Liputan6.com, Jakarta Lembaga sosial yang berbasis di Malang Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS) menginisiasi pengembangan Omah Difabel.
Omah Difabel adalah kelompok kerja wirausaha (pokwa) untuk para penyandang disabilitas di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Advertisement
Menurut Ketua Pembina Linksos, Ken Kertaning Tyas, ini adalah komunitas untuk pemberdayaan ekonomi disabilitas yang memiliki ciri khas model kerja sharing job, sharing modal, dan sharing jaringan.
“Strategi bisnis Omah Difabel adalah swadaya masyarakat dan sinergitas lintas sektor,” kata pria yang karib disapa Ken mengutip laman resmi Linksos, Senin (6/11/2023).
Dibentuk pada 2015
Omah Difabel yang sebelumnya bernama Pokja Difabel dibentuk pada 2015. Tujuannya memfasilitasi penyandang disabilitas yang memiliki keahlian tapi tidak produktif.
“Misalnya seseorang memiliki mesin jahit dan bisa menjahit tapi memilih menjadi tukang parkir. Dalam benak sebagian penyandang disabilitas saat itu bahwa modal adalah uang.”
Di sisi lain, stigma terhadap kemampuan penyandang disabilitas menyebabkan kelompok rentan ini kehilangan kesempatan kerja.
Literasi yang rendah soal kerja dan wirausaha juga memiliki andil dalam keterbelakangan penyandang disabilitas di bidang ekonomi.
“Namun, di balik itu tersimpan potensi, bahwa mereka sebagian besar adalah alumni balai latihan kerja (BLK), pasca pelatihan Dinas Sosial. Menyikapi hal ini, Linksos menerapkan model kerja sharing job, sharing jaringan, dan sharing modal,” jelas Ken.
Model Kerja Omah Difabel
Seperti dijelaskan Ken, model kerja Omah Difabel adalah sharing job, sharing jaringan dan sharing modal.
Sharing job artinya berbagi pekerjaan. Wirausahawan yang memiliki order job melimpah atau lebih, bisa berbagi pekerjaan dengan wirausahawan lainnya.
Sedangkan, sharing modal artinya bekerja sama di bidang permodalan dalam bentuk barang dagangan maupun uang. Selanjutnya, sharing jaringan adalah praktik berbagi peluang bisnis.
Kegiatan produksi dan pemasaran Omah Difabel dilakukan di bengkel produksi dan pemasaran (Bengpro).
Bengpro berpusat di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang dan memiliki beberapa kelompok dampingan di Kota Malang dan Kabupaten Pasuruan.
Bengpro memiliki beberapa kegiatan produksi yaitu batik, keset, telor asin, kopi bubuk dan kegiatan jahit menjahit.
Advertisement
Tantangan Omah Difabel
Pokja Difabel pada 2015 memiliki anggota 15 orang. Namun, seiring waktu satu persatu anggota tersebut mundur dan tersisa beberapa dari mereka yang masih memiliki motivasi wirausaha.
“Penyebabnya adalah kekecewaan karena di Pokja Difabel ternyata nggak ada bantuan sosial. Tantangan utama Pokja Difabel adalah paradigma karitatif sebagian penyandang disabilitas yang menempatkan dirinya sebagai orang yang harus mendapatkan bantuan sosial,” ujar Ken.
Di masa pandemi yakni pada 2020, Pokja Difabel kemudian berkembang menjadi Omah Difabel. Hal ini bertujuan memberikan perlindungan terhadap penyandang disabilitas terdampak COVID-19.
Omah Difabel kemudian menjadi pusat produksi masker dan hazmat. Tak hanya disabilitas yang bekerja, tapi juga warga sekitar yang terdampak pandemi.
Saat ini Omah Difabel memiliki lebih 300 warga dampingan yang tersebar di 3 kabupaten/kota di Jawa Timur.
Pertumbuhan dan Jejaring Omah Difabel
Berbasis swadaya masyarakat, Omah Difabel tumbuh sebagai komunitas pemberdayaan ekonomi yang mandiri.
Hal ini kemudian menjadi daya tarik lintas pihak untuk menjadi mitra wirausaha. Omah Difabel bekerja sama dengan hotel, perusahaan swasta, badan usaha milik negara (BUMN), sekolah dance, perguruan tinggi, komunitas milenial, badan zakat dan sektor lainnya.
Bentuk kerja sama dimulai dari pelatihan keterampilan, permodalan, pendampingan wirausaha hingga dukungan pemasaran.
Advertisement