Liputan6.com, Jakarta Turki sedang mempersiapkan undang-undang baru yang mencakup aset kripto untuk membujuk pengawas kejahatan internasional agar menghapusnya dari daftar abu-abu. Ini karena negara tidak mengambil tindakan cukup untuk mencegah pencucian uang dan pendanaan teroris.
Satuan Tugas Aksi Keuangan (FATF) menurunkan peringkat Turki ke daftar abu-abu pada 2021. Saat berbicara di hadapan komisi parlemen pada Selasa, 31 Oktober 2023 Menteri Keuangan Turki, Mehmet Simsek mengatakan laporan FATF menemukan Turki sepenuhnya mematuhi semua kecuali satu dari 40 standar pengawas tersebut.
Advertisement
“Satu-satunya masalah yang tersisa dalam lingkup kepatuhan teknis adalah pekerjaan yang berkaitan dengan aset kripto,” kata Simsek, dikutip dari Yahoo Finance, Kamis (2/11/2023).
Simsek menambahkan, akan mengajukan proposal undang-undang tentang aset kripto ke parlemen sesegera mungkin. Setelah itu, tidak akan ada alasan bagi Turki untuk tetap berada dalam daftar abu-abu tersebut, jika tidak ada pertimbangan politik lainnya. Simsek tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai rencana perubahan hukum tersebut.
FATF, yang dibentuk oleh kelompok negara-negara maju G7 untuk melindungi sistem keuangan global, telah memperingatkan Turki tentang kekurangan serius termasuk perlunya meningkatkan langkah-langkah untuk membekukan aset yang terkait dengan terorisme dan proliferasi senjata pemusnah massal pada 2019.
Hasil Survei Terbaru: Nigeria Pimpin Peringkat Global dalam Kesadaran Kripto
Menurut hasil survei global terbaru yang dilakukan oleh ConsenSys dan YouGov, negara dengan perekonomian terbesar di Afrika, Nigeria telah menjadi negara yang paling sadar akan cryptocurrency di dunia.
Dilansir dari Yahoo Finance, Selasa (26/9/2023), survei ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang bagaimana berbagai negara memandang mata uang kripto dan ekosistem Web3 yang lebih luas.
Temuan utama jajak pendapat tersebut menunjukkan Nigeria dan Afrika Selatan adalah dua negara teratas dalam hal kesadaran akan cryptocurrency.
Jika dibandingkan dengan responden dari negara dengan perekonomian besar seperti Inggris, AS, Jepang, dan Jerman, 99 persen warga Nigeria dan 98 persen warga Afrika Selatan menunjukkan pemahaman yang lebih baik tentang Web3.
Tingkat Pemahaman Tinggi di Nigeria dan Afrika Selatan
Jajak pendapat tersebut melibatkan 15.158 orang berusia 18 hingga 65 tahun dari 15 negara berbeda. Sebanyak 70 persen responden Nigeria mengatakan mereka memahami konsep penting teknologi blockchain.
Tingkat kepemilikan menunjukkan tingginya tingkat kesadaran akan mata uang kripto di Nigeria, dengan 76 persen dari 1.001 responden Nigeria mengatakan bahwa mereka saat ini memiliki atau pernah memiliki mata uang kripto.
Bitcoin dan Ethereum adalah mata uang kripto paling populer, diikuti oleh BNB dan Dogecoin, keduanya mengungguli Tether.
Kripto Sebagai Lindung Nilai
Selain itu, 90 persen responden di Nigeria menyatakan minatnya untuk berinvestasi dalam mata uang kripto pada tahun depan, sementara 65 persen memandang mata uang kripto sebagai lindung nilai terhadap hiperinflasi dan devaluasi moneter.
.
Advertisement
Langkah Bank Sentral
Terlepas dari masalah peraturan, dengan Bank Sentral Nigeria memutuskan hubungan antara bursa mata uang kripto dan bank lokal pada Februari 2021, 50 persen responden percaya bahwa regulator harus mengadopsi peraturan yang mendorong partisipasi sekaligus melindungi investor.
Laporan tersebut juga menemukan meskipun 92 persen responden mengetahui tentang mata uang kripto, hanya 8 persen yang berpengalaman dalam web3, sehingga menunjukkan adanya kesenjangan antara kesadaran dan pemahaman tentang mata uang kripto.
Web3 dipandang sebagai evolusi internet berikutnya di kalangan responden survei, menawarkan desentralisasi, privasi, dan kepemilikan digital.
India Raih Peringkat Kedua di Dunia dalam Volume Transaksi Kripto
Sebelumnya, India telah muncul sebagai pasar kripto terbesar kedua di dunia dalam hal volume transaksi mentah, melampaui Inggris, Turki, dan Rusia.
Menurut laporan Chainalysis baru-baru ini, India mencatat volume kripto sekitar USD 269 miliar atau setara Rp 4.133 triliun (asumsi kurs Rp 15.368 per dolar AS) antara Juli 2022 dan Juni 2023.
Dilansir dari Yahoo Finance, Jumat (22/9/2023), laporan dari Chainalysis juga menunjukkan Asia Tengah dan Selatan, termasuk India, adalah pasar kripto terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Utara dan Eropa Tengah, Utara dan Barat.
Laporan tersebut mencatat wilayah ini telah mengalami pertumbuhan signifikan dalam adopsi kripto selama setahun terakhir, dengan India yang memimpin.
Pertumbuhan pasar kripto India dapat dikaitkan dengan beberapa faktor, termasuk meningkatnya popularitas platform perdagangan peer-to-peer, munculnya aplikasi keuangan terdesentralisasi (DeFi), dan meningkatnya penerimaan mata uang kripto oleh pedagang dan bisnis.
Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa pemerintah memiliki tarif pajak mata uang kripto yang lebih tinggi dibandingkan kebanyakan negara lain, dengan pengurangan keuntungan sebesar 30 persen dan pajak transaksi sebesar 1 persen.
Namun laporan tersebut menekankan permintaan besar terhadap mata uang kripto di India masih tetap ada, menjadikannya pemain terkemuka di industri global. Amerika Serikat terus memiliki pasar kripto terbesar di dunia.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi
Advertisement