Liputan6.com, Kendari - Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara Suwandi Andi, merekomendasikan ke Pemda Konawe Kepulauan untuk memasukan kembali wilayah Pulau Wawonii sebagai daerah pertambangan nikel, Selasa (31/10/2023).
Namun, pernyataan Suwandi Andi berlawanan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang adanya tambang di pulau kecil seperti Wawonii.
Diketahui sebelumnya, MA mengeluarkan putusannya Desember 2022 lalu dengan tiga poin utama. Poin pertama, pemerintah daerah harus segera merevisi perda Nomor 2 Tahun 2021 pasal 24 huruf d Pasal 28 dan Pasal 36 huruf c tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2021-2041. Diketahui, pasal kontroversial ini sudah menciptakan konflik di antara masyarakat Wawonii sejak 2019.
Baca Juga
Advertisement
Poin kedua, undang undang nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-Pulau kecil. Salah satu poinnya, melarang keras adanya operasi tambang di dalam pulau-pulau terkecil. Wawonii dengan luas 715 kilometer persegi, masuk kategori pulau kecil.
Ketiga, MA menyatakan perda Nomor 2 Tahun 2021 tentang RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sebab, bertentangan dengan undang-undang nomor 1 tahun 2014.
Meski sudah mengetahui putusan MA, Suwandi Andi malah menyampaikan ke ratusan karyawan PT GKP bahwa, pihaknya akan memberikan rekomendasi bagi mereka.
"Kami terima mereka (demonstran) dengan bagus, supaya kami membuat surat ke Pemda (Wawonii)," ujar Suwandi Andi saat dikonfirmasi Liputan6.com usai demonstrasi.
Menurut dia, masih ada peluang memuluskan tuntutan warga melalui revisi tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten.
"Saat ini, revisi masih sementara disusun," kata Suwandi Andi.
Dia menyampaikan ke karyawan PT GKP Konawe Kepulauan, akan berjuang untuk pembahasan revisi tata ruang wilayah. Sehingga, tambang nikel di Pulau Wawonii bisa kembali jalan.
"Intinya memang, di pembahasan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah (RD TRW). Tapi kalau ndak masuk ke RD TRW Kabupaten Wawonii, ndak mungkin barang (beroperasi kembali tambang) itu," ujar Suwandi Andi.
Kata dia, pembahasan RD TR dilakukan di level provinsi. Sikap Pemda Konkep, merupakan indikator kunci pihak provinsi bisa memasukan kembali RD TR Konkep soal tambang.
"Intinya, dari pemda yang mengusulkan," ujar Suwandi Andi.
Diketahui, sekitar 300 orang karyawan PT GKP menuntut pihak DPRD agar tambang bisa beroperasi kembali di Pulau Wawonii. Mereka juga mendesak, agar PT GKP kembali mengeruk nikel di pulau penghasil kelapa dan jambu mete itu.
Selain itu, mereka mengecam kelompok masyarakat lainnya yang menolak tambang PT GKP Wawonii. Mereka beralasan, tambang memberikan kesejahteraan bagi warga sekitar.
Simak Video Pilihan Ini:
Warga Wawonii Menang Lawan Tambang
Sebelumnya, Perjuangan warga Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan menolak perusahaan pertambangan nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP) dari Konawe Kepulauan mencetak sejarah baru. Warga Wawonii memenangkan gugatan di Mahkamah Agung (MA) yang isinya menolak wilayah pertanian dan perikanan mereka digunakan perusahaan pertambangan nikel.
Saat itu, masyarakat ditemani lembaga bantuan hukum, menggugat ke MA pada 20 September 2022. Berjalan tiga bulan, MA kemudian menetapkan sejumlah poin yang membatalkan Perda buatan Pemda yang membuka peluang wilayah Wawonii dikeruk kandungan nikelnya hingga 2041 mendatang.
Diketahui, perlawanan warga terhadap masuknya tambang di wilayah ini, sudah terjadi sejak 2017. Namun, pemerintah setempat, tidak menggubris warga penolak tambang. Malah, pemerintah berbalik melawan tuntutan warga dengan berbagai upaya, meyakinkan perusahaan dan aparat penegak hukum terkait bolehnya penambangan nikel di pulau dengan daratan seluas 867,58 kilometer persegi itu.
Kemenangan warga Wawonii, merupakan kemenangan pertama di tingkat MA bagi masyarakat penolak tambang di Sulawesi Tenggara. Selama ini, sejumlah wilayah di Sultra, cenderung membuka karpet merah bagi investor.
Profesor Denny Indrayana, kuasa hukum warga Wawonii menyatakan, secara sosiologis, MA menilai Perda RTRW tersebut juga tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan melahirkan kebijakan yang kontra-produktif.
"Karena, masyarakat Pulau Kecil Wawonii Konawe Kepulauan sejak dahulu mata pencaharian masyarakatnya bertani atau berkebun, sehingga apabila kegiatan penambangan terus berlanjut bahkan masif dilakukan, akan berdampak bahkan merusak sumber mata pencaharian masyarakat Pulau Kecil Wawonii yang telah berlangsung secara turun temurun," katanya.
Pertimbangan MA lainnya, menurut Denny, secara yuridis Perda RTRW bertentangan dengan UU PWP3K yang sangat jelas mengatur pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan dengan tujuan melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan.
Salah seorang kuasa hukum warga Wawonii, Harimuddin, menyatakan, UU 27/2007 diundangkan dan berlaku pada tanggal 17 Juli 2007. Karena itu, sejak tanggal tersebut, seluruh kegiatan perizinan tambang di pulau kecil tidak boleh lagi diterbitkan, termasuk penyusunan Perda RTWT Kabupaten/Kota, yang seharusnya tidak memasukkan kegiatan pertambangan di wilayah Pulau Kecil di daerahnya.
Tanggapan terkait putusan MA mengenai tambang di Wawonii, juga datang dari Akademisi Universitas Halu Oleo Dr Sahrina Safiudin SH LLM. Dia menyatakan, secara filosofis hukum lingkungan memastikan hukum mewadahi manusia diatasnya. Kata dia, yang lain-lainnya, mengikut.
"Terkait putusan, saya pikir memang begitu secara gamblang sudah jelas," tegasnya.
Dia mengatakan, ketika ada pihak mengatakan putusan MA tidak berlaku otomatis, perlu dipertanyakan mereka menafsirkan seperti apa.
"Itu sudah dinyatakan jelas dalam putusan bahwa RT/RW Konawe Kepulauan harus direvisi, pertimbangannya juga jelas terkait itu pulau kecil dan potensi kerusakan lingkungan serta berbagai macam konfliknya," ujar doktor lulusan Universitas Gadjah Mada ini.
Menurutnya, dengan berbagai pertimbangan dan hasil putusan MA, pemerintah bisa memperhatikan izin tambang Konawe Kepulauan. Pemerintah kemudian, bisa mencabut izin atau paling soft, yakni membekukan.
Advertisement
Kondisi Warga Wawonii Pasca Tambang Berhenti
Setelah PT GKP berhenti usai putusan di PTUN Jakarta, ratusan karyawan tambang dan pedagang sekitar tambang di Pulau Wawonii mengaku kehilangan penghasilan. Kata mereka, sejak PT GKP resmi berhenti,
Muammar mengatakan, warga menuntut perusahaan ini bisa beroperasi kembali di Wawonii. Kata dia, pemilik rumah kos dan pedagang asongan penghasilannya merosot. Sehingga, pihaknya berharap bisa ada solusi dari pemerintah Sulawesi Tenggara.
"Dengan semua keluhan mereka ini, atas dasar ini kami hadir di propinsi," kata Muammar.
Saat dikonfirmasi terkait data ril jumlah karyawan PT GKP yang terancam PHK, pihak perusahaan menutup diri. Pihak perusahaan tidak memberikan data bersifat publik. Humas PT GKP, Indi, tidak memberikan data saat berupaya dikonfirmasi.