Liputan6.com, Jakarta - Mario Dandy Satriyo sempat menolak memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan perkara penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo. Mario Dandy awalnya menolak memberi kesaksian lantaran akan disumpah layaknya saksi lainnya.
"Saudara menjadi saksi ya, jadi kalau saksi disumpah dulu ya," ujar hakim memulai jalannya sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (6/11/2023).
Advertisement
Mario Dandy yang merupakan keluarga inti Rafael Alun lantas menolak memberikan keterangan.
"Izin yang mulia, saya keberatan untuk memberikan keterangan pada hari ini," kata Mario.
Hakim lantas meminta pendapat tim jaksa penuntut umum berkaitan dengan penolakan Mario Dandy. Alhasil, jaksa berpendapat keterangan Mario Dandy bisa didengar meski tanpa disumpah terlebih dahulu.
"Sebagaimana saksi sebelumnya, saksi atas nama Christofer Dhyaksadarma, anak terdakwa. Adapun nanti memberikan keterangan kami mohon tidak disumpah, karena menurut kami keterangan yang bersangkutan sangat penting dalam persidangan," kata Jaksa.
Penasihat hukum Rafael Alun sendiri menyerahkan sepenuhnya kepada Mario selaku saksi apakah bersedia memberikan meski tanpa disumpah. Menurut penasihat hukum Rafael Alun, keterangan Mario Dandy tetap bisa didengar meski tanpa disumpah.
"Pada dasarnya kami menyerahkan pada saksi mengenai ini, tapi kalau mengenai sumpah, meskipun tidak disumpah bisa didengar keterangannya, tetapi diperdengarkan pendapat saksi pribadi," ucapnya.
Hakim tak mempermasalahkan Mario Dandy tak disumpah sebagai saksi asalkan Mario Dandy sendiri bersedia. Hakim lantas bertanya soal kesediaan Mario Dandy atas hal ini.
"Jadi saudara diharapkan memberikan keterangan tapi tidak disumpah, jadi saudara tidak berat kalau tidak disumpah itu ya apa adanya. Saudara bersedia memberikan keterangan tapi tidak disumpah?" tanya hakim.
"Bersedia," jawab Mario.
Rafael Didakwa Menerima Gratifikasi
Sebelumnya, Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo didakwa menerima gratififikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dakwaan dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (30/8/2023).
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Rafael Alun menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang bersama sang istri, Ernie Meike Torondek. Rafael Alun didakwa menerima gratifikasi senilai Rp16.664.806.137,00 atau sekitar Rp16,66 miliar.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut menerima gratifikasi sebesar Rp16.664.806.137,00," ujar jaksa KPK membacakan berkas dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (30/8/2023).
Jaksa menyebut Rafael Alun menerima gratifikasi melalui PT Artha Mega Ekadhana (PT Arme), PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Cahaya Bali Internasional Kargo. Rafael menerimanya dalam kurun waktu Mei 2002 hingga Maret 2013 bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek.
"Bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek sebagai istri terdakwa selaku sekaligus komisaris dan pemegang saham PT Arme, PT Cubes Consulting, dan PT Bukit Hijau Asri," kata jaksa.
Advertisement
Didakwa Lakukan TPPU Bersama Istrinya
Sementara untuk TPPU, Rafael Alun Trisambodo didakwa melakukannya bersama dengan istrinya, Ernie Meike Torondek. Total, Rafael Alun dan Ernie Meike mencuci uang hasil korupsi hingga Rp100,8 miliar.
Rafael bersama-sama dengan Ernie Meike didakwa melakukan TPPU ketika bertugas sebagai PNS di Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002 hingga 2010. Jaksa menyebut Rafael Alun mencuci uang sebesar Rp36.828.825.882 atau Rp36,8 miliar selama delapan tahun.
"Bahwa terdakwa sebagai pegawai negeri pada Direktorat Jenderal Pajak, dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2010 menerima gratifikasi sebesar Rp5.101.503.466 sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain sejumlah Rp31.727.322.416," kata Jaksa Wawan.
Kemudian, Rafael Alun juga didakwa mencuci uang ketika menjabat sebagai PNS pada Ditjen Pajak sejak 2011 hingga 2023. Pada periode tersebut, Rafael Alun melakukan pencucian uang sekitar Rp63.994.622.236 atau Rp63,9 miliar selama 12 tahun.
TPPU Rafael Alun
Dengan perincian, sejumlah Rp11.543.302.671 atau Rp11,5 miliar dari hasil gratifikasi. Kemudian ditambah penerimaan lainnya sebesar SGD2.098.365 atau setara Rp23.623.414.153, kemudian senilai USD937.900 atau setara Rp14.270.570.555 serta Rp14.557.334.857.
"Bahwa terdakwa sebagai pegawai negeri pada Direktorat Jenderal Pajak, dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2023 menerima gratifikasi sebesar Rp11.543.302.671 sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa SGD2.098.365 dan USD937.900 serta sejumlah Rp14.557.334.857," kata jaksa.
Sehingga, jika dijumlah secara keseluruhan, Rafael Alun telah melakukan pencucian uang sejak 2002 hingga 2023 sekira Rp100.823.448.118 atau Rp100,8 miliar. Dengan perincian pada tahun 2002 hingga 2010, Rafael Alun mencuci uangnya sebesar Rp36,8 miliar ditambah pada tahun 2011 hingga 2023 sejumlah Rp63,9 miliar.
Advertisement