Sukses Tanpa Gelar Sarjana, Wanita Ini Bagikan Caranya

Krystal Fortune, seseorang yang membanggakan kesuksesannya meskipun tidak memiliki gelar sarjana.

oleh Amira Fatimatuz Zahra diperbarui 05 Nov 2023, 07:00 WIB
Ilustrasi. Krystal Fortune, seseorang yang membanggakan kesuksesannya meskipun tidak memiliki gelar sarjana. Penduduk asli Brooklyn ini tahu bahwa ia ingin bekerja di bidang fashion sejak ia masih kecil. (Photo by Amanda Vick on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Krystal Fortune, seseorang yang membanggakan kesuksesannya meskipun tidak memiliki gelar sarjana. Penduduk asli Brooklyn ini tahu bahwa ia ingin bekerja di bidang fashion sejak ia masih kecil.

“Orang tua saya punya video saya di rumah saat natal ketika pagi hari ketika saya berusia 2 tahun. Saya membuka hadiah dan menyebutkan semua department store tempat mereka berasal, Macy’s Saks,” Cerita Fortune melalui CNBC Make It.

“Saya sangat menyukai segala hal yang berhubungan dengan fashion,” akunya.

Pada tahun 2007, hanya beberapa minggu setelah Fortune lulus SMA, ia mendaftar program gelar associate di Institut Seni New York City sebagai jurusan desain fashion.

“Saya tidak ingin menunggu empat tahun untuk mendapatkan gelar sarjana dan mulai bekerja di bidang fashion, dan keluarga saya tidak mampu membantu saya membiayai sekolah, jadi sepertinya ini adalah pilihan terbaik,” katanya.

Awalnya, Fortune membayangkan karirnya sebagai desainer pakaian. Ia mulai belajar menjahit ketika berusia 8 tahun, menjahit rok, tas,dan gaun untuk pesta prom seniornya.

Namun, hal itu berubah setelah ia mengambil kelas pertamanya di perguruan tinggi. Salah satu tugas pertamanya adalah mendesain sepatu yang terinspirasi oleh seniman terkenal.

Fortune menciptakan hak hitam dengan punggung melengkung berwarna perak yang terinspirasi dari garis kursi yang bersih dan sederhana di zaman Bauhaus, sebuah gerakan artistik Jerman dari awal abad ke-20.

Setelah menyelesaikan tugas itu, “tujuan saya sudah ditentukan,” kata Fortune. “Saya akan menjadi desainer sepatu.”

 Kini, Fortune adalah kepala desainer toko alas kaki Eastman Footwear Group, tempat ia mendesain sepatu untuk merek terkenal seperti Tretorn, Eddie Bauer, dan Nicole Miller.

Setelah menegosiasikan kenaikan gaji pada bulan September, menurut dokumen keuangannya, ia sekarang menghasilkan USD 100.000 atau sekitar 1,5 miliar rupiah per tahun.

Inilah cara Fortune membangun karir enam digit di bidang fashion tanpa gelar sarjana:


Menginjakkan Langkahnya untuk Berkarir di Bidang Desain Alas Kaki

Ilustrasi sepatu hak tinggi (Image by stokpic from Pixabay)

Fortune mendapat magang fashion pertamanya ketika ia bekerja untuk Tommy Hilfiger pada tahun 2008, saat semester kedua kuliahnya.

“Saya melamar ke setiap pekerjaan yang saya temukan, tercantum pada bagian ‘fashion’ di Craigslist,” katanya. “Saya tidak berpikir dua kali apakah saya lolos atau seberapa ketatnya, saya langsung saja melakukannya.”

Sebagai bagian dari magangnya, Fortune ditugaskan untuk menyortir ribuan contoh warna, mengambil sampel untuk para pemimpin di departemen desain, pemasaran, dan manufaktur.

“Pekerjaan membosankan itu melatih mata saya untuk mengenal dan membedakan warna, sebuah keterampilan yang terkadang membantu saya sepanjang karir tanpa saya sadari,” kata Fortune. “Ada sekitar 100 warna kuning yang berbeda, dan saya dapat menyebutkan hampir semua warna tersebut.”

Fortune juga magang di label fashion wanita Thuy selama New York Fashion Week, ketika ia masih mahasiswa. Ia bekerja dengan desainer di belakang panggung untuk menyesuaikan pakaian dan mengkoordinasikan perlengkapan untuk para model.

Setelah lulus dari Institut Seni pada tahun 2009, ia memegang berbagai pekerjaan fashion di New York. Bekerja sebagai desainer kaos kaki di Royce Too selama setahun, kemudian bekerja di Skechers sebagai asisten manajer ritel selama 11 bulan, dan akhirnya menemukan pekerjaan untuk desainer Eastman Footwear Group di Craigslist.

Meskipun tidak satu pun dari dua pekerjaan pertamanya adalah pekerjaan impiannya, Fortune mengatakan bahwa ia bisa mendapatkan “pengalaman kerja yang tak ternilai” dari masing-masing pekerjaan tersebut, seperti memanfaatkan pelatihan keterampilan di tempat kerja, termasuk mempraktikkan CAD (computer aided design). Software CAD digunakan dalam proses desain untuk membuat gambar 2D atau model sepatu 3D.

“Karena ini adalah pekerjaan sebagai desainer pakaian luar, saya tidak fokus pada alas kaki. Saya hanya mengerjakan bagian aksesoris seperti jaket dan payung, tetapi saya melihat ‘footwear’ pada nama perusahaan dan berpikir ini akan menjadi peluang bagus untuk mendapatkan pekerjaan. Bagaimanapun juga, saya sudah melangkah masuk ke karir ini,” kata Fortune

Meskipun Fortune tidak mendapatkan pekerjaan tersebut, seorang perekrut dari Eastman meneleponnya beberapa minggu kemudian dan menawarinya di posisi yang berbeda, posisi yang lebih sesuai dengan minat dan pengalamannya, yaitu desainer kaos kaki.

Sebagai bagian dari perannya, ia akan membantu melatih desainer lain dalam mentransfer desain tulisan tangan ke software digital, keterampilan yang ia tulis dalam resumenya sehingga membuat HRD terkesan.

“Saat itu, industri fashion sedang berubah cepat, dan merek meminta desain digital sebagai pengganti sketsa manual,” jelasnya. “Tetapi banyak desainer yang tidak terlatih dalam menggunakan software yang diperlukan.”

Ia memulai pekerjaan pertamanya di Eastman pada bulan April 2012, dan dalam waktu satu tahun, beralih ke tim desain sepatu. Fortune mengatakan, bahwa selalu mengikuti perkembangan keterampilan membantunya naik pangkat. Pada tahun 2018, ia menjadi desainer utama.


Merancang 75 Sepatu dalam Sebulan

Ilustrasi memilih sepatu (Photo by Alexandra Maria)

Fortune memulai paginya di kantor Eastman, Kota Manhattan dengan musik.

“Saya memerlukan playlist yang bagus untuk menyalurkan kreativitas,” kata Fortune, yang menambahkan bahwa Nirvana dan Beyonce sering menjadi pilihan musiknya.

Meskipun sebagian besar hari kerjanya dihabiskan untuk membuat sketsa desain sepatu kets, sepatu hiking, sandal, high heels, dan alas kaki lainnya, Fortune juga menghabiskan banyak waktu untuk berkoordinasi dengan tim manufaktur Eastman di Tiongkok dan bereksperimen dengan berbagai bahan, seperti sutra, kulit ular, dan kulit lainnya.

“Yang paling penting adalah menemukan inspirasi yang mengalir dari diri saya dan memasukkannya dalam desain sepatu,” katanya. Fortune memperkirakan ia menyelesaikan rata-rata 50 hingga 75 desain setiap bulannya. Setiap merek yang bekerjasama dengan Fortune, akan memberikan parameter dasar untuk apa yang mereka cari. Misalnya, sepatu kets untuk ditambahkan garis tertentu. Namun, ia memiliki “banyak kebebasan berkreasi,” catatnya.

Setelah desain disetujui oleh tim penjualan dan pemasaran merek, Fortune bekerjasama dengan tim produksi Eastman untuk memastikan desain dilaksanakan dengan benar. Setelah sampel pertama sepatu selesai dibuat, sampel tersebut dikirim ke pameran dagang dan ruang pamer toko untuk mengukur minat konsumen sebelum dikirim ke toko dan diposting untuk dijual secara online.

Keterampilan yang paling membantunya sukses sebagai seorang desainer adalah kemahiran dalam software desain grafis, seperti Adobe Photoshop dan Illustrator, manajemen waktu, komunikasi, dan kreativitas.

“Karena saya bekerja dengan banyak merek berbeda, saya sering melihat pria, wanita, dan anak-anak di kereta bawah tanah, di jalan, bahkan orang yang mengantri di kedai kopi, sedang mengenakan desain saya,” kata Fortune. “itulah bagian terbaik dari menjadi seorang desainer alas kaki. Saya bisa melihat karya saya dipakai dan dinikmati di seluruh dunia.”

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya