Liputan6.com, Yogyakarta - Hari Wayang Nasional diperingati pada 7 November setiap tahunya. Tanggal ini dipilih karena UNESCO menetapkan wayang sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 7 November 2003.
UNESCO menetapkan wayang sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. Warisan budaya Indonesia ini masuk dalam kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dengan judul The Wayang puppet theater tertanggal 4 November 2008.
Wayang merupakan salah satu kesenian khas nusantara yang memiliki banyak ragam. Sebut saja wayang uwong atau orang, wayang golek, hingga yang paling populer wayang kulit.
Baca Juga
Advertisement
Indonesia juga memiliki ragam wayang tertua dan langka, yakni wayang beber. Wayang beber merupakan cikal bakal kesenian wayang di Indonesia, termasuk salah satunya wayang kulit.
Dikutip dari laman indonesia.go.id, wayang beber merupakan seni wayang yang berbentuk lembaran (beberan). Lembaran wayang beber berisi lukisan berkisah yang tersaji dalam sejumlah adegan atau sekuen.
Penamaan wayang beber berasal dari cara memainkannya yang dilakukan dengan membeberkan atau membentangkan layar atau kertas gambar. Wayang ini dimainkan dengan cara menguraikan cerita lakon melalui gambar yang tertera pada kertas atau layar tersebut.
Wayang beber tertua terdapat di Desa Karangtalun, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang disimpan oleh Mbah Mardi, dan di Desa Gelaran, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang disimpan oleh Ki Supar.
Sejarah Wayang Beber
Melansir laman Dinas Kebudayaan Provinsi Yogyakarta, wayang beber sudah ada sejak zaman Kerajaan Jenggala pada 1223 dalam bentuk lukisan di daun siwalan atau lontar. Pada 1244, wayang beber mulai digambar di atas kertas yang terbuat dari kayu dengan penambahan berbagai ornamen.
Satu abad kemudian, tepatnya pada 1316, Kerajaan Majapahit mengembangkan wayang beber dengan memasang tongkat kayu pada setiap ujung lembaran wayang beber. Tongkat tersebut mempermudah penggulungan, penyimpanan, dan pementasan wayang beber.
Pada masa Kesultanan Demak pada 1518, wayang beber mulai dimodifikasi menjadi ilustrasi manusia dan hewan yang dibuat miring. Wayang beber kemudian dikembangkan oleh Wali Songo menjadi wayang purwa yang terbuat dari kulit seperti yang dikenal sampai sekarang.
Pada 1690, wayang beber dibuat kembali oleh Kerajaan Kartasura dengan lakon Joko Kembang Kuning. Namun, pada 1735, wayang beber mulai terpecah akibat peristiwa pemberontakan di Kerajaan Kartasura.
Keluarga kerajaan kemudian mengungsi dengan membawa seluruh perlengkapan wayang beber, sebagian keluarga mengungsi ke Wonosari, Gunungkidul dan sebagian lagi ke Karangtalun, Pacitan.
Advertisement
Pertunjukan Wayang Beber
Pertunjukan wayang beber dalam pada umumnya memakan waktu sekitar 90 menit. Pengiring pertunjukan wayang terdiri dari gong, kenong, kendang, dan rebab dengan notasi sederhana.
Pertunjukan wayang beber dimulai dengan ritual kecil menggunakan sarana tradisional seperti kemenyan, bunga setaman, dan beberapa sesaji lainnya. Setelah itu, dalang duduk bersimpuh di depan gulungan-gulungan wayang.
Wayang akan dibentangkan secara berurutan, dari gulungan pertama sampai keenam yang masing-masing berisi empat adegan. Setiap gulungan wayang beber mencapai sekitar empat km dan terdiri dari empat jagong atau empat kisah.
Seiring dengan perkembangan zaman, kesenian wayang tertua dan langka ini juga dikembangkan menjadi beberapa versi. Salah satunya ialah wayang beber konvensional.
Meski sudah dikembangkan wayang beber terbilang tak cukup dikenal masyarakat luas.