Perang Israel-Hamas Terancam Meluas, Bagaimana Dampaknya ke Pasokan Minyak?

Para pengamat khawatir serangan intensif terhadap Israel di Jalur Gaza akan mendorong lebih banyak musuhnya untuk menyerang sehingga berisiko meluas ke wilayah Timur Tengah. Bagaimana dampak ke minyak?

oleh Agustina Melani diperbarui 03 Nov 2023, 18:56 WIB
Saat konflik di Gaza memasuki tahap kedua, kekhawatiran akan meluasnya konflik ke kawasan Timur Tengah juga semakin meningkat. Hal ini pengaruhi terhadap pasar minyak. (Foto: AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Sudah hampir empat minggu, sejak Israel menyatakan perang terhadap Hamas. Ketika konflik di Gaza memasuki tahap kedua, kekhawatiran akan meluasnya konflik ke kawasan Timur Tengah juga semakin meningkat.

Dikutip dari CNBC, Jumat (3/11/2023), pengamat pasar terus mencermati Selat Hormuz, titik transit minyak terpenting di dunia untuk melihat apakah ada terkena dampak dari perang Israel-Hamas.

Selat yang terletak di antara Oman dan Iran, merupakan jalur penting. Menurut the Energy Information Administration (EIA), sekitar seperlima produksi minyak global mengalir setiap hari. Ini adalah jalur penting yang strategis yang menghubungkan produsen minyak mentah di Timur Tengah dengan pasar-pasar utama di seluruh dunia.

Pada 7 Oktober 2023, militan Hamas melancarkan serangan melalui darat, laut dan udara serta menyusup ke Israe sehingga menimbulkan korban jiwa lebih dari 1.400 orang.

Israel membalas serangan udara dan invasi darat ke Jalur Gaza yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 9.000 orang di wilayah tersebut.

Risiko terjadinya konflik yang lebih luas masih tetap ada. Amerika Serikat (AS) telah mengerahkan aset militer ke wilayah tersebut untuk mendukung Israel yang menangkis serangan roket dari militant yang didukung Iran di negara tetangga Lebanon dan Suriah.AS juga telah melancarkan serangan udara terhadap sasaran-sasaran yang terkait dengan revolusi Iran di Suriah.

Pembalasan Israel terhadap Iran berisiko menutup selat tersebut, sehingga mendorong harga minyak di atas USD 250 per barel, menurut prediksi Bank of America.


Kekhawatiran Pengamat

Harga Minyak Dunia. Foto: Freepik/wirestock

Iran adalah produsen minyak utama, dan kedekatan termasuk Hamas dan Hizbullah telah menyatakan tujuan menyerang Israel.

Para pengamat khawatir serangan intensif terhadap Israel di Jalur Gaza akan mendorong lebih banyak musuhnya untuk menyerang sehingga berisiko meluas ke wilayah Timur Tengah yang lebih luas.

Namun, beberapa pengamat industri menuturkan, penutupan tidak mungkin terjadi.

“Kemungkinan gangguan pasokan terutama penutupan Selat Hormuz, kecil kemungkinannya,” ujar Presiden Lipow Oil Associates, Andy Lipow.

Ia menuturkan, produsen minyak antara lain Arab Saudi, Iran, Iran dan Kuwait masih bergantung pada pendapatan yang berasal dari akses ke selat tersebut.

Goldman Sachs juga menyampaikan hal yang sama. Dalam catatan Analis Daan Struyven pada 26 Oktober 2023 menyebutkan, skenario penurunan pasokan yang parah sebagai akibat dari dari gangguan perdagangan melalui Selat Hormuz kemungkinan besar tidak akan terwujud.

Pada Minggu lalu, Presiden Iran Ebrahim Raisi menuturkan, di platform media sosial X yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, Israel telah melewati garis merah yang mungkin memaksa semua orang untuk mengambil tindakan.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri negara Arab termasuk Uni Emirat Arab, Yordania, Bahrain, Qatar, Kuwait, Arab Saudi, Oman, Mesir dan Maroko mengutuk penargetan warga sipil dan pelanggaran hukum internasional di Gaza oleh pasukan Israel. Israel mengatakan, pihaknya tidak menargetkan warga sipil, hanya sasar teroris.


Prediksi Harga Minyak

Harga Minyak Dunia. Foto: Freepik/Atlascompany

Pada 2019, Iran berulang kali mengancam akan menganggu pengiriman minyak melalui Selat Hormuz setelah mantan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian nuklir pada 2015 dan memulihkan sanksi terhadap Iran.

Dalam dua tahun terakhir, Iran telah menyerang dan menganggu 15 kapal dagang berbendera internasional, menurut data dari Angkatan Laut Amerika Serikat.

Pada Senin, Bank Dunia prediksi harga minyak dapat melonjak hingga USD 157 per barel jika konflik yang sedang berlangsung terus meningkat.

Bank Dunia memperingatkan akan terulangnya embargo minyak Arab pada 1973, ketika menteri energi Arab memberlakukan embargo ekspor minyak terhadap AS sebagai pembalasan atas dukungannya terhadap Israel dalam perang Arab-Israel pada 1973.

Dalam skenario itu, mungkin ada skenario “gangguan besar”  yang pada awalnya akan mendorong harga naik 56 persen-75 persen menjadi USD 140-USD 157 per barel, demikian disampaikan dalam laporan itu.

Lipow menuturkan, skenario seperti itu tidak mungkin terjadi.

“Saat ini sangat berbeda dibandingkan 50 tahun yang lalu karena ada negara-negara Timur Tengah yang hanya membutuhkan pendapatan minyak,” kata dia.

Meski begitu, Lipow menuturkan, Iran telah menyebabkan perang melalui proksinya. “Salah satu ketakutan saya adalah mungkin salah satu dari proxy ini membuat kesalahan yang sangat buruk ketika menyerang Israel,” ia menambahkan.

Ia menuturkan, jika hal itu, analis menuturkan, Israel akan membalas menyerang Iran yang akan memburuk dengan cepat menjadi konflik regional.

 


Harga Minyak Naik Hampir 3% usai Fed dan BoE Pertahankan Suku Bunga

Ilustrasi Harga Minyak

Sebelumnya diberitakan, harga minyak naik lebih dari USD 2 per barel dan diperkirakan menghentikan penurunan yang sebelumnya terjadi berturut-turut selama tiga hari.

Pemicu kenaikan harga minyak dunia karena selera risiko kembali ke pasar keuangan setelah Federal Reserve AS mempertahankan suku bunga acuannya.

Melansir laman CNBC, Jumat (3/11/2023), harga minyak mentah berjangka Brent naik USD 2,29, atau 2,7%, menjadi USD 86,92 per barel.

Sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik USD 2,23, atau 2,8%, menjadi USD 82,67 per barel.

Dalam pertemuan yang berlangsung 2 hari, para pengambil kebijakan di AS kesulitan untuk menentukan apakah kondisi keuangan sudah cukup ketat untuk mengendalikan inflasi, atau apakah perekonomian yang terus melampaui ekspektasi mungkin memerlukan lebih banyak pengendalian diri.

Pada akhirnya, The Fed mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah pada 5,25%-5,50% pada pertemuan terakhirnya pada hari Rabu.

Investor minyak terus mencermati keputusan kebijakan Federal Reserve, karena khawatir bahwa kenaikan suku bunga yang agresif dapat memperlambat perekonomian dan mengurangi permintaan energi.

“Jika The Fed membatalkan kebijakan tersebut, harga minyak akan hampir tercapai,” kata Phil Flynn, Analis di Price Futures Group.

 


Investor Cermati Perkembangan Timur Tengah

Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP

Bank of England mempertahankan suku bunga pada level tertinggi dalam 15 tahun sebesar 5,25% pada pertemuan terakhirnya pada hari Kamis, yang merupakan bulan kedua berturut-turut dengan suku bunga stabil setelah 14 kali kenaikan berturut-turut.

Ia juga menekankan bahwa pihaknya memperkirakan tidak akan melakukan penurunan suku bunga dalam waktu dekat.

“Namun, terlihat jelas pada titik ini bahwa BoE, seperti banyak negara lain, sudah selesai dengan siklus pengetatan dan sekarang tinggal menentukan berapa lama Bank of England akan bertahan di puncaknya,” kata Craig Erlam, Analis di OANDA.

Menurut para analis, dari sisi pasokan, eksportir minyak utama Arab Saudi diperkirakan akan mengkonfirmasi kembali perpanjangan pengurangan produksi minyak secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari hingga Desember.

Investor juga akan mencermati perkembangan di Timur Tengah, yang membuat pasar minyak tetap gelisah karena konflik yang lebih luas dapat mengganggu pasokan di wilayah tersebut.

Pertempuran berkobar di sekitar Kota Gaza pada hari Kamis ketika tank dan pasukan Israel menghadapi perlawanan sengit dari militan Hamas.​

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya