Liputan6.com, Edinburgh - Menteri Pertama Skotlandia Humza Yousaf mengunggah foto keluarganya yang berkumpul kembali di media sosial setelah mertuanya terjebak di Gaza akibat blokade total Israel dan penutupan perbatasan Rafah.
"Saya bersyukur mengatakan bahwa mertua saya selamat dan telah kembali ke rumah, alhamdulillah. Tentu saja kami berbahagia, namun ayah mertua saya berkata, 'Hati saya hancur berkeping-keping, dan bersama ibu, putra, dan cucu saya berada di Gaza'. Dia lalu menceritakan betapa sulitnya mengucapkan selamat tinggal kepada mereka," tulis Yousaf di platform X alias Twitter.
Advertisement
Lebih lanjut, Yousaf menuturkan bahwa meski seluruh keluarga sangat senang mereka telah kembali ke Skotlandia, namun, pikiran mereka tetap tertuju pada orang-orang yang tidak bisa pergi dan terjebak di zona perang.
"Kami akan terus menyuarakan perdamaian dan menghentikan pembunuhan terhadap pria, wanita, dan anak-anak tak berdosa di Gaza," sebut Yousaf.
Dia menambahkan, "Ini merupakan beberapa minggu yang traumatis. Saya tidak bisa menceritakan dampaknya terhadap Nadia dan keluarga kami, khususnya mertua saya. Saya yakin mereka akan menceritakan kisah mereka pada waktunya. Sementara itu, kami meminta privasi mereka dihormati.
Terima kasih atas semua harapan baik Anda."
Yousaf mencatat sejarah sebagai orang kulit berwarna dan muslim pertama yang memimpin Skotlandia.
Berharap Perbatasan Rafah Dibuka Kembali
Lebih dari 100 warga Inggris telah dievakuasi dari Gaza dan pemerintah berharap ada lebih banyak lagi yang bisa meninggalkan wilayah kantong itu. Hal tersebut diungkapkan Wakil Perdana Menteri Oliver Dowden pada Minggu (5/11/2023), ketika dia mendesak pembukaan kembali penyeberangan Rafah, yang memisahkan Gaza dan Mesir.
Persimpangan Rafah dibuka untuk evakuasi terbatas selama tiga hari pada awal pekan ini berdasarkan kesepakatan yang ditengahi Qatar, yang bertujuan untuk membiarkan beberapa pemegang paspor asing, tanggungan mereka dan beberapa warga Gaza yang terluka keluar dari zona perang Hamas Vs Israel.
"Lebih dari 100 warga negara Inggris bisa menyeberang dari Gaza ke Mesir melalui penyeberangan Rafah. Sangat mengecewakan penyeberangan itu ditutup kemarin," kata Dowden seperti dilansir Reuters.
"Kami terlibat erat dan kami berharap penyeberangan akan dibuka kembali ... sehingga memungkinkan lebih banyak warga negara Inggris untuk keluar."
Seperti halnya Amerika Serikat, Inggris telah mendesak jeda kemanusiaan atas serangan Israel di Gaza. Mereka belum menyerukan gencatan senjata penuh.
Inggris mengatakan Israel mempunyai hak untuk melindungi diri mereka sendiri setelah pada 7 Oktober Hamas melancarkan serangan paling mematikan terhadap orang-orang Yahudi sejak Holocaust.
Advertisement
3 Warga Inggris Belum Diketahui Nasibnya
Setidaknya selusin warga Inggris tewas dalam serangan Hamas tersebut dan Dowden mengatakan masih ada tiga warga Inggris yang belum ditemukan. Namun, dia tidak dapat mengatakan apakah mereka telah disandera.
Ketika ditanya tentang pernyataan Menteri Dalam Negeri Suella Braverman bahwa protes pro-Palestina di London adalah pawai kebencian, Dowden menuturkan bahwa ada tindakan kebencian dalam beberapa slogan yang diteriakkan, terutama yang dapat diartikan sebagai penolakan terhadap hak Israel untuk eksis.
"Yang perlu ditanyakan oleh orang-orang yang menghadiri unjuk rasa tersebut adalah apakah mereka secara tidak sengaja berdiri di samping orang-orang yang menyebarkan kebencian," kata dia.