Liputan6.com, Jakarta - Berdiri dan merdekanya negara Palestina mempunyai sejarah panjang, hingga konflik politik bahkan perampasan tanah mengiringi perjalanan tanah yang diberkahi ini.
Wilayah di pantai timur Laut Mediterania itu kini tengah menjadi sorotan publik. Konflik Palestina dan Israel yang tak kunjung usai memunculkan banyak simpati sekaligus kekhawatiran dari masyarakat dunia.
Konflik tersebut tentunya juga membuat penasaran banyak orang mengenai sejarah kemerdekaan Palestina yang mendeklarasikan kemerdekaannya pada 15 November 1988.
Baca Juga
Advertisement
Kendati demikian, hingga saat ini konflik dengan Israel kian memanas dan masih terus berlanjut. Bahkan, Israel pun semakin brutal dan secara blak-blakan menolak gencatan senjata di tanah Palestina.
Lalu, bagaimana dengan perjalanan kemerdekaan dari Palestina? Berikut penjelasannya sebagaimana dirangkum dari laman dream.co.id melalui berbagai sumber.
Saksikan Video Pilihan ini:
Mengenal Nama Palestina
Dikutip dari History, nama Palestina berasal dari bahasa Yunani 'Philistia'. Secara umum, Palestina sendiri mengacu pada wilayah geografis yang berada di Laut Mediterania dan Sungai Yordan.
Pada abad ke-20, masyarakat Arab yang tinggal di wilayah itu pun kemudian dikenal sebagai orang Palestina. Masalahnya, tak sedikit tanah yang ada di wilayah itu menjadi sengketa dengan Israel yang hingga kini belum kelar.
Israel telah melakukan klaim pada banyak tanah dan dilakukan selama bertahun-tahun. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kesepakatan secara internasional tentang perbatasan wilayah dari Palestina.
Hingga saat ini, Palestina telah mendapatkan pengakuan bilateral dari 139 negara. Meski begitu, Israel masih tetap pada pendiriannya dengan melancarkan serangan-serangan ke Palestina.
Advertisement
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)
Deklarasi Venesia yang berlangsung pada 1980 telah mendatangkan dukungan dari negara-negara Eropa terhadap hak Palestina. Dalam proses perdamaian Israel-Palestina, Eropa menganggap hal itu menjadi perjanjian yang mencapai kesepakatan damai. Namun, isu pengakuan pun muncul kembali.
Kemudian, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) melakukan kampanye demi mendapatkan pengakuan internasional atas negara Palestina di akhir tahun 1980-an.
Pertemuan Dewan Nasional Palestina di Aljazair pada 15 November 1988, pemimpin PLO Yasser Arafat mendeklarasikan pembentukan negara Palestina merdeka.
Setelah deklarasi itu, ada 100 negara lebih yang mengakui negara Palestina. Selain itu, Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam juga setuju akan keanggotaan Palestina.
Hal ini membuat banyak negara meningkatkan keterwakilannya dalam PLO di negara mereka menjadi status kedutaan. Namun, selain tindakan itu, pengakuan tersebut sifatnya hanyalah simbolis dan deklaratif.
Usaha Palestina Diakui Internasional
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (Abu Mazen) mengajukan permohonan keanggotaan penuh di PBB pada September 2011. Namun, pihak Amerika Serikat justru memberi peringatan akan memveto resolusi itu dan menjadi hambatan dalam usaha tersebut.
Lalu di bulan Oktober 2011, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB setuju untuk menerima Palestina sebagai anggota. Kemudian di bulan November 2012, Majelis Umum PBB meningkatkan statusnya menjadi 'negara pengamat non-anggota'.
Di saat itulah, tidak sedikit negara di Amerika Latin, seperti Brazil, Argentina, dan Cili mengakui negara Palestina di tahun 2010 dan 2011. Mereka juga membangun kedutaan besar di Ramallah.
Advertisement
Pengakuan pada Palestina Tidak Perlu Konsensus
Pengakuan yang dibahas pada masa lalu dan menjadi bagian dari perjanjian antara Israel-Palestina di masa depan, untuk saat ini beberapa negara Eropa mempertimbangkannya sebagai aneksasi atau penyerobotan tanah.
Keputusan untuk mengakui Palestina tidak memerlukan konsensus dan setiap anggota Uni Eropa (UE) bisa memutuskannya sendiri.
Sebagian besar pengakuan yang diberikan adalah tindakan simbolis, di mana tidak serta merta ada perubahan nyata di lapangan.
Namun, langkah yang dipilih oleh beberapa anggota UE, seperti Jerman dan Perancis, serta Inggris yang sudah keluar dari UE bisa memiliki arti diplomatik penting dalam legitimasi internasional pada Palestina.
Selain itu juga bisa berpengaruh pada respons internasional pada Palestina.
Palestina Masih Berjuang Pertahankan Negaranya
Hingga saat ini Palestina masih terus berjuang mempertahankan negaranya. Palestina juga sudah memperingatkan beberapa kali akan adanya konsekuensi serius jika rakyat Palestina tidak diberikan hak menentukan nasibnya sendiri dan konflik dengan Israel tidak diselesaikan.
Melalui Kemenlu Palestina, satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian dan keamanan di Timur Tengah adalah dengan mengakhiri kedudukan Israel atas Palestina. Tak terkecuali, Yerussalem Timur dan 'Garis Hijau'.
Garis Hijau adalah batas yang ada antara Israel dengan negara tetangganya dan telah disepakati dalam Perjanjian Gencatan Senjata tahun 1949.
Namun, Israel ternyata mengabaikan batas itu dalam Perang Enam Hari tahun 1967. Israel pun juga merebut beberapa wilayah, seperti Tepi Barat, Gaza, dan Yerussalem Timur.
Advertisement