Liputan6.com, Jakarta Hasil survei Charta Politika merekam respons publik terhadap pencalonan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Sebanyak 48,9 persen responden menilai putra sulung Presiden Jokowi itu tidak pantas menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) di pemilu 2024.
Sebanyak 38,2 persen menilai pantas dan 12,9 persen responden tidak menjawab atau tidak tahu.
Advertisement
"Sebanyak 48,9 persen responden menilai Gibran Rakabuming Raka tidak pantas menjadi calon wakil presiden 2024," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, saat rilis survei secara daring, Senin (6/11/2023).
Dari responden yang menilai Gibran tidak pantas menjadi cawapres alasan terbesar penolakannya karena dianggap terlalu muda dan belum memiliki pengalaman menjadi pejabat publik. Jumlah yang menyuarakan hal itu sebanyak 55,4 persen.
"Dari jumlah tersebut, mayoritas menilai bahwa Gibran masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman menjadi pejabat publik," jelas Yunarto.
Alasan kedua Gibran ditolak karena dinilai Presiden Jokowi melakukan praktik politik dinasti. Jumlahnya mencapai 26,7 persen.
Alasan ketiga putra Presiden Jokowi itu ditolak menjadi cawapres karena dinilai ayahnya menyalahgunakan kekuasaan. Sebesar 12,4 persen responden menyuarakan hal tersebut.
Alasan terakhir, sebesar 3,2 persen responden menolak Gibran karena ambisius dan tidak punya loyalitas terhadap partai politik atau organisasi. Sementara responden yang tidak menjawab atau tidak tahu 2,3 persen.
Charta Politika menggelar survei tatap muka pada 25-31 Oktober 2023. Jumlah sampel diambil sebesar 2.400 responden dengan metode multistage random sampling. Survei memiliki margin of error 2 persen.
Ganjar-Mahfud Ungguli Prabowo-Gibran dan Anies-Cak Imin
Pasangan bakal capres-cawapres Ganjar Pranowo dan Mahfud Md unggul dari pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka serta Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Elektabilitas Ganjar-Mahfud mencapai 36,8 persen. Sementara Prabowo-Gibran 34,7 persen dan Anies-Muhaimin 24,3 persen. Respons yang tidak tahu atau tidak menjawab 4,3 persen.
"Ganjar Pranowo-Mahfud Md menjadi pilihan tertinggi responden," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya saat rilis survei secara daring.
Sementara, jika pertarungan dua pasang calon, Ganjar-Mahfud menghadapi Anies-Muhaimin, hasilnya unggul Ganjar-Mahfud. Pasangan yang diusung PDIP, PPP, Perindo dan Hanura itu mengantongi suara 45,5 persen. Sementara Anies-Muhaimin sebesar 34,4 persen. 20,1 persen responden belum menentukan pilihan.
Simulasi dua pasangan lainnya, Prabowo-Gibran unggul dari Anies-Muhaimin. Prabowo-Gibran mengantongi suara besar mencapai 50,3 persen. Sementara Anies-Muhaimin hanya 29 persen. Sebesar 20,7 persen responden belum menentukan pilihan.
Selain itu, Prabowo-Gibran justru unggul dari Ganjar-Mahfud. Prabowo-Gibran mendapatkan suara 43,5 persen, Ganjar-Mahfud, 40,6 persen. Responden yang belum memilih sebanyak 15,9 persen.
"Pada simulasi dua pasang capres-Cawapres, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berada di atas Ganjar Pranowo-Mahfud MD," kata Yunarto.
Majunya Gibran Contoh Buruk Politik bagi Generasi Muda
Sementara itu, Peneliti Politik dan Kebijakan Danis Wahidin mengatakan, masyarakat bisa mengambil sikap dengan memberikan sanksi elektoral terhadap kandidat yang bermasalah dan merusak.
"Kesalahan politik harus diluruskan dengan kebenaran politik. Masyarakatlah sekarang harapan satu-satunya hukuman elektoral dengan tidak memilih kandidat yang bermasalah," tutur Danis.
Danis mengendus putusan MK soal batas usia capres-cawapres disebutnya sarat akan kepentingan dan memuluskan nepotisme.
"Hal ini dibawa jauh ke ruang-ruang politik. Padahal MK dan DPR serta lembaga kepresidenan sejajar, tidak boleh saling intervensi," sebut Danis.
Danis mencatat, majunya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres berdampak negatif terhadap politik di kalangan anak muda. Sebab cara menuju posisi yang dibawa Gibran saat ini dinilai Danis tidak sesuai dengan proses yang seharusnya.
"Anak muda harus diberi jalan tetapi dengan aturan yang benar, dengan prestasi bukan prestise, dengan demokratis bukan dengan oligarkis. Anak muda harus dipahamkan tentang pentingnya nilai-nilai religiusitas, nasionalisme dan kenegarawanan," kata Danis yang juga Dosen Ilmu Politik di UPN Veteran Jakarta ini.
Advertisement
Gibran Jadi Cawapres Bukan Representasi Anak Muda, tapi Karena Anak Presiden
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio atau akrab disapa Hensat menyebut Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto tidak memerlukan kajian akademis atas fenomena anak muda berpolitik.
Ia mengatakan, poin utama Gibran menjadi cawapres adalah anak presiden, bukan sebagai representasi anak muda.
"Dia bukan sebagai anak muda, Gibran anak presiden. Itu poin utamanya. Cukup gunakan fenomena biologis untuk menjelaskan hal ini," ujar Hendri dalam acara Obrolan Balkon Liputan6.
Kembali Hensat menegaskan, bukan karena umur, melainkan putra Presiden Jokowi yang maju ke Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 disaat ayahnya menjadi presiden.
"Lantas apakah hal ini melanggar undang-undang? Kan tidak, usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan," ujar Hendri Satrio.
Dia mengingat pada tahun 1967, saat Presiden Soeharto menjadi seorang presiden. Saat itu juga tidak melanggar undang-undang yang berlaku, namun akhirnya Indonesia merasakan kediktatorannya selama 32 tahun.
"Oleh karena itu dengan semangat reformasi, rakyat menolak adanya nepotisme. Dan pada hari ini saya menolak frasa Gibran anak muda. Dia anak presiden," tegasnya.
Golkar Tinggalkan Jagoannya demi Gibran
Hendri Satrio menambahkan, "Jika kita berandai andai setelah lima tahun menjadi wakil Prabowo dan lalu pada 2029 maju nyapres dan mungkin menang, lalu ada peraturan yang diubah apakah penambahan periode atau adiknya Kaesang maju nyapres, bagaimana jika ini terjadi?".
Ia kembali menegaskan, masalah Gibran Rakabuming Raka saat ini bukan karena posisinya sebagai anak muda, tetapi praktik nepotisme yang seharusnya tidak boleh terulang kembali di Indonesia.
"Ini bukan soal kesetaraan anak muda. Kesetaraan usia dengan kesetaraan sebagai anak presiden terlalu menonjol. Saya bicara mengenai privilege seorang Gibran di pilpres 2024," ujar Hendri.
"Kesaktian Gibran adalah ia anaknya presiden. Tak heran jika Golkar pun rela meninggalkan jagoannya demi memilih Gibran. Kesaktian Gibran adalah ia pintar dalam memilih bapak," tutup Hensat dengan santai.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement