Liputan6.com, Jakarta - Di tiap pemilihan presiden atau pilpres, kaum perempuan menjadi sasaran yang sangat diperhitungkan dalam mendulang suara bagi capres/cawapres. Istilah ‘emak-emak’ menjadi begitu viral karena di Pilpres 2019. Partisipasi perempuan begitu signifikan. Menurut data Pemilu 2024 dari Komisi Pemilihan Umum, jumlah pemilih perempuan adalah 102,58 juta dan laki-laki 102,21 juta.
Perempuan adalah kelompok pemilih yang cermat dan kritis dalam menentukan capres/cawapres pilihannya. Namun setelah pilpres usai dan pemerintah yang baru terbentuk, isu perempuan seperti selalu dilupakan dan berbagai persoalan yang mereka hadapi tak kunjung terselesaikan. Hal itu jadi salah satu alasan berdirinya PINK Movement atau Gerakan PINK.
Advertisement
"Kita semua tahu bahwa perempuan pada akhirnya menjadi faktor sentral dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Perempuan adalah tulang punggung keberlangsungan sebuah keluarga, baik secara sosial maupun secara ekonomi," ucap Donna H. Pediarto, salah satu penggagas PINK Movement dalam jumpa media di Kawasan Jakarta Selatan, Rabu, 1 November 2023.
"Di setiap pemilu atau pilpres, isu-isu perempuan selalu jadi topik yang dikedepankan. Ironisnya begitu pilpres berlalu, waktu lima tahun menuju pilpres berikutnya menjadi waktu yang begitu lambat dan lama bagi kaum perempuan," lanjutnya.
Donna menambahkan, perempuan dan anak-anak kembali menjadi bagian dari masyarakat yang tertinggal atau bahkan ditinggalkan dalam berbagai aksi dan kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. Mereka mendirikan gerakan PINK (Perempuan Indonesia Kuat) yang mengajak semua orang Indonesia menyatukan semangat dan kepedulian serta keberpihakan pada perempuan dan anak-anak.
Gerakan ini diklaim bukan suatu kumpulan relawan tapi gabungan para perempuan yang mengerti, pentingnya perempuan pendampingi di sisi pemimpin bangsa. Mereka sepakat mendapuk istri salah satu bakal capres, Ganjar Pranowo, yaitu Siti Atikoh sebagai sosok pilihan gerakan tersebut.
Keberpihakan dan Pengentasan Problema Kaum Perempuan
Menurut pendiri PINK Movement lainnya, Chicha Koeswoyo, Atikoh adalah sosok perempuan yang sudah sejak lama berkutat dalam upaya mencari solusi pada isu-isu perempuan dan anak-anak, yaitu: kesehatan Ibu dan Anak, penegakan hukum untuk kekerasan pada perempuan, tingkat kesenjangan gender di dunia kerja, di bidang politik dan ekonomi, serta dianggap dapat mendorong dipenuhinya hak-hak anak.
"Ibu Atikoh sepanjang pengamatan kita selama ini, terutama saat suaminya menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah selama 10 tahun, sangat peduli dan terjun langsung dalam banyak giat yang berfokus pada isu parenting dan kesehatan mental anak dan remaja," terang Chicha dalam kesempatan yang sama.
Sedangkan sang suami, Ganjar Pranowo dinilai sebagai sosok pemimpin yang sudah punya rekam jejak, wawasan gender serta keberpihakan dan pengentasan problema kaum perempuan dan anak-anak. Chicha yang dikenal sebagai aktris dan penyanyi cilik era 70an dan 80an, mengingatkan beberapa tahun belakangan sampai saat ini, berbagai berita tentang anak dan perempuan yang mengalami kekerasan dan berbagai tindakan tidak menyenangkan lainnya semakin sering terjadi dan banyak diberitakan di media.
Advertisement
Masalah Kekerasan sampai Kesehatan Mental Perempuan
"Saya rasa kita semua tahu ada banyak masalah seperti kekerasan yang menimpa perempuan dan anak-anak, belum lagi masalah kekurangan gizi dan kesehatan mental, dan tidak sedikit yang berujung pada kehilangan nyawa, wah pokoknya saya sampai tidak berani melihat bahkan membaca berita-berita seperti itu yang semakin banyak," kata Chicha.
"Masalah-masalah seperti itu kan umumnya karena perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak sangat kurang, dan juga kurang mendapat perhatian. Makanya kita berharap hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi dalam kepepimpinan selanjutnya, situasinya harus bisa lebih baik lagi," tambahnya.
“Lewat #2024AtikohIbuNegara, kita juga mengajak semua anak bangsa baik perempuan maupun laki-laki memahami pentingnya peran Ibu Negara pendamping capres dalam menangani isu-isu perempuan dan keluarga. Karena kalau sampai salah pilih, kita bisa menghadapi berbagai masalah yang sama yang kunjung belum terselesaikan dalam lima tahun berikutnya," timpal Rulita Anggraini, penggagas PINK Movement lainnya.
"Kami juga mendorong seluruh perempuan Indonesia untuk aktif bergiat dan peduli dengan dinamika politik yang berkembang saat ini, karena peran serta perempuan sangat menentukan masa depan negara kita," sambungnya.
Pink Warna yang Netral
Ia menambahkan, gerakan ini bukan untuk mencari-cari atau menguak kesalahan penguasa maupun ibu negara sebelumnya, tapi lebih pada ajakan untuk menatap ke masa depan dan mengawal penguasa berikutnya agar tidak melupakan janji-janjinya terutama yang berkaitan dengan masalah perempuan.
"Yang sudah berlalu tidak bisa kita ubah, biar jadi pelajaran aja. Yang penting kedepannya, kita akan kawal terus supaya para perempian tidak terlupakan lagi dan hanya jadi pelengkap aja,” kata Rulita.
Gerakan yang direpresentasikan melalui sosok Ibu Atikoh dan warna PINK ini juga melibatkan partisipasi berbagai organ dan komunitas relawan pendukung Ganjar-Mahfud, terutama dari kelompok perempuan yang bergerak bersama menyuarakan kekuatan perempuan dalam pilpres 2024.
"Warna PINK bukan warna aspirasi politik tertentu dan tidak berafiliasi dengan kelompok politik manapun. Kita mau menyatukan aspirasi yang berpihak pada perempuan. Makanya, kita pilih warna pink yang identik dengan perempuan dan tentunya lebih netral," tambah Chicha.
Para penggagas PINK Movement beserta para relawan dari berbagai organ dan komunitas juga menyerukan ajakan untuk berjuang bersama secara damai dan positif seperti tidak menyebarkan hoaks maupun berita-berita yang diragukan kebenarannya di media sosial.
Advertisement