Liputan6.com, Gaza - PBB melaporkan bahwa sekolah-sekolah yang kini menjadi tempat penampungan turut menjadi sasaran serangan Israel. Serangan ke tempat penampungan ini terjadi dalam beberapa kali dalam 24 jam.
Empat sekolah tersebut berada di lokasi berbeda. Lebih dari 20 orang tewas akibat serangan Israel tersebut, termasuk anak kecil.
Advertisement
Menurut laporan UNRWA, Kamis (2/11/2023), salah satu lokasi yang ditarget berada di Kamp Pengungsi Jabalia yang notabene terbesar di Jalur Gaza. Di tempat penampungan itu ada setidaknya 20 orang tewas dan lima terluka.
Pada hari yang sama, sekolah/tempat penampungan di kamp Gaza yang lain juga diserang dan menewaskan seorang anak kecil.
Dua sekolah lain di Kamp Pengungsi Al Bureij juga diserang, akibatnya dua orang tewas dan 31 terluka.
"Sejak dimulainya perang pada 7 Oktober, hampir 50 gedung dan aset UNRWA telah terdampak, dengan sebagian di antaranya dihantam langsung. Seperti hari ini, ini termasuk gedung-gedung UNRWA yang digunaan sebaga penampunga di mana UNRWA saat ini merumahkan sekitar 700 ribu orang. Dua puluh lima di antara penampunga-penampungan itu berada di Gaza utara, merumahkan 112 ribu orang," ujr Komisioner Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini.
Korban jiwa dari UNRWA juga bertambah. Hingga 2 November, ada 72 UNRWA terbunuh di Gaza sejak perang dimulai. Para staf itu seringkali meninggal bersama keluarga mereka.
"Berapa banyak lagi? Seberapa banyak duka dan penderitaan? Gencatan senjata kemanusiaan sangat diperlukan demi umat manusia," ujar Lazzarini.
Generator RS Indonesia di Gaza Sudah Mati, Ratusan Pasien dalam Bahaya
Sebelumnya dilaporkan, keadaan pelayanan kesehatan di Gaza semakin kritis. Generator utama di Rumah Sakit Indonesia di Gaza dilaporkan telah berhenti berfungsi.
Dilaporkan CNBC, Kamis (2/11/2023), Kementerian Kesehatan di Gaza menyebut ratusan pasien kini dalam bahaya karena generator utama telah mati. Sebelumnya, pemerintah Palestina telah mengingatkan bahwa Al-Shifa Medical Complex dan RS Indonesia yang berlokasi di utara Gaza terancam kehabisan bahan bakar.
Sementara, Dokter Tanpa Perbatasan (Medecins Sans Frontieres) berkata ada 20 ribu orang yang butuh bantuan medis di Gaza, namun Israel masih mempersulit akses untuk memberikan bantuan.
Sebelumnya dilaporkan, 10 Warga Negara Indonesia (WNI) saat ini tercatat berada di Gaza. Tiga di antaranya memilih untuk tetap tinggal, sementara tujuh orang lainnya akan dievakuasi oleh pemerintah Indonesia.
Ketiga WNI tersebut merupakan relawan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) yang bertugas di Gaza.
"Tiga relawan MER-C sejak awal memang tidak mau dievakuasi. Sejak awal kita komunikasi, mereka memang ingin tetap tinggal," kata Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Judha Nugraha dalam pernyataan pers, Rabu (2/11/2023).
Judha mengatakan bahwa tiga relawan tersebut tinggal di RS Indonesia di Gaza. Mengenai keputusan mereka yang tidak mau dievakuasi, ia turut menjelaskan bahwa tugas negara adalah menyelamatkan WNI dari lokasi berbahaya ke lokasi lebih aman, yang sifatnya sukarela.
Advertisement
PBB Sebut Serangan Israel di Kamp Jabalia Gaza Bisa Jadi Kejahatan Perang
Badan Hak Asasi Manusia (HAM) di PBB mengatakan, serangan udara Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia di Gaza bisa dianggap sebagai kejahatan perang.
Hal ini terjadi di tengah meningkatnya ketakutan atas jumlah warga sipil yang tewas dalam perang yang telah berlangsung hampir sebulan tersebut, dikutip dari laman Al Jazeera, Kamis (2/11/2023).
Kamp yang berada di wilayah padat penduduk di Kota Gaza, terkena serangan rudal pada Selasa (31/10) meninggalkan lubang raksasa di tengah bangunan yang dibom sebelum kemudian menjadi sasaran pemboman kedua pada Rabu (1/11).
Kantor Media Pemerintah Gaza mengatakan, sedikitnya 195 orang dipastikan tewas dan lebih dari 100 orang diperkirakan hilang di bawah reruntuhan. Sekitar 777 orang terluka dalam serangan itu, tambahnya.
Israel mengatakan, serangan itu menargetkan seorang komandan Hamas.
"Mengingat tingginya jumlah korban sipil dan skala kehancuran setelah serangan udara Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia, kami memiliki kekhawatiran serius bahwa ini adalah serangan yang tidak proporsional dan dapat dianggap sebagai kejahatan perang," kata Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi di Jabalia.
Komentar tersebut menyusul gelombang kecaman dari PBB, di mana para pejabat menyatakan keterkejutan dan kengerian atas serangan di Jabalia, kamp pengungsi terbesar di Gaza.
Sekretaris Jenderal Antonio Guterres “terkejut atas meningkatnya kekerasan di Gaza”, kata juru bicaranya Stephane Dujarric.
Ini termasuk pembunuhan warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak yang tinggal pemukiman di kamp pengungsi Jabalia yang padat penduduk, kata Dujarric.
Tanggapan UNICEF
Badan anak-anak PBB, UNICEF menggambarkan serangan itu sebagai aksi yang mengerikan.
In mengatakan, masih terlalu dini untuk mengetahui berapa banyak anak-anak yang tewas di Jabalia, namun mencatat bahwa lebih dari 3.500 anak-anak telah terbunuh sejak 7 Oktober ketika Hamas menyerang Israel.
Insiden ini juga menewaskan 1.400 orang dan menawan 200 orang,.
Gaza yang dikuasai Hamas sejak 2006 adalah rumah bagi sekitar 2,3 juta orang yang hidup di bawah blokade selama 17 tahun.
“Ini hanyalah kekejaman terbaru yang menimpa masyarakat Gaza di mana pertempuran telah memasuki fase yang lebih mengerikan, dengan konsekuensi kemanusiaan yang semakin mengerikan,” kata Martin Griffiths, kepala kemanusiaan PBB, dalam sebuah pernyataan.
"Dunia tampaknya tidak mampu, atau tidak mau, untuk bertindak. Kita membutuhkan perubahan."
Advertisement