BRIN: Efek Perubahan Iklim, El Nino Ekstrem Kini Terjadi 7 Tahun Sekali

Dia mengatakan, El Nino ekstrem ini seharusnya terjadi setiap 15 tahun sekali. Namun akibat adanya perubahan iklim, El Nino ini bergeser menjadi setiap 7 tahun sekali.

oleh Rifqy Alief Abiyya diperbarui 06 Nov 2023, 14:12 WIB
Sementara itu, Indonesia bersiap menghadapi dampak fenomena El Nino yang mengakibatkan musim kemarau lebih panjang dari biasanya. (merdeka.com/Arie Basuki)

 

Liputan6.com, Jakarta Saat ini perubahan iklim secara ekstrem terjadi dengan cepat. Salah satu tandanya yakni terjadinya El Nino yang lebih cepat, yang biasanya terjadi 15 tahun sekali kini bergeser 7 tahun sekali.

Peneliti Klimatologi Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menjelaskan perilaku El Nino ekstrem mengalami perubahan. Ia mengungkapkan bahwa El Nino ekstrem harusnya terjadi setiap 15 tahun sekali, dalam sejarah tahun 1982, tahun 1997 dan tahun 2015 yang terakhir. Tetapi saat ini yang baru tujuh tahun kembali terjadi.

“Kalau sekarang ini kita sudah mengalami lagi yang kuat, El Nino kuat yang berpotensi extreme bahkan menjadi Super di tahun 2023, berarti kan tujuh tahun. Berarti ada peningkatan frekuensi 2 kali lipat dari sebelumnya,” ujar Erma saat diwawancarai.

“Harusnya 15 tahun sekali, yang extreme itu tetapi meningkat jadi tujuh tahun sekali, 2 kali lipat. Lebih sering berarti terjadinya. itu kalau kita melihat dari efek perubahan iklim,” sambungnya.

Dia melanjutkan, hal tersebut terjadi karena bumi semakin panas akibat perubahan iklim. Saat ini sudah lebih dari 1,5 derajat dan ini baru pertama kalinya El Nino pada tahun 2023 ini terjadi pada saat bumi kita melebihi 1,5 derajat celcius.

“Jadi dalam sejarah ini pertama kalinya. Kita termasuk beruntung bisa menyaksikan dan mengalami bagaimana perilaku El Nino pada bumi yang memanas lebih dari 1,5,” jelas Erma.

Secara siklus hidup normal, El Nino terjadi hanya sembilan bulan. Menurutnya, El Nino 2023 itu mengkombinasikan 1997 ditambah 2015. Pada 1997 secara timing on set permulaan dari El Nino itu mirip kasus 1997. El Nino itu dimulai di bulan Mei, Juni, Juli dan seterusnya pada saat kemarau, sama seperti sekarang.

Sementara mirip tahun 2015 dalam hal persistensi, Jadi siklus hidupnya akan bertahan lebih lama dari 9 bulan dan itulah yang terjadi pada saat 2015 itu sampai 18 bulan.

“Artinya dia sampai satu tahun lebih begitu ya, hampir dua tahun bahkan El Nino itu terjadi. Kemungkinan yang 2023 ini juga bertahan lama jadi dia akan menjadi yang kuat, ini akan terus meningkat menjadi ekstrem El Nino,” ujarnya.

 


Intensitas Hujan Desember, Januari, Februari Akan Berkurang

Saat ini, suhu El Nino tertingginya berada di samudera pasifik bagian timur dan bergerak ke tengah. sementara kita, kata dia, posisinya bagian barat.

“Jadi sebenarnya belum apa-apa perjalanan dari El Nino itu, satu siklus itu kan berjalan dari timur kemudian tengah, kemudian barat selesai. Jadi selesainya itu ketika dia sudah ada di barat di dekat Indonesia itu selesai,” jelas Erma.

Ketika menjalar ke barat, suhu tingginya berubah di tengahnya dimana yang paling tinggi adalah pasifik tengah. Lalu, ketika menjalar ke barat lagi suhu tertingginya ada di Indonesia.

“Nah nanti menjalar ke barat lagi suhu tertingginya harus ada di barat Indonesia. Nah pada saat itulah kita akan lebih merasakan lagi efek dari kekeringan ini. Meskipun sekarang sudah banyak ya di bagian Tenggara, wilayah Tenggara di Indonesia dan juga di beberapa Jawa bagian timur itu benar-benar sekitar 6 bulan sudah tidak hujan sama sekali begitu ya, parah gitu,” ungkapnya.

 


Pola Musim Hujan Berkurang

Sehingga meskipun musim hujan, akan ada pola musim hujan yang akan dihadapi ke depan. Intensitas hujan selama Desember, Januari, Februari itu akan berkurang daripada normalnya. Sama seperti ketika kasus 1997. Total intensitas akan minim dibanding biasanya.

“Kita perlu pahami di durasi musim hujan nanti itu ada yang namanya hari-hari kering pada saat musim hujan atau disebutnya dry spell pada saat musim hujan atau kalau bahasa awamnya supaya lebih mudah itu kita menyebutnya musim hujan yang kering. Maksudnya musim hujan tapi banyak hari-hari tidak hujannya. Itu nanti akan kita alami di DGF itu, Desember, Januari, Februari,” jelas Erma.

Lalu, karena hari-hari kering tidak ada hujan selama musim hujan, konsekuensi yang dirasakan sekali terjadi hujan akan ekstrem. Cuacanya ekstriem juga ada angin dan sebagainya.

"Itu adalah konsekuensi dari hari-hari kering tadi yang tidak ada hujan saat musim hujan, namun sekalinya hujan bisa cuaca ekstrim. Hal ini terjadi karena efek dari adanya El Nino yang dirasakan," dia menegaskan.

 

Infografis Petaka El Nino di Planet Bumi Picu Gelombang Panas Ekstrem (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya