Pamer Dukungan Perang Israel-Hamas di Singapura, Sanksi Denda Rp5,7 Juta dan Penjara 6 Bulan Menanti

Pemerintah Singapura memperingatkan agar tidak memperlihatkan dukungan atas perang Israel-Hamas di depan umum, sebab denda dan hukuman penjara jadi sanksi.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 08 Nov 2023, 13:00 WIB
Ilustrasi bendera Singapura - Portrait (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Singapura City - Pemerintah Singapura memperingatkan agar tidak memperlihatkan dukungan atas perang Israel-Hamas di depan umum, sebab denda dan hukuman penjara jadi sanksi.

Mengutip Al Arabiya, Rabu (8/11/2023), Singapura diketahui telah mengeluarkan peringatan terhadap tampilan publik simbol-simbol yang terkait dengan perang Hamas-Israel tanpa izin resmi. Selain itu menambahkan bahwa mereka yang dinyatakan bersalah dapat menghadapi hukuman enam bulan penjara atau denda 500 dolar Singapura (sekitar Rp5,7 juta) atau keduanya.

Undang-undang ini berlaku untuk semua lambang negara asing, termasuk bendera dan spanduk negara bagian mana pun. Wisatawan yang mengenakan pakaian seperti itu juga dapat ditolak masuk ke Singapura.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Ministry of Home Affairs (MHA) atau Kementerian Dalam Negeri, pemerintah mengatakan konflik tersebut adalah "masalah emosional" yang dapat mengganggu perdamaian nasional, menurut The Straits Times, sebuah surat kabar harian di Singapura.

Surat kabar tersebut mengutip kementerian yang mengatakan: "Khususnya, mempromosikan atau mendukung terorisme melalui tampilan pakaian atau perlengkapan yang membawa logo kelompok teroris atau militan, seperti Hamas atau sayap militernya Brigade Al-Qassam, tidak akan dimaafkan."

Mereka yang ingin memberikan bantuan kepada orang-orang yang terkena dampak perang yang sedang berlangsung dapat melakukannya melalui kegiatan penggalangan dana resmi dan penggalangan donasi, demikian imbauan lebih lanjut pernyataan dari kementerian tersebut.

Parlemen Singapura pada Senin 6 November dengan suara bulat mengutuk kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersalah dalam perang Hamas-Israel yang sedang berlangsung, menekankan bahwa negara tersebut tidak dapat membiarkan konflik eksternal mengganggu keharmonisan ras dan agama di Singapura, tambah laporan The Straits Times.

Israel diketahi tanpa henti mengbom Jalur Gaza sebagai pembalasan atas serangan militan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan 1.400 warga Israel dan menyebabkan lebih dari 200 lainnya disandera oleh kelompok militan tersebut.

Sejak itu, Israel telah membunuh lebih dari 10.000 warga Palestina, dan lebih dari setengahnya adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.​


Israel Serang Konvoi Pengangkut Bantuan Medis, Total 10.328 Warga Palestina Tewas dalam Perang di Gaza

Seorang wanita membawa bendera putih untuk mencegah penembakan saat warga Palestina meninggalkan Kota Gaza ke Jalur Gaza selatan di Jalan Salah al-Din, Bureij, Selasa (7/11/2023). (AP Photo/Mohammed Dahman)

Adapun sebelumnya dilaporkan Israel menargetkan konvoi kemanusiaan yang membawa pasokan medis di Kota Gaza pada Selasa (7/11/2023). Hal tersebut diungkapkan Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS).

"Konvoi lima truk membawa persediaan medis yang menyelamatkan nyawa ke fasilitas kesehatan termasuk Rumah Sakit al-Quds ketika diserang," kata PRCS via platform X alias Twitter.

PRCS menambahkan bahwa dua truk rusak dan seorang pengemudi terluka ringan.

"Kami mendesak organisasi kesehatan dan kemanusiaan internasional untuk segera memberikan bantuan dan pasokan penting ke #Gaza dan wilayah utara," ungkap PRCS.

Dalam pernyataan terpisah sebelumnya, Komite Palang Merah Internasional (ICRC) juga mengungkapkan bahwa konvoi kemanusiaan diserang.

"Kami sangat sedih karena konvoi kemanusiaan kami di Kota Gaza mendapat serangan hari ini. Konvoi itu membawa pasokan medis yang menyelamatkan nyawa ke fasilitas kesehatan, termasuk Rumah Sakit Al-Quds @PalestineRCS," tulis ICRC.

"Di bawah IHL (hukum kemanusiaan internasional), pekerja kemanusiaan harus dilindungi."

Sementara itu, juru bicara otoritas kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra pada Selasa mengumumkan bahwa total warga Palestina di Gaza yang tewas akibat serangan Israel meningkat jadi 10.328 orang, termasuk 4.237 anak-anak. Demikian seperti dilansir The Guardian, Rabu (8/11).

Menurut Qudra, jumlah korban luka naik menjadi 25.965 orang. Qudra kemudian mendesak intervensi internasional untuk mencegah pengeboman rumah sakit.

Tidak hanya itu, Qudra menyatakan bahwa Israel telah mengubah koridor evakuasi yang diumumkannya menjadi jebakan bagi para pengungsi.


Babak Paling Mematikan bagi Pekerja Bantuan PBB

Nasib para sandera, termasuk sandera dari pihak Palestina, hingga kini masih terlunta-lunta karena belum ada satupun kesepakatan yang dicapai untuk membebaskan mereka. (AHMAD GHARABLI/AFP)

Perang Hamas Vs Israel yang dimulai sejak kelompok Hamas menyerang Israel selatan pada 7 Oktober, tercatat paling mematikan bagi pekerja bantuan PBB. Sedikitnya 89 orang pekerja bantuan telah tewas dan setidaknya 26 orang terluka di Gaza.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).

"Lebih banyak pekerja bantuan @PBB tewas dalam beberapa pekan terakhir dibanding periode manapun dalam sejarah organisasi kami ... Saya ikut berduka atas kematian 89 rekan-rekan @UNRWA yang tewas di Gaza," tulis Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres via X alias Twitter.

Di Israel, pada Selasa, bertepatan dengan satu bulan serangan Hamas yang menewaskan sedikitnya 1.400 orang, berlangsung hening cipta selama satu menit.

Kerumunan orang berkumpul di luar Knesset, gedung parlemen Israel, untuk memperingati korban tewas dan lebih dari 200 orang yang masih disandera Hamas.


Hamas Klaim Akan Bebaskan Sandera Bila Israel Hentikan Pertempuran

Suar pasukan Israel menerangi langit malam di Kota Gaza, Senin (6/11/2023). Pasukan Israel terus melakukan serangan terhadap Gaza untuk mengincar militan Hamas. (AP Photo/Abed Khaled)

Sementara itu, Pemimpin senior Hamas menolak mengakui bahwa kelompoknya membunuh warga sipil di Israel dan mengklaim hanya tentara dan wajib militer yang menjadi sasaran. Moussa Abu Marzouk mengatakan kepada BBC bahwa perempuan, anak-anak, dan warga sipil dikecualikan dari serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Klaimnya, menurut BBC, sangat kontras dengan banyaknya video yang menunjukkan militan Hamas menembaki orang dewasa dan anak-anak yang tidak bersenjata. Israel mencatat lebih dari 1.400 orang dibunuh oleh Hamas dalam serangan tersebut, di mana kebanyakan dari mereka adalah warga sipil.

Marzouk, wakil pemimpin politik Hamas diwawancarai pada Sabtu (4/11/2023) di Teluk. Dia adalah anggota paling senior yang berbicara kepada BBC sejak serangan mematikan itu.

Mengenai sejumlah sandera yang ditahan di Gaza, Marzouk menuturkan bahwa mereka tidak dapat dibebaskan sementara Israel tidak berhenti membombardir Gaza.

"Kami akan membebaskan mereka. Namun, kita harus menghentikan pertempuran," katanya seperti dilansir BBC, Selasa (7/11).

Otoritas kesehatan Gaza pada Senin mengumumkan bahwa 10.022 warga Palestina di Gaza tewas akibat serangan balasan Israel sejak 7 Oktober.

Marzouk baru-baru ini melakukan perjalanan ke Moskow, Rusia, untuk membahas delapan sandera berkewarganegaraan ganda Rusia-Israel.

Dia mengatakan anggota Hamas di Gaza telah mencari dan menemukan dua sandera perempuan dari Rusia, namun tidak dapat membebaskan mereka karena gempuran Israel yang intens.

Sejumlah laporan menyebutkan bahwa tidak seluruh sandera berada di tangan Hamas, beberapa ditawan kelompok bersenjata lainnya. Selain itu, dikabarkan pula bahwa Hamas hanya akan membebaskan sandera non-Israel.

"Jika Israel menghentikan pertempuran, kami dapat menyerahkan mereka ke palang merah," ungkap Marzouk.

Infografis Hamas-Israel Perang Lagi, Ini Respons Dunia. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya