada Kamis (26/10/2023) lalu.
Ratusan kertas berisi pesan duka dan penghormatan bagi para korban menghiasi lokasi kejadian.
Baca Juga
Advertisement
"Ini adalah tempat untuk mengenang orang-orang yang sudah menjadi bintang di langit ketika menikmati malam mereka pada 29 Oktober 2022. Ini juga sebagai ajang untuk menjamin keselamatan agar hal seperti ini tidak terjadi lagi di masa mendatang," kata perwakilan keluarga yang berduka Lee Jung Min saat dalam upacara peresmian tugu peringatani dilansir CNA, Jumat (27/10/2023).
Dalam tragedi itu, Lee Jung Min kehilangan putrinya yang saat itu baru berusia 28 tahun. Hingga saat ini, ia dan keluarga korban lainnya masih mencari jawaban atas tragedi tersebut.
Sekitar 100 kerabat serta aktivis yang berduka mendorong disahkannya undang-undang soal wajibnya penyelidikan yang dilakukan penasihat independen, mengenai siapa yang bertanggung jawab, apa yang menjadi kesalahan saat perayaan Halloween itu.
Sejak saat itu, sebetulnya penyelidikan sudah dilakukan terhadap pejabat setempat, tetapi sampai sekarang tidak ada seorang pun yang dinyatakan bertanggung jawab dan dihukum atas tragedi menyayat hati tersebut.
"Hanya dengan meningkatkan kesadaran melalui penyelidikan yang jelas mengenai kebenaran dan hukuman terhadap mereka yang benar-benar bertanggung jawab, setiap orang dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan aman," jelas Lee Jung Min.
Tak Ada Lagi Kostum Polisi
Dalam tragedi Itaewon ternyata banyak ditemukan sipil yang mengenakan seragam polisi. Hal ini kemudian membuat kendala saat operasi penyelamatan di kawasan festival.
Atas dasar itu, dinukil dari Korea Times, saat ini Badan Kepolisian Nasional Korea Selatan (NPA) memutuskan untuk mengontrol penjualan dan pemakaian seragam polisi sebagai kostum dalam perayaan Halloween.
Kecamanan dan tindakan terhadap penggunaan kostum polisi sudah dimulai sejak Selasa, 24 Oktober 2023 kemarin dan masih akan berlanjut hingga 5 November 2023 mendatang.
Hal ini sebagai antisipasi lantaran pengguna kostum polisi akan menimbulkan kebingungan, terutama dalam situasi darurat. Seperti tahun lalu, tidak sedikit kesalahan identifikasi karena banyak peserta yang mengenakan seragam polisi.
Imbasnya akan membuat kendala untuk melakukan manajemen keselamatan. Misalnya, saat itu tercatat petugas polisi yang dikirim untuk evakuasi secara keliru dianggap sebagai warga sipil yang mengenakan kostum. Kebingungan ini mengakibatkan terlambatnya tanggap bencana.
Untuk itu undang-undang yang berlaku saat ini melarang warga sipil untuk memakai seragam polisi atau serupanya. Jika ketahuan melanggar akan mendapat konsekuensi enam bulan penjara atau denda hingga 3 juta won atau sekitar Rp35,3 juta.
Sementara penjual akan dihukum satu tahun penjara atau denda hingga 10 juta won atau sekitar Rp117,8 juta.
Penulis: Taufiq Syarifudin
Advertisement