Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 49,3 persen publik setuju bahwa majunya Wali Kota Solo sekaligus putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 merupakan bentuk politik dinasti.
Hal ini sebagaimana hasil survei nasional yang dirilis lembaga Charta Politika, Senin (6/11/2023).
Advertisement
"Sebanyak 49,3 persen responden menyatakan setuju bahwa keikutsertaan Gibran Rakabuming sebagai calon Wakil Presiden merupakan salah satu bentuk dinasti politik,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya dalam konferensi pers, Senin (6/11/2023).
Sementara itu, sebanyak 31,9 persen responden menyatakan tidak setuju sebagai bentuk politik dinasti. Di sisi lain, 18,8 persen responden menyatakan tidak tahu.
Selain itu, hasil survei Charta Politika juga menunjukkan sebanyak 59,3 persen responden dari survei tersebut menolak atau tidak setuju dengan adanya praktik politik dinasti di Indonesia.
Sedangkan, ada 19,2 persen responden setuju dengan politik dinasti dan 21,5 persen responden menjawab tidak tahu.
"Mayoritas responden 59,3 persen tidak setuju dengan politik dinasti," jelas Yunarto.
Sebagai informasi, survei yang diselenggarakan oleh Charta Politika dilakukan pada 26-31 Oktober 2023 terhadap 2.400 responden yang tersebar di seluruh Indonesia.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka (face to face interview) terhadap responden yang minimal usianya 17 tahun atau sudah memenuhi syarat pemilih.
Survei yang dilakukan menggunakan metode sampling multistage random sampling dengan toleransi kesalahan (margin of error) 2 sampel dan quality control 20 persen dari total sampel.
Pencalonan Gibran di Pilpres 2024 Dinilai Tidak Pantas
Hasil survei Charta Politika merekam respons publik terhadap pencalonan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Sebanyak 48,9 persen responden menilai putra sulung Presiden Jokowi itu tidak pantas menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) di pemilu 2024.
Sebanyak 38,2 persen menilai pantas dan 12,9 persen responden tidak menjawab atau tidak tahu.
"Sebanyak 48,9 persen responden menilai Gibran Rakabuming Raka tidak pantas menjadi calon wakil presiden 2024," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, saat rilis survei secara daring, Senin (6/11/2023).
Dari responden yang menilai Gibran tidak pantas menjadi cawapres alasan terbesar penolakannya karena dianggap terlalu muda dan belum memiliki pengalaman menjadi pejabat publik. Jumlah yang menyuarakan hal itu sebanyak 55,4 persen.
"Dari jumlah tersebut, mayoritas menilai bahwa Gibran masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman menjadi pejabat publik," jelas Yunarto.
Alasan kedua Gibran ditolak karena dinilai Presiden Jokowi melakukan praktik politik dinasti. Jumlahnya mencapai 26,7 persen.
Alasan ketiga putra Presiden Jokowi itu ditolak menjadi cawapres karena dinilai ayahnya menyalahgunakan kekuasaan. Sebesar 12,4 persen responden menyuarakan hal tersebut.
Alasan terakhir, sebesar 3,2 persen responden menolak Gibran karena ambisius dan tidak punya loyalitas terhadap partai politik atau organisasi. Sementara responden yang tidak menjawab atau tidak tahu 2,3 persen.
Advertisement
Ganjar-Mahfud Ungguli Prabowo-Gibran dan Anies-Cak Imin
Pasangan bakal capres-cawapres Ganjar Pranowo dan Mahfud Md unggul dari pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka serta Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Elektabilitas Ganjar-Mahfud mencapai 36,8 persen. Sementara Prabowo-Gibran 34,7 persen dan Anies-Muhaimin 24,3 persen. Respons yang tidak tahu atau tidak menjawab 4,3 persen.
"Ganjar Pranowo-Mahfud Md menjadi pilihan tertinggi responden," ujar Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya saat rilis survei secara daring.
Sementara, jika pertarungan dua pasang calon, Ganjar-Mahfud menghadapi Anies-Muhaimin, hasilnya unggul Ganjar-Mahfud. Pasangan yang diusung PDIP, PPP, Perindo dan Hanura itu mengantongi suara 45,5 persen. Sementara Anies-Muhaimin sebesar 34,4 persen. 20,1 persen responden belum menentukan pilihan.
Simulasi dua pasangan lainnya, Prabowo-Gibran unggul dari Anies-Muhaimin. Prabowo-Gibran mengantongi suara besar mencapai 50,3 persen. Sementara Anies-Muhaimin hanya 29 persen. Sebesar 20,7 persen responden belum menentukan pilihan.
Selain itu, Prabowo-Gibran justru unggul dari Ganjar-Mahfud. Prabowo-Gibran mendapatkan suara 43,5 persen, Ganjar-Mahfud, 40,6 persen. Responden yang belum memilih sebanyak 15,9 persen.
"Pada simulasi dua pasang capres-Cawapres, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berada di atas Ganjar Pranowo-Mahfud MD," kata Yunarto.
Majunya Gibran Contoh Buruk Politik bagi Generasi Muda
Sementara itu, Peneliti Politik dan Kebijakan Danis Wahidin mengatakan, masyarakat bisa mengambil sikap dengan memberikan sanksi elektoral terhadap kandidat yang bermasalah dan merusak.
"Kesalahan politik harus diluruskan dengan kebenaran politik. Masyarakatlah sekarang harapan satu-satunya hukuman elektoral dengan tidak memilih kandidat yang bermasalah," tutur Danis.
Danis mengendus putusan MK soal batas usia capres-cawapres disebutnya sarat akan kepentingan dan memuluskan nepotisme.
"Hal ini dibawa jauh ke ruang-ruang politik. Padahal MK dan DPR serta lembaga kepresidenan sejajar, tidak boleh saling intervensi," sebut Danis.
Danis mencatat, majunya Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres berdampak negatif terhadap politik di kalangan anak muda. Sebab cara menuju posisi yang dibawa Gibran saat ini dinilai Danis tidak sesuai dengan proses yang seharusnya.
"Anak muda harus diberi jalan tetapi dengan aturan yang benar, dengan prestasi bukan prestise, dengan demokratis bukan dengan oligarkis. Anak muda harus dipahamkan tentang pentingnya nilai-nilai religiusitas, nasionalisme dan kenegarawanan," kata Danis yang juga Dosen Ilmu Politik di UPN Veteran Jakarta ini.
Advertisement