Liputan6.com, Jakarta - Akhir-akhir ini, masyarakat mengeluh tentang cuaca panas akibat perubahan iklim dan suhu bumi yang terus naik. Namun, tak banyak di antara kita yang sadar bahwa semua yang terjadi saat ini juga terkait dengan keberadaan Orangutan.
Sudah sering dalam pemberitaan maupun video viral yang muncul di media sosial tentang kondisi memprihatinkan Orangutan. Mereka berkeliaran di jalan seperti kehilangan rumahnya, lantaran hutan yang dulu ditinggali kini sudah berubah.
Advertisement
"Ada kecenderungan Orangutan kembali lagi ke tempat asalnya, namun ternyata keadaannya sudah tidak seperti dulu," ungkap Biodiversity Conservation and Management Planning Specialist, Research Center for Climate Change, Rondang Siregar saat diskusi bersama The Body Shop dan Yayasan Kehati bertajuk "Menjaga Orangutan Menghidupkan Masa Depan" pada Jumat, 3 November 2023.
Ia menyatakan perubahan iklim dan dampaknya merupakan hal nyata dan dapat dirasakan tidak hanya oleh manusia, tapi semua mahluk hidup. "Konservasi hutan dan seluruh ekosistem mahluk hidup di dalamnya, termasuk spesies langka Orangutan, merupakan salah satu cara untuk kita dapat meminimalkan dampak perubahan iklim," papar Rondang.
Orangutan, kata Rondang, berperan penting dalam menjaga hutan, yaitu sebagai penebar biji dari biji-bijian dan buah-buahan yang dimakannya. Pergerakan mereka yang membawa biji-bijian tersebut memungkinkan pertumbuhan pohon baru.
Selain itu, Orangutan membuat celah di antara pepohonan dengan cara mematahkan dahan dan rantingnya sehingga cahaya matahari dapat masuk ke hutan yang menstimulasi pertumbuhan tanaman di dalamnya. "Aksi mereka ini meningkatkan biodiversitas serta ketahanan hutan, dan berdampak pada efek perubahan iklim itu sendiri," lanjut Rondang.
Spesies Orangutan, Satwa Unik Indonesia
Di Indonesia terdapat tiga spesies orangutan, yakni Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Ketiganya berstatus Kritis berdasarkan daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Dari ketiga spesies ini, Orangutan Tapanuli merupakan jenis yang baru ditemukan dan tergolong spesies kera paling langka di dunia. Ekosistem Orangutan Tapanuli di Batang Toru, Tapanuli Selatan, adalah jalur pegunungan hutan hujan di provinsi Sumatera Utara. Para ahli memperkirakan bahwa kurang dari 800 individu Orangutan Tapanuli yang tersisa di alam liar.
Populasi Orangutan secara umum menurun sekitar 50 persen dalam 60 tahun terakhir karena kehilangan habitat yang diakibatkan berbagai hal, termasuk pemburuan oleh masyarakat sekitar karena dianggap hama, jual beli bayi Orangutan secara ilegal, kegiatan pembalakan, pertambangan, pertanian, dan pembangunan infrastruktur di area habitat mereka.
Orangutan cenderung hidup soliter (sendiri) dan berkembang sangat lambat dengan rentang waktu melahirkan antara 6-9 tahun untuk 1 bayi. Umur pertama melahirkan sekitar 14 tahun untuk betina dan sekitar 25 tahun untuk jantan, dan mereka mampu bertahan hidup hingga umur 50-60 tahun. Karena itu, dibutuhkan komitmen dari semua pihak untuk memastikan kelestarian habitat mereka.
Advertisement
Pentingnya Edukasi Orangutan dan Dampak Deforestasi
Melihat urgensi dari kondisi tersebut, The Body Shop Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Kehati dan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC) secara aktif mendukung program konservasi Orangutan Tapanuli, antara lain dengan program Bio-Bridge di daerah Batang Toru.
Mereka mengedukasi generasi muda dengan menggelar road show ke beberapa kampus di Indonesia. Ada pula ajakan ke masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam program donasi yang bisa dilakukan di toko-toko The Body Shop di seluruh Indonesia.
"Program Bio-Bridge merupakan program konservasi hutan dengan cara membangun koridor antara bagian (area) hutan yang terpecah akibat eksploitasi seperti perburuan ilegal dan penebangan kayu yang tidak berlandaskan asas berkelanjutan," Suzy Hutomo, CEO The Body Shop Indonesia di kesempatan yang sama.
Program donasi juga berperan penting dalam konservasi yang berkelanjutan, di antaranya dalam upaya mitigasi konflik Manusia-Orangutan, program edukasi untuk pelajar dan warga tentang Orangutan Tapanuli dan habitatnya, dan menginisiasikan solusi berbasis desa untuk mengatasi konflik satwa liar-manusia. Sejauh ini, donasi yang terkumpul telah mencapai Rp270.650.000.
Pelestarian Orangutan Butuh Komitmen Berkelanjutan
Program Director Sustainable Landscape Yayasan Orangutan Sumatera Lestari –-Orangutan Information Centre (YOSL – OIC), Binur Dessy Naibaho mengatakan, kehadiran Orangutan yang berkelanjutan di alam liar membutuhkan komitmen dan dukungan dari berbagai pihak yang bekerja di tingkat nasional, regional, dan lokal.
Menurutnya, generasi muda terutama memiliki tugas penting menjaga kelestarian Bumi dan ekosistem mahluk hidup di dalamnya untuk masa depan. "Keberlanjutan upaya konservasi hanya dapat dicapai melalui manajemen yang baik, penegakan hukum yang efektif, kemitraan kreatif, penjangkauan dan komunikasi publik yang sukses dan pembiayaan berkelanjutan," sebut Binur.
Senada, penulis dan Pemerhati Konservasi Orangutan yang turut serta dalam diskusi, Nadia Mulya mengatakan, dampak perubahan iklim memang telah menjadi isu yang saat ini mulai dirasakan oleh masyarakat banyak. Dari perbincangan hari ini, ia merasa lebih terinformasi mengenai hubungan yang erat antara konservasi Orangutan dan efeknya terhadap regenerasi hutan.
Inisiatif yang ditempuh dalam usaha konservasi Orangutan dan hutan itu sendiri menjadi langkah konkret yang penting dalam meminimalkan dampak negatif dari perubahan iklim. "Saya juga menghimbau masyarakat, terutama generasi muda untuk selalu proaktif dalam berbagai upaya melestarikan Bumi kita. Sekecil apapun itu, kontribusi kita akan sangat berarti dan memiliki manfaat yang besar bagi kita semua," tandasnya.
Advertisement