Liputan6.com, Jakarta Pengamat politik Bawono Kumoro menyoroti soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batasan usia capres-cawapres yang menuai polemik dan dijadikan isu publik.
Menurut Bawono, polemik tersebut dinilai hanya sebagai alat untuk mendegradasi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terdampak langsung, yakni Prabowo Subianti dan Gibran Rakabuming Raka.
Advertisement
"Isu tersebut sengaja dimainkan untuk mempengaruhi publik demi mendegradasi paslon Prabowo-Gibran," kata Bawono kepada wartawan, Senin (6/11/2023).
Bawono menjelaskan isu tersebut terus digulirkan sebab elektabilitas keduanya yang terus meroket setelah resmi berpasangan dan mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal itu terbukti dari sejumlah survei yang disampaikan ke publik dari pelbagai lembaga dalam beberapa hari terakhir.
"Sangat mungkin ada pihak mencoba menarik ini ke ranah politik untuk kepentingan politik elektoral jangka pendek sehingga ini berpotensi bisa mendelegitimasi pasangan Prabowo-Gibran di pemilihan presiden 2024," yakin dia.
Bawono tak memungkiri jika isu ini terus liar berkembang di masyarakat, maka akan sangat mengganggu stabilitas politik. Mengingat, selama ini MK merupakan lembaga yang menjamin hak konstitusi setiap rakyat yang putusannya bersifat final dan mengikat.
"Tentu sangat beresiko bagi keberlangsungan stabilitas politik dan keamaan telah berada dalam kondisi baik dan kondusif saat ini," kata Bawono.
Elektabilitas Prabowo-Gibran Kalahkan Lawan-lawannya
Diketahui, pada survei terbaru yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada simulasi pertarungan pilpres 2024, Prabowo-Gibran tercatat paling unggul dibandingkan Ganjar-Mahfud dan Anies-Cak Imin.
Pada putaran pertama, LSI Denny JA memprediksi Prabowo Gibran unggul dengan angka 39,3 persen. Ganjar-Mahfud di urutan kedua dengan angka 36,9 persen. Sedangkan Anies-Cak Imin paling bontot dengan angka 15 persen. Sementara yang tidak jawab atau tidak tahu ada sebesar 8,8 persen.
Dengan simulasi ini, maka yang lolos ke putaran kedua adalah pasangan Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud.
"Prabowo–Gibran dan Ganjar–Mahfud, jika pilpres hari ini, masuk ke putaran kedua," tulis rilis LSI Denny JA, Selasa (24/10/2023).
Selain survei dari LSI Denny JA, survei terbaru PatraData Research Consulting juga mencatatkan elektabilitas bacapres Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto, unggul dibandingkan dua pesaingnya Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Pada simulasi head to head dengan Ganjar dan Anies, Prabowo unggul di keduanya. Ketika dihadapkan dengan Ganjar, elektabilitas Prabowo 52,3 persen, sementara Ganjar hanya mendapatkan 31,8 persen suara.
Ketika dihadapkan head to head dengan Anies, Prabowo memimpin dengan 60,9 persen sedangkan Anies 23,9 persen.
"Head to head antara ketiga nama calon presiden menunjukan bahwa Prabowo Subianto unggul secara secara signifikan dari Ganjar Pranowo ataupun Anies Baswedan. Sementara Ganjar Pranowo lebih banyak dipilih dari pada Anies Baswedan," ungkap Manajer Riset PatraData Rezki Adminanda dalam keterangannya, Jumat (3/11/2023).
Adapun survei tersebur menggunakan metode kontak telepon kepada responden yang dipilih secara acak kepada 1.220 responden selama 25-30 Oktober 2023.
Toleransi kesalahan kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Quality kontrol dilakukan dengan menelepon ulang sebanyak 20 persen dari total sampel.
Putusan MK Buka Celah Nepotisme
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai, kehidupan demokrasi berada di ujung tanduk. Alasannya adalah putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia capres-cawapres.
"Demokrasi tentu terganggu, lahirnya politik dinasti, suburnya nepotisme," kata Dedi kepada awak media, Jumat (3/10/2023).
Menurut Dedi, putusan MK membuka celah bagi tumbuh suburnya nepotisme. Lebih parah lagi, sambung Dedi, MK dinilai telah merusak tatanan bernegara.
"Soal imbas putusan itu yang membuka potensi nepotisme, itu hanya bagian kecil, bagian besarnya adalah MK telah merusak tatanan yudikatif. Kerusakan ini bukan soal politik, tetapi tatanan negara ikut keropos," ungkap Dedi.
Dedi berpandangan, Ketua MK Anwar Usman layak mundur dari posisinya sebagai hakim ketua MK. Hal itu didasari pada beberapa argumen yang menunjukkan pelanggaran krusial dalam putusan MK tersebut.
"Pertama, hakim yang miliki relasi langsung dengan materi gugatan, seharusnya tidak ikut dalam merumuskan putusan. Kedua, MK tidak miliki wewenang mengubah, menambah maupun mengurangi naskah undang-undang. MK hanya bisa membatalkan UU dan mengembalikan keputusan hukum ke DPR RI," ungkap Dedi.
Advertisement
Majunya Gibran sebagai Cawapres Dinilai Contoh Buruk Politik Generasi Muda
Peneliti Politik dan Kebijakan Danis Wahidin mengatakan, masyarakat bisa mengambil sikap dengan memberikan sanksi elektoral terhadap kandidat yang bermasalah dan merusak.
"Kesalahan politik harus diluruskan dengan kebenaran politik. Masyarakatlah sekarang harapan satu-satunya hukuman elektoral dengan tidak memilih kandidat yang bermasalah," tutur Danis.
Danis mengendus putusan MK soal batas usia capres disebutnya sarat akan kepentingan dan memuluskan nepotisme.
"Hal ini dibawa jauh ke ruang-ruang politik. Padahal MK dan DPR serta lembaga kepresidenan sejajar, tidak boleh saling intervensi," sebut Danis.
Danis mencatat, majunya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres berdampak negatif terhadap politik di kalangan anak muda. Sebab cara menuju posisi yang dibawa Gibran saat ini dinilai Danis tidak sesuai dengan proses yang seharusnya.
"Anak muda harus diberi jalan tetapi dengan aturan yang benar, dengan prestasi bukan prestise, dengan demokratis bukan dengan oligarkis. Anak muda harus dipahamkan tentang pentingnya nilai-nilai religiusitas, nasionalisme dan kenegarawanan," kata Danis yang juga Dosen Ilmu Politik di UPN Veteran Jakarta ini.
Putusan Usia Capres-Cawapres Jadi Momentum DPR saat Bahas Revisi UU MK
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Achmad Baidowi mengatakan bahwa polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres menjadi salah satu poin pertimbangan dalam revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini disampaikan Baidowi dalam diskusi daring bertema Konsekuensi Putusan MKMK di Jakarta, Sabtu (4/11/2023).
"Kasus yang ada pada saat ini setidaknya momentum saat Komisi III DPR RI membahas revisi UU MK," kata Baidowi seperti dilansir Antara.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyatakan DPR saat ini tengah membahas perubahan keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, revisi UU MK akan memperkuat fungsi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
"Memperkuat MKMK dengan tidak mengabaikan sifat dari putusan MK yang final dan mengikat," ujar Baidowi.
Menurut Baidowi, melalui revisi UU MK ini juga akan memperkuat seleksi hakim konstitusi.
"Yakinlah dalam melakukan proses itu selalu melakukan seleksi secara ketat untuk menghasilkan orang-orang terpilih yang bagus," kata Baidowi.
Adapun putusan MK yang menuai polemik di tengah masyarakat yakni putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menetapkan batas usia capres-cawapres paling rendah 40 tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Akibat putusan kontroversial itu, sembilan hakim konstitusi kemudian dilaporkan oleh berbagai unsur masyarakat ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Saat ini MKMK telah menerima 21 laporan mengenai dugaan pelanggaran kode etik oleh sembilan hakim MK yang terlibat dalam putusan itu. Putusan atas laporan dugaan pelanggaran kode etik tersebut akan disampaikan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie pada tanggal 7 November 2023.
Advertisement