Liputan6.com, Jakarta - Pendidikan anak saat usia dini penting untuk menjadi prioritas, karena saat itu adalah masa keemasan bagi anak, dan akan menjadi fondasi awal masa pertumbuhan. Pembelajaran anak dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya adalah dengan menonton video.
Kinderflix adalah salah satu kanal YouTube yang menyediakan konten edukasi untuk anak. Dengan menonton video di kanal tersebut, anak dapat berlatih motorik, belajar berbicara, atau mendengarkan lagu interaktif. Mereka juga akan ditemani oleh para pembawa acara yang ramah dan menyenangkan yaitu Kak Nisa, Kak Aldy, Kak Zalfa, dan Om Kumis.
Advertisement
Anak-anak akan merasa betah dan bisa bermain sambil belajar dengan menonton video Kinderflix. Namun siapa yang sangka, bukan hanya anak-anak namun orang dewasa juga merasa terhibur. Komentar di akun TikTok Kinderflix yaitu @kinderflix.idn dipenuhi oleh pria dewasa yang mengaku merasa "betah" menonton konten edukasi anak tersebut, dan beberapa bahkan mengarah pada seksualisasi salah satu pembawa acara yaitu Kak Nisa.
"Anak anteng ayah lebih anteng🥰," tulis seorang pengguna.
"Baik untuk kelangsungan tumbuh kembang para Ayah, terima kasih Kinderflix 🙏🏻," ungkap seorang pengguna
"Pembawaan kak nisa ketika menjelaskan sangat mudah difahami bagi balita umur 21 - 25 thn.🙏," tulis pengguna TikTok.
"Terimakasih kak telah membantu tumbuh kembangku di usia 22 tahun, seru banget video²nya😊🤗," tulis salah seorang pengguna TikTok.
"Yang nonton bukan anak anak sih 😁," tulis pengguna lain.
"Saya toddler usia 33 tahun jadi suka dan pintar menyanyi semenjak menonton kinderflix..🙏," tulis pengguna lainnya.
Tanggapan Kinderflix
Menanggapi komentar seksualisasi yang dilontarkan kepada salah satu pembawa acaranya, Kinderflix mengunggah sebuah pernyataan di Instagram dengan keterangan ajakan agar para penonton berhenti berkomentar negatif.
"Hai Halo KinderParents dan KinderFriends, Kak Nisa & Friends sangat berterimakasih untuk semua yang sudah selalu positif dan support Kak Nisa & Friends ☀️ kita sangat senang sekali dengan antusias KinderParents yang ikut berinteraksi saat menonton video kita, tapi kita sangat sedih dengan adanya komentar yang bertujuan negatif (seperti Seksualisasi ) untuk Kak Nisa & Friends, selagi itu positif kita pasti senang sekali☺️ semoga video KinderFlix bermanfaat selalu untuk bermain dan belajar bersama KinderFriends ya!, with love Kak Nisa & Friends ♥️," tulis keterangan unggahan tersebut.
Beberapa waktu lalu, komentar seksualisasi juga dialami oleh pebulu tangkis nasional, Jonatan Christie. Dilansir dari kanal Health, Liputan6.com, Rabu, 29 Agustus 2018, tidak hanya kemenangannya di final tunggal putra Asian Games 2018, warganet juga menyoroti selebrasi Jonatan Christie. Beberapa akun warganet bahkan tidak segan-segan mengungkapkan fantasi liarnya soal pebulu tangkis tersebut.
Advertisement
Apakah Termasuk Pelecehan Seksual?
Sebagian orang (terutama kaum pria) berpendapat bahwa apa yang dilakukan pengguna akun media sosial yang kebanyakan kaum Hawa tersebut bisa menjurus ke pelecehan seksual. Hal ini menuai perdebatan, benarkah hal tersebut adalah pelecehan seksual?
"Pelecehan itu prinsipnya ada upaya untuk mengintimidasi, merendahkan, mendominasi, manipulasi, pihak yang dilecehkan," ujar Psikolog Klinis Dewasa Nirmala Ika ketika dihubungi Health Liputan6.com. Ditulis Rabu, 29 Agustus 2018.
Ika mengakui, kebanyakan komentar yang ditujukan di akun Instagram milik Jonatan Christie merupakan euforia terhadap kemenangan Jojo. Malah Ika melihat bahwa pelecehan lebih terlihat di komentar yang ditujukan pada Anthony Ginting.
Walaupun begitu, Ika menambahkan, apabila warganet tidak mampu mengontrol dirinya dalam mengomentari tentang tubuh Jonatan Christie, hal tersebut bisa dikategorikan sebagai pelecehan.
"Ketika komentar-komentar jadi mengarah ke merendahkan sosok Jojo dalam arti, mungkin bukan menghina, tapi kemudian merasa bisa memberikan komentar sebebas-bebasnya, seolah-olah Jojo adalah objek fantasinya tanpa memikirkan bahwa Jojo juga individu yang perlu dihargai dan punya privasi," ujar psikolog Yayasan Pulih tersebut.
Peran Kesetaraan Gender
Ika menambahkan, pelecehan seksual sendiri tidak lepas dari kesetaraan gender. Salah satunya adalah budaya dan konsep pemikiran yang tertanam di masyarakat bahwa laki-laki memiliki derajat lebih tinggi dari perempuan. Inilah yang menjadi penyebab perdebatan mengenai komentar warganet soal tubuh Jonatan Christie.
Walaupun begitu, pelecehan bisa dilihat bukan karena komentar tersebut ditujukan pada laki-laki atau perempuan, melainkan apa tujuan dari komentar tersebut. Dalam kasus Jonatan Christie sendiri, hal itu wajar karena dia memang melakukan selebrasi yang mengundang komentar publik.
"Kalau ada atlet perempuan yang melakukan selebrasi seperti itu sah-sah juga sih kalau ada laki-laki yang komen. Tapi pasti atlet ini juga akan menuai hujatan karena masyarakat kita meyakini bahwa perempuan tidak boleh buka baju di tempat umum," kata Ika.
"Tapi kalau kita lihat atlet voli pantai, maraton, renang, terus ada laki-laki yang komentar vulgar, ya itu jelas tidak dapat dan pelecehan. Karena mereka kan tidak dengan sengaja memamerkan tubuhnya," tambahnya.
Sehingga, dalam hal ini bukan kepada siapa komentar tersebut ditujukan, tapi apa tujuannya. "Ketika itu lebih menjadikan objek seseorang, sehingga tidak lagi memikirkan hak dan privasinya, maka itu perlu diwaspadai mengarah kepada pelecehan," ucap Ika.
Advertisement