Wanita di Jalur Gaza Terpaksa Minum Pil Penunda Menstruasi karena Air Bersih Terbatas

Wanita di Gaza mengatakan bahwa mereka tidak memiliki alternatif selain menggunakan tablet yang dapat menunda menstruasi.

oleh Farel Gerald diperbarui 01 Nov 2023, 17:00 WIB
Seorang wanita berjalan sambil menggendong bayi di taman bermain di sebuah sekolah yang dikelola oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang telah diubah menjadi tempat penampungan bagi para pengungsi Palestina di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada 25 Oktober 2023. (Mahmud HAMS/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak wanita Palestina di Gaza terpaksa menggunakan pil penunda menstruasi karena menghadapi kondisi sulit akibat serangan berkelanjutan oleh Israel. Mereka terpaksa mengonsumsi tablet norethisterone lantaran keterbatasan dalam mengakses air bersih dan produk kebersihan menstruasi seperti pembalut atau tampon.

Tablet ini biasanya diresepkan untuk mengatasi kondisi seperti perdarahan menstruasi yang sangat parah, endometriosis, dan nyeri haid yang hebat. Dengan mengonsumsi pil itu, mereka bisa menghindari rasa tidak nyaman dan nyeri yang biasanya datang saat menstruasi.

Melansir Al Jazeera, Selasa, 31 Oktober 2023, Dr. Walid Abu Hatab, seorang konsultan medis di bidang kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan kota Khan Younis, Gaza menjelaskan bahwa tablet tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi, sehingga mencegah rahim melepaskan lapisannya dan akhirnya menunda menstruasi.

Para profesional medis mengatakan bahwa pil tersebut mungkin memiliki efek samping seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing, dan perubahan suasana hati, beberapa wanita. Seperti Salma Khaled yang mengungkapkan bahwa mereka merasa tidak memiliki pilihan selain mengambil risiko ini, terutama di tengah serangan dan blokade Gaza yang terus berlanjut.

Salma, yang meninggalkan rumahnya di lingkungan Tel al-Hawa di Kota Gaza dua minggu yang lalu kini tinggal bersama kerabatnya di kamp pengungsi Deir el-Balah di Gaza tengah. Di situasi perang sekarang ia merasakan tekanan, ketidaknyamanan, dan depresi yang sangat mempengaruhi siklus menstruasinya.


Apotek Lebih Banyak Menjual Pil Penunda Menstruasi

Warga Palestina yang terluka tiba di Rumah Sakit al-Shifa menyusul serangan udara Israel di Kota Gaza, Jalur Gaza, Senin (16/10/2023). (AP Photo/Abed Khaled)

"Saya telah mengalami hari-hari yang paling sulit dalam hidup saya selama konflik ini," kata Salma. "Saya mengalami menstruasi dua kali dalam bulan ini, yang sangat tidak teratur bagi saya, dan disertai dengan pendarahan yang sangat banyak."

Salma menjelaskan bahwa terdapat kekurangan pembalut wanita di beberapa toko dan apotek yang masih buka. Selain itu, tinggal bersama puluhan kerabat dalam situasi kekurangan air bersih telah membuat menjaga kebersihan rutin menjadi suatu kemewahan, atau bahkan kemustahilan.

Penggunaan kamar mandi harus diatur dengan ketat, dan mandi terbatas hanya beberapa kali dalam seminggu. Baik apotek maupun toko-toko mengalami keterbatasan persediaan karena blokade total yang diberlakukan oleh Israel setelah serangan sayap bersenjata kelompok Palestina, Hamas, pada tanggal 7 Oktober 2023.

Selain itu, serangan Israel terhadap jalan-jalan utama di Jalur Gaza telah menghambat pengiriman produk medis. Menurut Abu Hatab, memindahkan produk dari gudang ke apotek merupakan tugas yang hampir tidak mungkin.

Dengan tidak memiliki cara untuk mengatur siklus menstruasinya seperti yang biasa dia lakukan, Salma memutuskan untuk mencoba mencari tablet yang dapat menunda menstruasi. "Tablet penunda menstruasi umumnya lebih banyak tersedia di beberapa apotek karena jarang digunakan," pungkasnya.


Kehilangan Privasi Juga

Seorang perempuan Palestina menggantung cucian yang dicuci menggunakan air laut karena kurangnya air bersih dan listrik di sepanjang pantai di Deir el-Balah di selatan Jalur Gaza, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. pada 29 Oktober 2023. (MAHMUD HAMS / AFP)

Salma mengatakan, "Saya meminta putri saya pergi ke apotek dan membeli pil penunda menstruasi." Dia menambahkan, "Mungkin perang ini akan segera berakhir, dan saya tidak akan perlu menggunakannya lagi."

Meskipun begitu, dia khawatir akan kemungkinan efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan pil tersebut pada tubuhnya.

Di sisi lain, lebih dari 1,4 juta orang telah menjadi pengungsi internal di Jalur Gaza sejak tanggal 7 Oktober 2023, tinggal dalam kondisi yang sangat sempit dan tidak higienis, baik di sekolah-sekolah yang dikelola oleh PBB maupun dalam ruang-ruang yang penuh sesak dengan keluarga angkat atau kerabat mereka, sehingga privasi ruang menjadi suatu hal yang sulit dicapai.

Serangan Israel yang berlangsung selama 25 hari ini telah menyebabkan dampak yang sangat merusak. Lebih dari 8.500 warga Palestina telah kehilangan nyawa mereka, dan sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.

Walaupun militer Israel telah beberapa kali mengeluarkan peringatan kepada warga agar meninggalkan wilayah Gaza utara dan Kota Gaza. Hal ini telah mengakibatkan peningkatan jumlah orang yang mengungsi ke kota-kota di tengah dan selatan Jalur Gaza, namun serangan udara masih terus berlanjut di Jalur Gaza selatan.


Perang Memperburuk Gejala Menstruasi

Warga Palestina antre membeli roti di Kota Gaza, pada 16 Oktober 2023. (Dawood NEMER/AFP)

Menurut Nevin Adnan, seorang psikolog dan pekerja sosial berbasis di Kota Gaza, perempuan biasanya mengalami gejala psikologis dan fisik pada hari-hari sebelum dan selama menstruasi, seperti perubahan suasana hati serta nyeri di bagian perut bawah dan punggung.

Gejala-gejala ini dapat mengalami peningkatan yang lebih buruk saat berada dalam situasi stres seperti perang yang sedang berlangsung, menurut Adnan. Dia menjelaskan, "Pergantian tempat tinggal dapat menyebabkan stres yang sangat tinggi, dan ini memengaruhi tubuh wanita serta regulasi hormonnya."

Selanjutnya, dia menyatakan, "Ada juga kemungkinan peningkatan gejala fisik yang terkait dengan menstruasi, seperti nyeri perut, nyeri punggung, sembelit, dan perut kembung."

Wanita juga mungkin mengalami kesulitan tidur, perasaan cemas yang berkelanjutan, dan tekanan mental yang sangat tinggi, tambah Adnan. Saat ini, Adnan mencatat bahwa lebih banyak wanita cenderung menggunakan pil penunda menstruasi untuk menghindari rasa malu yang disebabkan oleh kurangnya kebersihan, privasi, dan ketersediaan produk kesehatan.

Namun, dia juga menekankan bahwa dalam situasi normal, sangat penting untuk berkonsultasi dengan seorang dokter sebelum mengonsumsi tablet ini, agar memahami potensi efek serta dampak penggunaan tablet ini secara berkelanjutan terhadap kesehatan fisik wanita.

"Ini bisa memengaruhi perubahan hormon alami seorang wanita, tanggal kapan dia menstruasi berikutnya, volume darah yang dikeluarkan, dan apakah menstruasinya berhenti," ungkapnya dalam wawancara dengan Al Jazeera.

Infografis Rentetan Konflik Terbaru Israel - Palestina. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya